Mereka menelusuri hutan belantara tempat untuk berkemah. Saat ini para siswa sedang sibuk memasang tenda yang telah disediakan oleh sekolah.
Satu tenda berisi tiga orang.
Tentu saja Fiona memilih satu tenda bersama dua sahabatnya─ Elea dan Devika.
Mereka berkemah selama dua malam karena hari senin adalah hari libur nasional menurut kalender Masehi.
Devika hampir menyerah memasang tenda itu, tiba-tiba saja ada Fandi yang membantu mereka memasang tenda. Anehnya, Devika terlihat begitu riang.
"Kok Devika kelihatan seneng banget, El?" bisik Fiona pada El.
"Emang lo enggak tahu, ya? kalau Devika itu...,"
ucapannya terpotong saat dilihatnya Fiona di panggil oleh Yoseph.
Fiona masih ingin mendengar kelanjutannya, tapi Yoseph dengan rewelnya terus saja mengusik, hingga dia sungguh tidak tahan dengan ketengilan yang laki-laki itu buat.
***
Malam hari tiba. Tidak ada acara fisik malam ini. Melalui informasi dari guru, mereka hanya akan masak bersama malam ini. Fiona membantu beberapa teman lainnya untuk memasak di dapur khusus yang dibuat sekolah.
"Wah, ini, yang ini enak banget!" puji
beberapa siswa.
"Iya parah. Ini masakan Fiona tadi kan? whoaa!" puji yang lainnya.
"Apaan sih, pasti enggak seenak itu lah," ujar Firda memanas.
Meski kesal, Firda juga penasaran dengan rasa sambal terasi buatan Fiona itu.
"Astagaaa, kok bisa enak banget gini ya?" gumam Firda setelah mencicipi sedikit sambal buatan Fiona.
Setelah mencuci piring para siswa membakar jagung yang telah disediakan guru beberapa karung. Fiona menghangatkan diri di depan api unggun yang ada di tengah-tengah tenda para siswa.
"Nih," ujar Fandi dan Yoseph bersamaan menyodorkan jagung bakar untuk Fiona.
Mata Fandi dan Yoseph saling pandang dengan tajam seperti ada pertandingan diantara mereka.
"Ciee, Fioo," ledek El.
Fiona mengambil kedua jagung itu lalu meletakan kembali ke mulut mereka berdua.
"Nah, adil kan? Yang butuh jagung bakar kayaknya kalian berdua, kalau gue udah kenyang banget. Kalau ditambah dua buah jagung bakar lagi nanti bisa meledak!" ujar Fiona menolak.
Keduanya nampak kecewa, tetapi jelas ini lebih baik. Karena dari keduanya juga tidak ada yang menerima jagung bakar itu. Malam itu para siswa bermain Truth or dare seraya menikmati jagung bakar yang telah matang.
"Permainannya simple. Nanti saya sebutin satu nama terus dia bebas mau kasih truth atau dare ke teman yang tunjuknya," ujar panitia osis.
"Oke, nama pertama. Devika Maharani. Saya mau tanya, ada enggak cowok yang kamu suka? kalau ada tunjukin orangnya dong," lanjutnya lagi.
"Ada kok kak. Ituu...," ucapnya menunjuk Fandi.
"Fandi? Devika suka sama Fandi? terus surat cinta untuk Yoseph itu apa maksudnya?" gumam Fiona.
Para siswa bersorak ciee untuk Devika yang tersipu malu.
Permainan terus berlanjut. Fiona berharap ada seseorang yang memperjelas bagaimana perasaan Devi yang sebenarnya. Namun sayangnya tidak ada jawaban.
"Anak-anak, lima belas menit lagi kalian harus siap-siap tidur ya. Karena besok pagi kita ada kegiatan," titah guru setelah kurang lebih 30 menit mereka bermain truth or dare.
***
Guru membangunkan para siswa dengan teriakannya yang begitu lantang membuat siapa saja terkejut. Logat khas medannya membuat semua mata terbelalak sadar dari lautan mimpi.
Setelah semua siswa bangun, pagi itu siswa senam pagi setelah sarapan untuk memulai petualangan mereka pagi ini.
Seraya para panitia menyiapkan rintangan untuk para siswa melewati hutan belantara.
"Oke anak-anak, tantangannya adalah kalian harus menemukan tiga kotak rahasia yang berisi... rahasia juga."
"Yaaaaah...," sorak para siswa.
"Baik. Sini perhatikan baik-baik. Ini adalah rutenya, dan setiap rute sudah diberi tanda panah oleh panitia osis disini ya. Paham?" lanjutnya lagi menunjukan panah yang ditulis di atas karton toska. Para siswa mengangguk tanda mengerti.
