Aku tidak bisa menahan diri. Aku segera mulai menangis. Di antara terengah-engah panik, aku berhasil melontarkan permohonan bantuan.
"T....tolong jangan ambil Hondaku. Aku tidak akan punya cara untuk pergi bekerja jika Aku tidak punya mobil!" Aku menyeka hidungku dengan bagian belakang lengan bajuku, air mata panas mengalir di wajahku yang berkerut. Aku memaksakan diri untuk mengangkat mataku untuk bertemu dengannya lagi, meskipun sekarang, aku terlihat berantakan. "Julianto, tolong jangan. Aku memohon Kamu. Aku akan melakukan apa saja."
Pria itu tampak tidak bergerak, ekspresinya tenang.
"Tidak, aku minta maaf," katanya dengan nada datar. "Aku di sini untuk mobil."
Aku mulai menangis lebih keras, dan kemarahan membanjiri Aku sekali lagi.
