Aku baru saja akan menjawab ketika tiba-tiba, mataku mendarat di sebuah sangkar di sudut jauh ruangan. Batangan dilapisi emas, secara alami. Tapi bukan kandang itu sendiri yang membuatku terkesiap, pria yang duduk di lantai membelakangiku, bersandar di jeruji. Aku akan mengenali punggung berotot itu di mana saja karena itu kekasih Aku. Julianto. Ya Tuhan! Dia berada di dalam sangkar selama ini?
Tapi aku menelan ludah, dan memanggil Stiven dengan nada manis.
"Ya ampun, aku belum pernah berada di apartemen semewah ini sebelumnya. Apakah kamu mendesainnya sendiri?" Punggung Julianto menegang ketika dia mendengar suaraku, tapi dia belum berbalik. Lalu, aku berbalik menghadap Stiven, berjalan beberapa langkah ke arahnya.
Pria pirang itu terkekeh lagi, mengacak-acak rambutnya dengan tangan.
"Ya, Aku mengambil beberapa petunjuk dari penthouse Trump," akunya, menunjuk mural di langit-langit. "Ini adalah replika persis dari apa yang dimiliki Doni. Bukankah itu bayi yang keren?"