Chereads / BENTALA / Chapter 2 - Selamat Jalan ayah

Chapter 2 - Selamat Jalan ayah

Gemilang langit malam sangatlah indah kala itu, taburan bintang dan cahaya bulan seakan menerangi gelapnya malam. Angin sepoi-sepoi yang menambah rasa kenikmatan tersendiri untuk Bumi. Dia tersenyum, sangat bahagia bisa merasakan hawa malam bersama dengan keluarganya.

"Terus sekarang perasaan kamu gimana?" tanya Jayadi sambil menyeruput kopi buatan Bumi.

"Gak tau yah, waktu itu aku pengen peluk dia tapi aku tau kalo dia udah sepenuhnya milik keluarga barunya." jawab Bumi menunduk.

"Rasanya gimana dek?" tanya Saka khawatir.

"Pedih, sakit bang." jawab Bumi.

"Dengerin abang." Saka mengelus pundak Bumi lembut, Bumi memandang Saka guna mendengarkan apa yang akan di katakan.

"Tuhan sengaja menitipkan kepedihan, agar kita tau, seberapa lembut hati di ciptakan." petuah Saka tersenyum.

"Benci boleh, sedih juga boleh. Tapi kamu gak boleh lupa kalo dia masih jadi ibu kamu, di dunia ini gak ada yang namanya mantan anak ataupun mantan ibu." Bumi merenungi ucapan Saka.

"Boleh sedih nak, tapi gak usah berlarut gak baik buat kesehatan kamu." kali ini Jayadi yang bersuara.

Mereka berdua tau jika Bumi adalah orang yang paling terpukul atas kepergian ibunya itu. Bukan tanpa alasan, Bumi adalah anak yang paling dekat dengan ibunya.

"Assalamualaikum semua..." salam wanita dari arah gerbang rumah.

Andy dan Jendral sempat melongo begitupun dengan Devan. Bumi tersenyum sementara Jayadi dan Saka terlihat kaget.

"Gak kangen sama mba? Kok pada melongo kaya patung sih?" kesal wanita itu.

"EH MBAAAA!!" Andy segera berlari menuju wanita itu.

"Halo adik manis kalian apa kabar?"

"MBAK SIPAAA!!" Andy segera memeluk Syifa erat, Devan langsung menarik Andy karena dia juga rindu dengan kakaknya itu.

"GAK MAUUU!" rengek Andy

"Sini peluk barengan." tawar Syifa terkekeh.

Jayadi dan Saka berjalan mendekati Syifa, mereka sangat rindu dengan wanita satu ini. Sudah hampir satu tahun mereka tidak bertemu, Bumi tersenyum senang dia juga merindukan kepulangan kakak ke 2 nya itu.

"Masuk dulu yuk mba dingin di luar." ajak Jendral.

Mereka mengiyakan ajakan Jendral, Bumi menutup gerbang sebentar karena tidak ada yang mau menutupnya. Saat hendak pergi ke dalam dia melihat mobil hitam yang terparkir tak jauh dari rumahnya. Tak mau ambil pusing dia pun segera masuk.

###

Saat ini Bulan dan keluarganya sedang berkumpul di teras rumahnya. Dia sangat senang mendengar gurauan sang adik yang tak lawak sama sekali. Yang lebih lucunya lagi mama dan papa dia hanya bisa tertawa seperti bermain dengan anak kecil saja.

"Jadi bang Jali itu bener gak pulang yah pa?" tanya Senja penasaran.

"Itu cuman perumpamaan aja sayang, kamu tau bang Jali dari mana sih?" jawab papa Bulan gemas.

"Kata Rizal pa, ayah dia kan namanya Jali kata dia ayahnya gak pernah pulang selalu di laut." jelas Senja dengan muka polosnya.

"Itu namanya ayah Rizal masih pelayaran, nanti kalo udah waktunya juga bakal pulang kamu ini aneh." gemas Bulan yang sedari tadi menahan tangannya agar tidak mencubit adiknya itu.

"Aku ada satu pertanyaan lagi." ujar Senja dengan wajah yang sedikit di buat misterius.

"Apa?" tanya mama antusias.

