"Bu Yuni, apa benar Mbak Karsih sekarang jadi sinden di tempat Mbak Tina? Mbak Tina yang istri keduanya juragan Darsa itu," kata ibu-ibu yang sedang berada di tempat penjual sayur.
"Saya belum tahu, belum tanya juga sama Karsih. Tadi malam dia tidur agak sore jadi saya tidak sempat tanya," kata Bu Yuni menimpali apa yang ditanyakan oleh ibu-ibu tersebut.
"Wah, kalau kerjanya di situ bisa enak, apalagi kalau bisa sampai menggaet suami orang, bisa dapat uang banyak!"
"Kok Bu Yulia bicara seperti itu?"
"Ya memang, kalau jadi sinden tampilannya cantik, suaranya merdu, terus bisa menggaet suami orang kan bisa dapat uang banyak."
"Tidak semua sinden seperti itu Jeng Lia! Mungkin itu hanya kebetulan saja ketika suami jeng Lia ketemu dengan sinden yang murahan, akhirnya dia jadi lupa dengan keluarganya."
"Tetapi kan faktanya yang seperti itu juga ada. Mungkin saja Karsih jadi salah satunya, kita kan tidak tahu? Apalagi sekarang Karsih itu sudah janda. Jadi ibu-ibu semua harus berhati-hati. Saat ini profesi Karsih adalah sinden, jangan lupa ya!"
Bu Yuni, Bibi Karsih, kemudian menundukkan kepalanya. Dia rasanya ingin mencabik-cabik wajah dari Bu Lia yang sudah berbicara seenaknya sendiri. Namun dia berusaha untuk menenangkan dirinya. Tidak mungkin rasanya dia melakukan perbuatan kotor seperti itu. Perbuatan yang sangat murahan dan memalukan. Karsih pasti akan marah kepadanya kalau dia sampai berbuat yang tidak baik meskipun dalam rangka membela Karsih.
"Sudah Jeng Lia, belanjanya dilanjutkan mau beli apa lagi? Sudah cepetan pulang nanti suaminya marah lho!" kata ibu-ibu yang lain kepada Bu Lia. Mereka memang merasa tidak suka terhadap Bu Lia.
Sejak suaminya diambil oleh sinden yang juga bekerja di tempat Mbak Tina, Bu Lia seolah-olah menyamaratakan semua perempuan seperti sinden yang merebut suaminya sehingga semua menjadi serba salah.
Bahkan kepada ibu pemilik warung pun Bu Lia pernah cemburu. Dia sampai-sampai pernah marah-marah di warung sayur ini hanya gara-gara kecemburuannya yang tidak jelas itu.
"Kenapa Bu Mita jadi sewot? Saya mau di sini sehari, saya mau di sini dua hari, saya mau di sini 10 hari, memangnya kenapa? Ini kan bukan warungnya Bu Mita."
"Memang bukan warungnya Bu Mita, tapi ibu-ibu yang lain juga mau belanja! Jeng Lia kalau berdiri itu terlalu lebar sehingga tidak ada tempat untuk ibu yang lain."
Dikatakan memiliki badan lebar, Bu Lia malah semakin marah. Matanya tajam memandang kepada ibu-ibu yang ada di sana, kemudian dia meminta agar belanjaannya segera dihitung dan dia pun lantas membayar semua belanjaan yang dibelinya.
"Ya sudah, saya mau pulang dulu! Pokoknya pesan saya hati-hati dengan yang namanya sinden, apalagi kalau dia sudah janda dan cantik. Karsih itu salah satunya, jangan sampai nanti ketika sudah kejadian ibu-ibu baru bersedih dan bercerita. Awas ya, saya sudah memberikan peringatan lho!!!"
Sambil berbicara seperti itu, Bu Lia kemudian meninggalkan warung. Di warung penjual sayur hanya tinggal Bu Mita, Bu Yuni dan juga dua orang ibu yang lain beserta ibu pemilik warung.
"Bu Yuni, tidak usah diambil hati apa yang dikatakan sama Bu Lia itu."
'Iya. Jeng Lia sejak kehilangan suaminya dia jadi semakin gila!"
"Bicaranya ngelantur dan ngawur, omongannya kemana-mana tidak jelas pokoknya. Bu Yuni, tidak usah diambil hati."
