Semua orang takjub terhadap Karsih. Mereka memberikan tepuk tangan yang luar biasa pada perempuan itu. Sambutan yang demikian meriah juga pujian yang demikian indah. Karsih merasa bangga terhadap dirinya meskipun dia sendiri tidak tahu mengapa bisa seperti itu.
"Suara perempuan itu memang bagus!"
"Iya, suaranya merdu sekali."
"Aku bahkan sampai terheran-heran dengan suaranya itu. Belum pernah aku menemukan suara semerdu itu!"
Suaranya melengking tapi begitu halus membuat banyak orang akhirnya terpesona kepadanya.
"Permisi, kalau boleh tahu Mbaknya namanya siapa?" kata salah seorang pemain orkestra menyapa Karsih.
"Perkenalkan, saya Karsih, Mas," jawab Karsih dengan lembut.
"Rumahnya di mana, Mbak?"
"Saya di Dusun sebelah, tidak jauh dari sini!"
Karsih sangat ramah terhadap teman-temannya, begitu juga terhadap para penonton yang ada di bawah sana.
Mereka mengelu-elukan nama Karsih. Bahkan ketika istirahat digelar beberapa orang sempat berteriak,
"Ayo dong Karsih! Menyanyi lagi," kata penonton.
Pemain orkestra itu sedang beristirahat dengan melakukan makan malam dan menikmati beberapa hidangan yang sudah disediakan. Mereka akan tampil lagi nanti pada pukul 7 sampai pada waktu dini hari.
Diperlukan banyak sekali sinden untuk menghibur para tamu yang datang. Karena jika hanya beberapa sinden saja yang tampil maka para tamu itu akan merasa bosan .
Tampak Pak Broto mendekati juragan Darsa. Entah apa yang sedang dibicarakan.
Mbak Tina melihat tingkah laku laki-laki itu dari kejauhan. Mbak Tina lantas berpikir pasti ada negosiasi yang sedang dilakukan oleh Pak Broto terhadap juragan Darsa.
"Saya tidak bisa membiarkan hal ini berlangsung. Saya harus mencegahnya agar tidak ada hal buruk yang menimpa Karsih."
Mbak Tina mendekati suaminya, kemudian dia duduk di samping kanan suaminya. Sedangkan Pak Broto ada di samping kirinya. Mereka berbincang-bincang dengan suasana yang sangat nyaman juga perbincangan yang mengalir begitu saja.
"Sayang, Pak Broto tadi bertanya, kira-kira Karsih itu kuat membawakan berapa lagu untuk malam ini?"
"Dia sebaiknya yang normal-normal saja. Kalau setiap sesi masing-masing penyanyi harus menyanyikan 2 lagu berarti Karsih juga harus membawakan dua lagu saja. Kalau tidak, nanti sinden yang lain akan iri," jawab Tina kepada suaminya yaitu juragan Darsa.
"Begitu Pak Broto. Bos dari orkestra sudah menjawab. Saya ini hanya sebagai pemilik modal saja selanjutnya semuanya saya serahkan kepada istri saya. Saya tidak berani Pak Broto, kalau sudah bosnya yang berbicara maka saya tidak akan melawan. Dilobi seperti apapun, saya tidak akan bisa membuat keputusan!"
Broto kemudian tersenyum, dia lantas berkata,
"Enak memang kalau mempunyai istri yang bisa menjalankan usaha. Kita tidak perlu capek-capek bekerja dan mencari nafkah. Kita bisa menikah dengan banyak orang. Kita bisa membagi kemewahan juga dengan banyak orang," kata Pak Broto sambil tertawa. Tawanya sangat nyaring dan menjijikan.
"Bukannya Pak Broto sudah punya banyak istri?" kata Mbak Tina kepada Pak Broto.
"Iya, tapi istri yang bisa bekerja dengan usahanya sendiri, saya yang tidak punya. Tiga istri saya semuanya hanya nadong, minta uang kepada saya. Tidak bisa mencari nafkah sendiri seperti kamu!"
"Siapa suruh juga, dulu meninggalkan saya! Coba dulu tetap setia pada saya! Saya kan pasti bisa membantu usahanya Pak Broto sampai menjadi besar. Orkestra ini saja di tangan saya bisa menjadi besar," kata Mbak Tina kepada Pak Broto.
Dia mengungkapkan semua kekesalan hatinya atas apa yang sudah dilakukan oleh Pak Broto bertahun-tahun yang lalu.