"Kenapa mama sama papa namain aku senja? Dan kakak Bulan?" Bulan juga ingin tahu tentang hal tersebut dia lalu menatap kedua orangtuanya penasaran.

"Kalian berdua sama-sama indah dan bersinar di hati kita." jawab sang Mama.

"Eum, senja sayang mama." Senja lantas langsung memeluk mamanya itu.

"Sini pa biar gak cemburu." tawar Bulan lalu memeluk papanya.

Seperti ini keluarga yang dia harapkan, harmonis dan saling sayang. Bulan sekarang merasa jika semesta mengijinkannya untuk mendapatkan keluarga yang seperti ini, dia sangat bersyukur. Terima kasih Tuhan, terimakasih semesta.

Kembali lagi ke keluarga Jayadi, saat ini Bumi sedang membuatkan jus buah naga kesukaan mba Sipa. Sedangkan adik dan abangnya? Mereka sedang melepas rindu, Bumi mengalah dia akan melepas rindu nanti saja.

"Rumah banyak berubah yah, dulu waktu aku tinggal cat rumahnya warna putih kecoklatan sekarang putih bersih. Rumah kita jadi bagus banget." titah Syifa terharu.

"Kita udah berubah nak, berkat kerja keras kamu juga makasih yah." Jayadi mengelus kepala putri semata wayangnya itu.

"Minuman udah jadi." teriak Bumi sambil meletakkan jus buah naga kesukaan Syifa ke meja.

"Makasih adek, tambah ganteng kamu yah." puji Syifa dengan bangga.

"Makasih mba." jawab Bumi tak lupa dengan senyum manisnya.

"Bumi gak mau peluk?" tanya Syifa sambil merentangkan kedua tangannya

"Nanti aja, Andy cemburuan soalnya." jawab Bumi lalu pergi ke dapur.

"Biarin aja mba, masih galau dia." timpal Jendral.

"Galau kenapa?" tanya Syifa penasaran.

"Ketemu mama katanya, sama keluarga barunya juga." jawab Devan sambil sesekali meminum es teh buatannya.

"Tapi dia gak papa kan?" Syifa mulai gelisah.

"Butuh waktu dia mba, tidur sana biar besok ada tenaga." titah Jayadi.

"Yaudah aku tidur, Andy bawain koper mba bisa? Kamu juga Devan."

"SIAP!!" Devan dan Andy langsung mendorong koper sang kakak menuju kamar.

"Jendral mau tidur?" tanya Saka yang sudah siap-siap menonton tv.

"Iya deh, Jendral tidur dulu." Jendral lalu pergi menuju kamarnya.

"Ayah mau ke Bumi dulu." Jayadi segera menuju dapur untuk melihat putranya.

Saat sampai di dapur, Jayadi melihat Bumi yang tengah berkutik dengan sayuran hijau seperti bayam dan brokoli. Jayadi tersenyum bangga lalu berjalan mendekat Bumi.

"Kamu gak ada tugas sekolah?" tanya Jayadi sambil meletakkan sayuran yang Bumi cuci tadi di baskom.

"Nanti malam aku kerjain yah." jawab Bumi masih dengan posisinya.

"Ada yang mau diceritain sama ayah?" tanya Jayadi lagi.

"Engga ada, ayah gak tidur?" tanya balik Bumi lalu meletakkan sayuran itu di kulkas.

"Ayah? Bumi?" panggil Syifa dari arah pintu dapur.

"Kenapa mba?" tanya Jayadi.

"Makan bakso yuk? Mba kangen bakso mang Imron yah, Bumi mau?" ajak mba Syifa.

"Kalian aja sana, ayah banyak pekerjaan." ucap Jayadi lalu pergi.

"Ayo bumi, mereka sudah nungguin tuh." ajak Syifa dengan menarik tangan Bumi.

Prang!!

Bumi dan Syifa di kagetkan oleh suara benda jatuh dari ruang makan. Mereka segera berlari untuk melihatnya begitupun dengan yang lainnya. Saat sampai, Bumi melihat ayahnya sudah terbujur kaku di lantai.

"AYAH!!" teriak Bumi lalu berlari menuju ayahnya.

"Ayah kenapa? Ayah?" panik Syifa sambil menggoyangkan tubuh sang ayah.