Bu Yuni hanya menganggukkan kepalanya, yang teringat di dalam pikirannya adalah Karsih keponakannya. Bukan tentang apa yang disampaikan oleh Bu Lia tapi tentang berita yang beredar bahwa Karsih saat ini menjadi sinden. Di sebagian orang mereka masih berpendapat bahwa pekerjaan menjadi sinden itu bukan pekerjaan yang baik. Itu sebabnya Bu Yuni merasa berkecil hati.
"Tapi Bu Yuni tidak usah khawatir, berita yang beredar itu kalau Karsih suaranya sangat enak, lembut, merdu, mendayu-dayu bahkan kemarin di tempat Pak Broto banyak sekali penonton yang datang ketika Karsih menyanyi. Orang-orang suka dengan nyanyian yang dibawakan oleh Karsih."
"Apa benar begitu, Bu?" tanya Bu Yuni kepada Bu Mita.
Bu Mita lantas menganggukkan kepalanya, mengiyakan bahwa apa yang disampaikan itu adalah kebenaran.
"Tidak ada cerita jelek kok Bu Yuni tentang Karsih. Hanya saja kami semua terkejut bahwa Karsih bisa diterima menjadi sinden di tempat Mbak Tina. Padahal kita selama ini kan tidak tahu kalau Karsih itu memang bisa menyanyi."
"Apa di rumah Karsih juga sering menyanyi, Bu Yuni?" tanya ibu pemilik warung kepada Bu Yuni. Demi menutupi kekurangan keponakannya, Bu Yuni kemudian berujar, "Iya, Karsih memang suka menyanyi tapi hanya menyanyi kecil saja. Dia tidak pernah sampai naik ke atas pentas, paling nyanyinya di kamar mandi!"
Mereka semua tertawa kecil mendengar cerita yang disampaikan oleh Bu Yuni.
Bu Yuni merasa perlu untuk menutupi kekurangan Karsih. Dia tidak ingin jika orang-orang tahu bahwa Karsih tidak bisa menyanyi lantas bisa menjadi sinden. Hal itu akan menjadi berita burung lagi yang beredar di diantara penduduk kampung.
"Kalau begitu saya pulang ke rumah dulu, kasihan Lintang, dia sendirian. Karsih sedang ke Balai Desa mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk elektronik."
"Lintang di rumah dengan siapa Bu Yuni?"
"Dengan suami saya Bu Mita, dia sudah terbiasa ikut sama kakeknya."
"Oh, syukurlah kalau tidak apa-apa Bu Yuni. Yang penting sekarang Karsih sudah mempunyai pekerjaan supaya masa depan Lintang bisa menjadi lebih cerah. Saya pribadi ikut berdoa, semoga Karsih mendapatkan rezeki yang banyak."
Bu Mita memang selalu seperti itu, dia selalu saja memberikan semangat kepada penduduk kampung yang kadang-kadang memiliki kehidupan yang tidak sama dengan orang yang lain. Bu Mita adalah orang yang baik meskipun dia sendiri berkecukupan tapi dia tidak pernah membedakan antara orang yang satu dengan orang yang lain. Beberapa ibu-ibu suka sekali berteman dengan Bu Mita.
"Aamiin.... terima kasih Bu Mita untuk doanya," kata Bu Yuni kepada Bu Mita
"Kalau ada orang yang berbicara jelek tentang Karsih tidak usah dipikirkan, tidak usah dimasukkan ke dalam hati, biasa itu namanya orang iri hati. Orang iri hati itu sekarang banyak, adanya di mana mana."
Bu Yuni menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Ada senyum lega yang tampak diputaran wajahnya. Dia bersyukur sekali Bu Mita ternyata memberikan semangat kepada dirinya tidak seperti Jeng Lia tadi.
Bu Yuni kemudian melangkah pergi dari warung itu menuju ke rumahnya sambil membawa belanjaan yang ada di tangannya. Dia hari ini belanja agak mewah karena semalam Karsih memberikan uang yang agak banyak kepadanya. Hari ini dia bisa membeli daging sayur-mayur juga buah-buahan.
Bu Yuni mempercepat langkahnya dia ingin segera sampai ke rumah dan bercerita kepada suaminya tentang berita yang beredar di kampung ini bahwa Karsih sudah menjadi sinden semalam.