Alen itu lebih takut pada kedalaman air, karena kejadian yang membuatnya trauma hingga sekarang mampu membuat Alen tenggelam dalam ketakutan jika ada pembahasan mengenai air. Apa lagi sampai membahas lautan. Alen tidak bisa membayangkan jika dia ada di tepi pantai dengan dua mata lebar melihat ombak yang menerjang seakan ingin melahapnya saat itu juga.
Kejadian saat kecil itu mampu menjadi phobia dia kian ketakutan. Bahkan di rumahnya saja tidak ada yang menampakkan kedalaman air seperti kolam renang atau ikan. Walau pekarangan yang luas serta rumah yang begitu mewah, Alen sangat memohon untuk tidak membuatkan kolam di sana.
Permintaan Alen di kabulkan.
Namun ada hal lain yang juga Alen hindari selain air kedalaman tersebut. Alen bahkan sempat penasaran juga ingin merasakan bagaimana rasanya hal yang tidak pernah dia coba. Alen selama ini sudah menjadi anak yang begitu aktif dalam bidang apapun, Alen memang ahlinya. Namun jika mengenai dua hal yang sama sekali dia hindari apa nantinya akan bersifat buruk pada dirinya sendiri?
Alen sudah sangat berusaha jika ada praktek di dalam kolam untuk mengikuti, namun pada akhirnya memang dia tidak akan pernah bisa. Saat baru saja kedua kakinya di masukan ke dalamnya, dia kembali mengangkat karena jantungnya yang tidak beraturan. Phobia nya sama sekali tidak pernah bisa untuk dia pendam.
Namun beruntungnya dia tidak pernah ada yang mengetahui hal itu kecuali, Jidan. Sang sahabatnya yang selalu setia menemaninya di kala apapun itu. Salah satu anak laki-laki yang membuat Alen nyaman di dekatnya. Walau Alen memang banyak teman perempuan di luar sana akan tetapi dia lebih merasa aman di dekat satu teman sedari kecilnya itu.
Alen menghela napas gusar saat ternyata pelajaran olahraga di kelasnya harus dan wajib mengikuti renang. Apa yang harus dia lakukan? Sudah banyak sekali Alen berbohong dengan alasan … haid. Lalu sekarang? Apa dia harus memaksakan? Bagaimana kalau nanti dia tidak bisa melakukannya untuk nilai di bidang itu? Padahal memang dalam diri Alen juga ingin sekali dia kembali merasakan di dalam kolam.
"Len, lo yakin mau ikut olahraga?" Jidan bertanya khawatir.
Alen yang menatap lurus ke depan merasa ragu dengan isi hatinya sekarang. Bagaimana kalau guru itu tidak akan lagi memberinya sebuah alasan? Apa kah dia tidak akan di curigai? Selama ini dia tidak pernah menolak apapun mengenai olahraga apapun ya kecuali renang itu.
Dia sudah tidak bisa untuk berpikir jauh lagi. Alen masih ragu jika dia akan bisa. Alen harus bisa membuktikan bahwa dia pun bisa berenang seperti semua teman di kelasnya. Tidak mungkin Alen akan di ejek sebagai seribu alasan bukan?
"Ji, gue akan coba ini."
Jidan melotot terkejut. "Kalau ga yakin gue ijinin aja."
Alen menggeleng cepat. "Ga perlu."
Jidan mencemaskan hal ini, bukan dari Alen yang sudah takut setengah mati. Tetapi dua insan itu memang saling menakutkan hal yang sama. Alen itu memang gadis yang selalu mencoba setakut apapun dirinya dengan apa yang akan dia hadapi. Apa lagi ini yang menyangkut traumanya dulu. Alen yakin kalau dia mampu mengusir rasa di dalam hatinya itu.
"Tenang aja, Ji. Gue akan coba lagi, semoga phobia ini hilang setelah gue nyebur nanti."
"Giliran, Alen. Kamu sudah siap?" guru olahraga itu sudah menyuarakan namanya.
Alen mengangguk dan mulai menyeburkan diri sampai Jidan yang melihatnya melotot lebar.
Dia meronta di kedalaman kolam meminta tolong dalam hatinya, namun saat mulutnya terbuka masih di dalam air dia teriak antusias, "TOLONG!!!!"