"BANG JENDRAL TELPON AMBULANCE SEKARANG!!" teriak Andy histeris.

"Bentar!" Jendral segera menelepon ambulance agar ayahnya cepat mendapatkan pertolongan.

###

Jam sudah menunjukkan pukul 07.10 pagi, Bumi berlari menuju kelasnya. Jika dia terlambat 1 menit saja dia akan di hukum. Sepanjang perjalanan dia hanya menggerutu alih-alih berdoa agar Bu Atun belum kek kelasnya.

"Eh pak ketu selamat pag-" Bumi melewati Bulan dan langsung berlari masuk ke kelas.

"Sombong banget anak orang." kesal Bulan lalu menyusul Bumi masuk ke kelas.

"Huft...." Bumi memandang sekitar lalu segera duduk di bangkunya.

"Untung gak terlat." monolognya.

"Tumben terlambat? Biasanya jam segini udah stay aja di bangku." tanya Langit sambil mengipasi dirinya dengan buku.

"Diem deh, lagi gak mood ngomong." kesal Bumi.

"Gak mood tapi ngomong, aneh banget anaknya pak Jayadi." ejek Langit lalu kembali ke tempatnya.

Semua siswa berhamburan masuk ke kelas dan duduk di bangkunya masing-masing. Ternyata Bu Atun guru sejarah mereka sudah datang.

"Pagi anak-anak ibu yang ganteng sama cantik." sapa Bu Atun sambil meletakkan buku dan tasnya.

"Pagi Bu...." jawab anak FISIKA 2 kompak.

"sebelumnya ibu mau absen dulu yah.."

BRAKK!!!

Suara pintu terbanting itu membuat semua orang di kelas XI FISIKA 2 terlonjak kaget. Nampak sosok Jendral dengan muka paniknya memasuki kelas secara terburu-buru.

"Eh masnya siapa?" tanya bu Atun.

"Maaf bu saya boleh minta waktunya sebentar?" tanya Jendral dengan sopan.

"Boleh mari kita bicara di luar." Bu Atun berjalan keluar kelas begitupun Jendral.

"Bumi beresin semuanya." perintah Jendral sebelum keluar kelas.

"Ha?" Bumi bingung dengan perkataan abangnya tadi, dia menatap Langit begitu pun sebaliknya.

"Buku Lo beresin bambang!" kesal Langit dengan melempar gulungan kertas.

"Lah? Kok?" tanya Bumi masih kebingungan.

"Dih anjir Abang!!" Andy masuk begitu saja lalu segera memasukkan semua buku di meja Bumi ke tas.

"Ini ada apa?" tanya Bumi yang masih dilanda rasa penasaran.

"Bumi kamu boleh pergi nak." Andy langsung menarik tangan bumi begitu Bu Atun memberikan ijin.

Bumi melepas gandengan adiknya lalu berjalan ke arah Bulan dan meletakkan flashdisk ke meja Bulan.

"Buat bahan nanti kerja kelompok." Bumi lalu berlari keluar kelas diikuti oleh Andy.

Saka, Syifa dan Devan kini sedang berada di ruang rawat ayahnya. Syifa dari tadi terus menggenggam tangan ayahnya, Jayadi nampak berkeringat dan sangat pucat. Devan terus mengipasi Jayadi dengan buku tulisnya.

"Ayah nunggu Bumi ya?" tanya Saka sambil mengusap keringat ayahnya itu.

"Assalamualaikum.." salam Andy dan Jendral bersamaan.

"Waalaikumsalam.." Saka memandang Bumi dan kedua adiknya yang baru saja datang.

"Ayah?" Bumi berjalan mendekati ayahnya lalu menggenggam tangan ayahnya menggantikan Syifa.

"Ayah capek nak." ucap Jayadi pelan.

"Maksud ayah?" tanya Bumi bimbang.

"Selamat ulang tahun anak ayah, kadonya nanti yah? Ayah mau tidur dulu. Itu di sana udah ada kakek kamu jemput ayah." lirih Jayadi.

"Ayah... Aku gak mau kado yang mahal, cukup ayah ada di sini aja itu udah cukup yah." Bumi menunduk dan terus mencium tangan ayahnya yang sekarat itu.

