"Fin, bangun sudah siang." ucap ibu membangunkan ku dengan menepuk bahuku dengan pelan.
"Ekhhmm," ucapku sambil menggeliat. Rasanya mata ini enggan untuk terbuka.
Sedangkan setelah ini masih banyak kegiatan yang harus aku lalui. Tapi mata dan tubuh ini tidak bisa untuk diajak kerja sama untuk saat ini.
"Bangun, Nduk. Sudah siang. Emang nya kamu nggak sekolah hari ini. " ucapnya.
"Bukannya sekarang hari minggu ya, Bu?" ucapku dengan mata masih terpejam.
"Sekarang hari senin, Nduk. Kemarin kan sudah hari minggu nya. " ucapnya sambil merapikan selimut yang sedari tadi aku pakai.
Tanpa menjawab lagi aku langsung bangkit dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Apalagi sekarang ini hari senin, pastinya aku harus berangkat lebih awal untuk ke sekolah. Karena, hari senin adalah hari yang paling malas aku jumpai di setiap minggu atau bahkan bulannya.
Karena di hari itu, Kita semua akan melaksanakan upacara bendera. Sehingga mau tidak mau kita semua harus kepanasan dan berdiri selama hampir 30 menit di bawah teriknya sinar mentari pagi.
Pagi ini aku berangkat dengan rasa malas. Karena sudah sedari pagi rasanya aku enggan untuk berangkat ke sekolah. Sudah terburu-buru karena Ibu telat untuk membangunkan ku. Oh, bukan karena kesalahan Ibu sepenuhnya sebenarnya. Karena memang aku saja yang susah untuk dibangunkan setiap paginya, hehe.
"Buk, kenapa baru bangunin sekarang sih! Kan bisa-bisa Fira telat ke sekolahnya!" ucapku kala berdebat tadi lagi dengan Ibu.
"Lho kok Ibu, kan ibu sudah beberapa kali bangunin Kamu. Kamu nya aja yang susah buat bangun."
"Tapi, " ucapku terpotong.
"Makanya, kalau tidur itu jangan malam-malam. Biar kalau di suruh bangun gampang!" nasehatnya.
"Sudah sana berangkat. Bekalnya sudah Ibu siapkan di dalam tas. " ucapnya sambil menyodorkan tas tersebut kepada ku.
Itulah beberapa potong memori perdebatan ku dengan Ibu hampir setiap paginya.
"Fir, gimana Pr kamu udah di kerjakan belum?" lontar Sinta.
"Sudah, dong." jawabku enteng.
"Bagi dong Fir, Aku lupa belum ngerjain soalnya. " ucapnya sambil memelas.
"Halah, alasan aja kamu. Biasa nya juga nggak pernah ngerjain tugas kok. " balasku.
" Hehe, ya udah mana bukunya."
Aku langsung membongkar beberapa tumbukan buku yang berada di dalam tasku. setelah ketemu, Aku langsung memberikan kepada Sinta.
"Jangan lupa nanti siang traktir cilor ya," ucapku sambil tersenyum.
"Hahah, beres deh. " balasnya.
***
Pagi ini untung saja tidak ada upacara seperti biasanya. Karena, memang sekolah ada rapat. Sehingga semua kelas di liburkan dari pelajaran dan disuruh untuk pulang lebih awal.
"Fir, main dulu yuk. " ajak Fiola.
"Maaf, ya Fi, Aku nggak bisa. Aku udah janji a mau pergi sama Sinta soalnya." balasku berbohong.
"Oh, gitu. Ya udah deh, Aku duluan ya. " jawabnya sambil berlalu.
"Iya Fi, hati-hati ya, " balasku.
"Kenapa? " ucap Sinta.
Aku yang memang tak mengerti arah pembicaraan hanya terdiam tak menjawab sama sekali. Aku lebih memilih untuk melanjutkan jalan kembali ke rumah.
Aku dan Sinta memang sudah bersahabat sejak masih kanak-kanak. Sedari dulu kami berdua selalu bersama. Entah itu saat bermain atau pulang sekolah. Sangat jarang untuk berangkat sekolah bersama, karena Aku yang selalu lebih siang berangkatnya dibandingkan Sinta yang selalu lebih pagi. Karena ia harus membantu Ibunya untuk menjajakan jualannya di kantin sekolah.