Mbak Tina bahkan tidak peduli bahwa ada juragan Darsa suaminya sendiri yang saat ini sedang berada disampingnya. Mbak Tina asal bicara saja, yang penting dirinya merasa nyaman dan senang. Tidak peduli dengan apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain. Terlalu banyak memikirkan perasaan orang lain hanya membuat kita menjadi tidak bisa berkembang.
"Wah, ini kok malah jadi bernostalgia. Saya ini ada diantara kalian. Kalian malah bercerita tentang cerita masa lalu. Saya mana bisa mengerti tentang masa lalu kalian?"
"Nggak usah cemburu, Mas. Mas Darsa juga tahu kan? Kalau saya dulu juga selingkuhan Pak Broto. Tapi, Pak Broto itu begini orangnya. Pak Broto suka mengganti-ganti perempuan sampai akhirnya justru yang dipilih bukan perempuan pilihan."
Pak Broto tersenyum. Dia mendengarkan semua kalimat yang disampaikan oleh Mbak Tina tanpa kemarahan sedikitpun.
Entah mengapa hari ini Pak Broto tampak begitu nyaman. Dia tidak pemarah seperti biasanya. Pak Broto bahkan mengeluarkan uang jauh lebih banyak daripada saat-saat yang lalu.
"Tina, kalau menurut kamu, perempuan yang bernama Karsih itu, bisa tidak ya kalau misalnya kita kasih dia uang untuk membuka usaha?"
"Maksudnya apa?" tanya Mbak Tina kepada Pak Broto yang masih ada di tengah-tengah juragan Darsa dan Pak Broto.
"Maksudnya, aku memberikan dia sejumlah uang supaya dia bisa berkembang dengan usahanya!"
"Lantas setelah diberi uang, Karsih mau dinikah begitu?"
"Ya, iyalah Tina, masa diberi uang saja."
"Ach, Pak Broto ini ada-ada saja. Kalau mau menikah lagi sebaiknya jangan dengan Karsih! Saya baru saja menemukan Karsih untuk mengembangkan orkestra saya. Kalau Karsih nanti diambil sama Pak Broto, lalu siapa yang akan menjadi sinden di tempat saya? Sudah, Pak Broto cari perempuan lain saja jangan Karsih!"
"Saya serius lho mengatakan tentang Karsih pada Pak Broto," kata Mbak Tina memperingatkan Pak Broto. Yang diperingatkan hanya tersenyum sambil menggigit-gigit bibirnya.
"Kalau kamu tidak mengijinkan saya menggoda Karsih artinya kamu harus siap mencarikan saya pengganti dari Karsih. Minimal mirip-mirip dengan perempuan itu. Kamu kan sudah paham watakku, kalau misalnya saya menginginkan sesuatu maka saya tidak akan melepaskan keinginan saya tersebut."
"Wah, Pak Broto ini curang," kata Tina sambil meninggalkan Pak Broto dan juragan Darsa.
"Mohon maaf Pak Broto, perempuan itu memang selalu seperti itu," kata juragan Darsa kepada Pak Broto.
"Iya, tidak apa-apa. saya memahaminya, jangan khawatir tetapi tentang keinginan saya memperistri Karsih itu serius. Saya benar-benar tertarik dengan perempuan itu. Suaranya itu, ke telinga ini rasanya seperti alunan musik yang sangat merdu."
"Coba nanti kalau dia menyanyi lagi, kamu bisa lihat para penonton itu sampai membuka mulutnya seperti ikan mas koki yang menunggu diberi makan. Mereka tampaknya luar biasa senang dengan cara perempuan itu bernyanyi."
"Ayo, ini sudah jam 7 sekarang. Suruh orkestra mu itu untuk mempersiapkan diri dan kembali bernyanyi."
"Saya sudah tidak sabar mendengarkan suara Karsih yang merdu itu. Suaranya itu menggoda, tidak seperti suara penyanyi biasa," kata Pak Broto kepada juragan Darsa.
Dan benar. Juragan Darsa kemudian berdiri lantas meminta pimpinan orkestra untuk mulai mengetengahkan persembahannya lagi pada acara tasyakuran yang digelar oleh Pak Broto.
Pak Broto tampak tersenyum. Dia menanti-nanti saatnya Karsih bernyanyi dengan debar hati yang luar biasa tak terkendali. Ada wajah takjub dalam tatap matanya itu. Wajah takjub yang sungguh menakutkan seperti seekor singa yang kelaparan.