"Tuntun ayah nak.." Saka dan yang lain berjalan mendekati Jayadi.

"Laa illaa..."

"Laa..."

Tuttttt....

"AYAH!!!"

"AYAH BANGUN AYAH!!!"

###

Saat ini pekarangan rumah keluarga Jayadi dipenuhi oleh kursi yang sengaja di siapkan, ada juga keranda mayat dan bendera kuning yang tergantung di depan rumah dan gerbang mereka. Andy dan Jendral juga sedang disibukkan untuk membagikan sebotol Aqua untuk para pelayat.

Saka dan Devan saat ini tengah sibuk memotong batang pisang bersama bapak-bapak yang lainnya. Sementara Syifa kini tengah sibuk menata kain kafan dan beberapa bunga bersama para ibu-ibu.

Di mana Bumi? Dia sedang berada di kamar milik ayahnya, Bumi memandangi setiap sudut kamar itu. Tak lupa pula dia menata beberapa berkas di meja kerja ayahnya. Tanpa sengaja dia menemukan sebuah bingkai yang tertutup oleh beberapa buku tebal milik ayahnya.

Ternyata itu adalah foto pernikahan ayahnya dengan mamanya, lagi-lagi air mata Bumi jatuh tanpa izin. Punggungnya bergetar hebat, ternyata ayahnya selama ini juga merindukan sosok Istri yang jelas-jelas sudah meninggalkan dia demi laki-laki lain.

Pernahkah kamu menangis hebat tanpa suara? Itulah yang Bumi rasakan sekarang, badannya jatuh tersungkur di lantai. Dia terus memeluk foto itu sambil memukul dadanya.

"Ya Allah... Sakit...." ucapnya di sela-sela tangisnya.

Pintu kamar di buka dan menampilkan sosok Saka, dia terkejut saat melihat Bumi yang sedang duduk di lantai sambil memukul-mukul dadanya keras. Saka segera menghampiri Bumi dan memeluknya. Dia tau adiknya saat ini sedang benar-benar hancur, dia terus mengelus punggung adiknya yang bergetar hebat.

"Ikhlas dek, relain ayah jangan sakiti diri kamu sendiri." ucap Saka menenangkan Bumi.

"Hiks... Ayah bahkan belum sempet ngucapin tahlil bang.. ayah ha..hah.." Bumi kacau, hatinya hancur sekarang.

"Kata siapa? Ayah udah ngucapin kok dalam hati, kamu yang tenang yah." dalih Saka makin mempererat pelukannya.

"Sakit bang, sakit banget.." Bumi menjatuhkan foto kedua orangtuanya, tak lama setelah itu muka Bumi menjadi sedikit merah.

"BUMI!! teriak aja kalo kamu mau teriak, jangan gitu sakit dek Abang gak mau liat kamu kayak gini." Saka menarik tangan Bumi dan kembali memeluknya.

Bukan cuman Bumi yang sangat terpukul, dia juga merasa sama. Ada rasa penyesalan tersendiri di hatinya, kenapa ayahnya tega tidak bilang soal penyakitnya kepada anak-anaknya.

Tapi semuanya sudah terjadi, ayahnya lebih memilih menyerah. Saka paham, dia sudah banyak kerja keras selama masa hidupnya. Dia juga sering meluangkan waktu untuk anaknya walaupun banyak pekerjaan yang harus di selesaikannya.

"Udah ya? Ayah gak suka liat kamu gini." Saka terus mendekap adiknya erat.

"Lepas bang.." Bumi mendorong tubuh Saka pelan guna melepas pelukannya.

"Ayo kita antar ayah ke rumah dia?" ajak Saka lembut.

"Abang duluan aku mau cuci muka." Bumi berjalan keluar dari kamar ayahnya meninggalkan Saka.

Rombongan keluarga Jayadi dan para pelayat kini sudah sampai di TPU AMANAH, mereka sudah tiba 5 menit yang lalu. Saka dan Devan sudah berada di liang lahat untuk menguburkan jenazah ayahnya.

Sementara itu, Andy dari tadi terus menerus menangis di pelukan Bumi. Semua kerabat dan teman dari anak-anak Jayadi turut hadir guna memberikan kekuatan untuk keluarga yang di tinggalkan.