"Nah, satu kelompok terdiri dari dua orang saja. Untuk kali ini, saya bebaskan kalian memilih siapa pasangan masing-masing. Hanya ada waktu tiga puluh menit. Kalau sudah, silakan kalian berkumpul lagi ditempat ini. Oke. Selamat memilih," sambung guru itu lagi.
"Lo sama siapa, Fan?" tanya Devika menghampiri Fandi.
"Gue sama Fiona, Dev. Kalau lo?"
"Tapi Fiona udah sama Yoseph, Fan,"
Tiba-tiba saja Firda ikut nimbrung di tengah-tengah mereka.
"Apa lo bilang? Yoseph lebih milih sama Fiona daripada sama gue? padahal tadi udah gue ajakin tuh orang. Bener-bener ya!" omel Firda.
"Lo sama siapa, Fan?" tanya Firda lagi.
"Gue sama Devika!" jawab Fandi cepat sembari memegang tangan Devika.
"Astaga! jantung gue," bisik Devika.
Devika dan Fandi pergi ke tengah lapangan tempat mereka berkumpul. Di sana sudah ada Fiona dan Yoseph. Juga Elea dan Ervin.
"Oke anak-anak, yang sudah siap boleh siapin barang yang mau kalian bawa lalu kalian bisa langsung mencari kotak rahasia yang saya maksud," jelas Bu Guru.
***
"Kita disuruh nyari kotak yang tersemat kan, Fi? tapi kok nggak nemu-nemu sih," ujar Yoseph.
Sementara Fiona terus berusaha mencari tanpa mengeluh sepatah kata pun. matanya melirik diantara dedaunan di hutan itu.
"Nah!" ucapnya setengah berteriak setelah menemukan satu kotak yang dimaksud.
"Berarti tinggal dua kotak lagi dong? yes!" girang Yoseph.
Mereka mengikuti tanda panah yang telah disiapkan panitia kamping.
"Kita sudah dua jam loh, Yos. Kenapa enggak ketemu-ketemu ya? Air minum gue juga udah tinggal dikit banget," Fiona mulai mengeluh.
Yoseph agak jauh di depan sana mencari kotak rahasia yang dimaksud. Sepertinya keluhan Fiona tidak terdengar olehnya.
Saat Fiona mengikuti Yoseph tiba-tiba saja kakinya tergelincir membuatnya jatuh ke jurang.
Tidak dalam, namun Fiona takut akan ada binatang buas yang mendekatinya.
Saat kecil dirinya pernah digigit kucing liar hingga berdarah, hal itu membuatnya tidak menyukai binatang berkaki empat lagi hingga sekarang.
Sementara Yoseph masih tidak sadar bahwa gadis yang sedari tadi dengannya sedang tidak ada disisinya.
"Fi, gue kok enggak nemu-nemu ya. Kita balik aja deh ya?" ujarnya menyerah. Betapa terkejutnya ia saat sadar bahwa Fiona tidak ada dibelakangnya.
"Fi... Fi... " ujarnya teriak memanggil nama Fiona.
"Fionaaaaa... Fioooo..." teriak Yoseph terus seraya terus mencari.
Yoseph panik.
Sementara para siswa telah berkumpul lengkap. Wali kelas sedang sibuk mengabsen nama para siswa.
"Ada yang tahu Fiona dan Yoseph kemana? ini sudah satu jam lebih loh. Kenapa belum juga tiba?" tanya wali kelas.
Elea teringat sesuatu. Tadi ada yang mencurigakan sewaktu dirinya dan Ervin sedang menuju hutan.
"Er, lo inget nggak? tadi waktu kita menuju rute kedua, ada Firda, Vinda sama Indri yang lagi mainin anak panah. Jangan-jangan mereka sengaja supaya Fio dan Yoseph tersesat," duga Elea.
"Oh iya. Gue baru ingat tadi raut wajahnya juga kayak panik gitu waktu kepergok sama kita!"
"Tadi waktu gue ngajak Fandi satu tim sama gue juga Firda marah-marah karena Yoseph lebih pilih bareng sama Fio daripada sama dia, astaga!" timpal Devika.
"Heh! lo nuduh gue? gue disebelah lo ya daritadi. Kuping gue panas kalik dengernya," jawab Firda.
"Bagus kalau lo sadar! ngaku deh, lo kan yang udah memanipulasi arah panah itu?" cecar Devika.
"Manipulasi segala, berat amat bahasanya, sist. Kalau iya emang kenapa? haa? lagian siapa suruh lebih milih cewek itu daripada gue! emang apasih lebihnya dia?" sinis Firda.
"Lebihnya dia tuh banyak dari lo. Banyak yang dia punya lebih banyak daripada lo! lebih baik, lebih pinter, lebih cantik, dan lebih mungkin Yoseph untuk milih dia!" sahut Devika.
"Wak banyak banget, Fir. Kalau gitu kalah dong?" ucap Indri.
"Lo temen gue atau bukan sih, Ndri?!" bentak Firda.