***
Namaku Safira Putri Maharani. Aku saat ini masih menempuh sekolah menengah pertama di desaku ini. Kedua orang tuaku hanya la sebagai buruh pertanian di desa ini. Karena memang di desaku ini masih sangat asri dengan perkebunan, maklum saja karena Aku saat ini tinggal di pedesaan yang masih pelosok.
Aku adalah perempuan yang bisa dibilang sedikit populer di sekolah. Bukan hanya wajahku saja yang menawan tapi penampilan serta kepintaran ku di sekolah juga ikut menunjang.
Bahkan banyak lelaki yang jatuh hati dan tunduk padaku. Aku juga tak pernah pilih-pilih dalam menjalin sebuah hubungan. Asalkan dia sopan dan dapat menghormati Aku sebagai perempuan, itu sudah bisa menaklukan hatiku.
Tapi, apabila Aku sudah bosan. Maka aku akan memutuskan hubungan itu seenaknya. Bukannya cintaku ini murah, tapi beginilah caraku untuk menikmati hidup.
Walau Aku terkenal sering bergonta-ganti pasangan, tapi tak pernah ada yang berani memegang tangan ataupun bahkan bisa menerobos benteng pertahanan ku.
Aku bukan dari kalangan orang yang berada, walau begitu tak ada yang tau apa pekerjaan orang tuaku yang sesungguhnya. Karena memang aku tak pernah mengajak seorang lemak yang pernah singgah ke hatiku untuk berkunjung ke rumah.
Karena Aku tak ingin semua orang tau bagaimana latar kehidupanku sebenarnya. Yang mereka tau Aku adalah seorang pemilik perkebunan di desa ini. Padahal yang sebenarnya adalah sebaliknya. Kedua orang tuaku hanyalah seorang pegawai perkebunan.
"Bu, Fira lapar. Ibu masak apa hari ini?" tanyaku saat baru masuk ke dalam rumah.
"Ibu belum masak, Nduk. Kalau lapar dadar telur aja kan masih ada." ucapnya sambil meletakkan wakul yang ia gunakan untuk memanen sayuran di kebun.
Aku tak menggubris ucapan Ibu barusan. "Nduk, tolong ambilkan Ibu baju ganti, Ibu mau bersih-bersih badan. " ucapnya.
"Kenapa nggak ambil sendiri sih, Bu!" balasku sewot.
"Ibu kotor semua Nduk," balasnya terpotong.
Aku langsung menghentakkan kaki masuk ke kamar Ibu. Walau dengan perasaan malas dan sedikit marah akhirnya Aku juga munuruti perintahnya. Ya, mau bagaimana pun Dia juga Ibuku maka Aku juga harus berbakti pada nya kan?
"Nggak jadi makan, Nduk?" ucapnya saat melihat duduk sendirian di teras rumah.
"Enggak Bu, bosen ah makan telur terus. Sekali-kali masak ayam atau apa gitu Bu." protes ku.
"Di syukuri aja si, Nduk. Yang penting kan kita masih bisa makan. Daripada yang lain di luaran sana belum tentu bisa makan kaya kita ini. "
"Ah, Ibu ini selalu begitu jawabannya kalau Fira pingin sesuatu. Sudah ah, Fira mau ke rumah Sinta aja bosen di rumah terus!" ucapku sambil berlalu.
Ibu hanya diam saja tak menjawab ucapan ku barusan. Karena memang beginilah sifat ku. Kalau pingin apa pun tapi tak ke turutan pasti akan marah dan meninggalkan rumah entah pergi ke rumah Sinta atau lainnya. Yang penting perasaan ku bisa tenang dulu sebelum pulang lagi ke rumah.
Sebenarnya bukan Aku tak bersyukur dengan keadaan ku saat ini. Tapi Aku juga ingin merasakan hidup enak seperti yang lainnya juga. Apa Aku salah kalau iri dengan mereka? Apa aku juga tak boleh merasakan hidup enak? Apa Aku salah apabila angan ku lebih tinggi dari pada kenyataan hidup ku saat ini!.
Semua manusia pasti akan memiliki angan dan impian kan? itu juga termasuk pada diriku. Jadi apa yang Aku inginkan dan impikan bukan sebuah kesalahan kan?.