"Ayah..." rengek Andy yang sudah tak bisa menahan tangisnya lagi.

"Gak papa, ayah masih tidur." Bumi memandang sendu jenazah sang ayah.

"Hiks...ayah..."

"Jangan nangis, gak boleh nangis di sini ya?" Bumi mengelus pundak Andy untuk menguatkan adiknya itu.

"Nanti jalan ayah gelap loh, iklasin ya?" Syifa ikut membantu menenangkan si bungsu.

Bulan dari tadi terus memandang Bumi, dia tau Bumi juga sangat terpukul atas kepergian ayah dia. Tapi dia masih bisa tersenyum tenang dan berusaha untuk membuat Andy tidak menangisi kepergian ayahnya.

"Padahal hati lo juga rapuh, tapi lo masih bisa bilang semua baik-baik aja."

###

Seminggu sudah kepergian pak Jayadi, acara tahlilan terakhir baru saja usai. Semua piring kotor ataupun gelas-gelas bekas makanan dan teh sudah di bawa ke dapur dan di cuci oleh Bumi.

"Besok bakal mba pel ya? Ini udah malam." jelas Syifa sambil menggulung tikar berwarna abu-abu.

"Besok kita bangun pagi ya? Tugas kita banyak nih." ajak Devan.

"SIAP!!" ucap Andy dan Jendral bersamaan.

Tokkk!! Tokkk!!

Saka dan para saudaranya memandang pintu masuk di ruang tamu, terdengar suara orang yang mengetuk pintu keras. Bumi yang baru saja selesai mencuci piring kebingungan dengan tingkah saudaranya.

"Ada apa?" tanya Bumi.

"Ada tamu tuh bang bukain pintunya." perintah Syifa kepada Saka yang memang posisinya tidak terlalu jauh dari pintu.

"Iya bentar." Saka berjalan menuju pintu utama lalu membukanya perlahan.

Dia terkejut dengan apa yang dia lihat sekarang, di hadapannya tengah berdirilah sosok wanita sambil membawa plastik hitam di tangannya dan tersenyum kepada Saka.

"Mama?" tanya Saka tak percaya.

"Siapa bang?" tanya Syifa dan diikuti oleh keempat adiknya.

"Halo semuanya." ucap wanita itu sambil tersenyum.

"Mama?" sapa Jendral memastikan.

"Iya ini mama nak, kalian gak ngenalin mama masa?" Bumi memandang wanita yang menyebut dirinya mama itu dengan tatapan tak suka.

"Ngapain anda ke sini?" tanya Bumi ketus.

"Bumi.. ini mama." jawab wanita itu lembut.

"Mama? Setelah semuanya? Ngapain ke sini?" Saka dan yang lainnya kaget dengan sifat Bumi ke mamanya.

"Bumi.." bisik Syifa ke Bumi.

Bumi langsung berjalan pergi di susul oleh Jendral dan Andy.

"Mama ngapain ke sini?" tanya Saka ramah.

"Mama kangen sama kalian, mama juga merasa kehilangan ayah kalian biar bagaimanapun dia pernah ada di hati mama Saka." jawabnya sambil menangis.

"Mama udah pergi ninggalin kita, aku mohon banget buat mama agar mama gak ganggu kita lagi. Mama bahagia kan sama keluarga mama? Kita turut bahagia juga, makasih atas belasungkawanya mama." ucap Syifa lalu menunduk.

"Mama boleh pulang sekarang, aku gak mau adik-adik aku kenapa-napa karena mama." Saka tersenyum.

"Mama bawain kalian makanan masakan mama, makan yah kalo kalian belum makan malam." wanita itu memberikan kantung plastik hitam yang dia bawa ke Saka lalu pergi.

"Buang bang." perintah Bumi yang ternyata berdiri di belakang pintu.

"Sejak kapan kamu di situ?" tanya Saka penasaran.

"Buang makanannya sekarang!" perintah Bumi lagi.

"Bumi tapi ini makanan dari ma-"

"BUANG SEKARANG!!"

"Aku gak suka makanan dari orang lain."

20 Agustus 2018

Bersambung....