Chereads / Dark side of my paths / Chapter 2 - How am I?

Chapter 2 - How am I?

Matahari terik tepat diatas wajah dengan suara angin riuh kecil ditelinga beralaskan rumput ilalang tinggi yang tak rata.

Suasana itu selalu tergambar dikepalaku setiap kali aku sedang kalut akan segala macam tekanan disekitarku. "Tuhan tidak akan menguji umatnya jika iya tidak mampu" kalimat itu satu satunya kebanggaanku pada diri sendiri.

Aku sudah tidak muda lagi tapi aku juga tidak tua secara fisik.

Usiaku awal 30 tahunan, wajahku tergolong cantik dengan rambut ikal berwarna coklat kemerahan serta badan sintal bersih. Harusnya aku juga bangga dengan perawakanku yang enak dilihat.

Tapi kata kata mereka.

Kata kata mereka selalu menyadarkan senyumku seakan semua yang kulakukan hina.

Seakan tawaku menjijikkan, aromaku menyesakkan dan tutur kataku terkesan hanya bualan.

Mereka menyebutku Ayu, lucunya setiap aku mendengar mereka memanggilku hatiku geli sekali.

"Aku? Ayu? sebelah mananya?" sambil tertawa lirih sangat pelan kubisikkan kalimat itu pada diriku sendiri.

"Iya, bisa dibantu?" jawabku sambil segera membalikkan badan saat Manager Operasional memanggil namaku.

"Coba kerjakan yang aku minta di emailmu segera. Aku tunggu 30 menit lagi. Cukup?" Ucap wanita gemuk dengan rambut merah menyala itu sembari pergi tanpa memberiku kesempatan menjawab.

Jam sudah menunjukkan 18.45 diujung bawah kanan layar monitorku saat aku berniat mengerjakan "tugas" dari Sasha Bos Besar - secara harafiah maupun tidak-.

"Hah... 30 menit.. baiklah"

akhir - akhir ini sepertinya kebiasaanku berbicara dengan diri sendiri mulai semakin sering. Atau bisakah itu disebut parah?

Bekerja sebagai seorang seketaris disebuah perusahaan besar bertaraf Internasional tak ubahnya bekerja sebagai pelayan para Bos Besar bagiku.

Jabatan, penampilan dan tempat kerjanya saja yang nampak berbeda. Tapi jika menyangkut tugas dan derita batinnya aku kira para pelayan rumahan pun akan menangis mendengarnya.

Aku harus datang lebih awal dari semua bagian dan pulang paling akhir setiap harinya. Aku sudah berpakaian rapi dipinggir pintu tol untuk menunggu bus antar kota lewat saat jam masih menunjukkan pukul 4.30 pagi dan turun di tempat yang sama dari bus antar kota pada pukul 23.00 malam hari 6 hari dalam 1 minggu.

Lelah?

Anehnya tubuhku sudah tidak bersahabat dengan beberapa saraf di otakku untuk sekedar merasakan lelah itu.

"Ayu, kenapa kirim data yang aku minta?"

"Maaf Pak, baru saja Bu Sasha minta saya kirim laporan penjualan Bulan lalu di email pak." sambil tetap menatap komputer kujawab pertanyaan dari Manager produksi yang sekaligus atasan resmiku.

Dia seorang bapak yang sebenarnya menyenangkan jika dia bukan tipe manager yang malas dengan birokrasi dan segala antek - anteknya.Pak Rio namanya, tinggi besar dengan gaya slengekan khas orang daerah ibukota.

"Oh, okay! kalo begitu setelah selesai itu kamu taruh data yang saya minta di atas mejaku ya!Hehehe aku mau sebat dulu" tawa ringannya sambil pergi hanya bisa kubalas dengan senyum pahitku.

"Permisi Bu Sasha,laporan yang Ibu minta sudah saya email" ucapku pelan dari ujung pintu kerjanya dengan hanya memunculkan sebagian badanku ke arah nya.

"Hemm okay, nanti saya lihat"

"Baik Bu"

segera setelah Bu Sasha tidak melihatku lagi kulanjutkan kesibukanku dengan menyusuri lorong kantorku yang penuh dengan tumpukan kertas dan kardus tersusun rapi di rak besi berwarna putih kusam itu, sambil terus mengingat ingat nomer seri transaksi yang harus segera kutemukan.

"Gembul...!!" bersama dengan teriakan dan tepukan pundakku itu secepat itu pula teriakanku menyauiti.

"Tuhannnnnn.....!!!!"

"Ehhh .. maaf, yuk! kaget baget kayaknya?" jawab Baz dengan terpingkal - pingkal melihatku kaget sampai meringkuk dibawah kakinya.

"Hahhh.. opo to yo?????ga lihat orang sibuk ta?"kulanjutkan lagi seluruh anggota badanku untuk mencari data yang ku mau tanpa memperdulikan Baz yang masih mencoba berhenti dari tawanya.

"Yuk, besok kamu pulang Malang ga?"

"Iya lah, mau pulang mana lagi?"

"Aku ajarin donk Yuk cara naik Bis ke Malang?" ucapnya sambil sesekali menahan tawa dan memainkan kakinya.

"Gampang ah.. ntar aja diomongin sibuk aku!" jawabku yang sepertinya selalu ketus kalo bertemu dengan Baz, si anak produksi yang hampir setiap hari kerjanya hanya menambah tugas buatku.

Pria kebangsaan Belgia namun berdarah indonesia itu memang sedikit jail padaku.

Tubuhnya padat dengan postur atletis namun tidak setinggi orang Eropa pada umumnya.

Matanya Coklat terang senada dengan rambut cepaknya yang aku yakin jarang disisir itu.

Meskipun penampilannya terkesan berantakan bagiku anehnya gadis - gadis di kantorku akan dengan senang hati menyapa dan tersenyum padanya. itulah Baz Dieter.

Dan jika kalian bertanya lalu mengapa Baz menyebalkan bagiku?

Jangan kalian pikir aku aneh tidak mau dengan laki laki dewasa seganteng Baz. Aku membencinya karena dengan sikapnya yang baik padaku dan sering berada disekitarku membuat banyak orang bergunjing tentangku dan mempersulit kerjaku seakan mereka tidak suka denganku jika aku bisa bekerja dengan tenang ataupun jika aku bisa memiliki waktu untuk hanya sekedar bertegur sapa dengan Baz.

Kali ini pun jika ada yang melihat Baz berbicara denganku maka aku harus bersiap dengan tugas baru dari Sasha maupun lirikan maut dari tim kantor lainnya.

***

Jam sudah berubah menjelang 21.00 malam tapi aku masih saja bergelut dengan lembaran kertas kertas kuning berisikan angka - angka yang sudah tampak buram dimataku.

Ditambah penerangan kantor yang sudah sebagian besar padam.

"Oh Tuhan.., akhirnya selesai juga!" sambil sedikit meregangkan badan kubawa tumpukan kertas itu ke meja Pak Rio diujung kantor yang sudah bisa kupastikan dia tidak ada ditempat.

1 jam lebih sisanya kupakai untuk merapikan laporan di komputer dan mejaku. Secepat kilat aku lari ke ujung lorong menggapai tombol lift dan bergegas turun ke lantai dasar kantorku.

Ya, karena Satya sudah menungguku di bawah.

Satya adalah security kantorku yang juga merupakan kekasihku.

Dia pria yang cukup tinggi untuk ukuran pria indonesia pada umumnya. Dia memiliki tinggi 180 cm dengan postur rubuh ideal berwajah khas Pria Bali tampak makin menggoda dengan dua lesung pipi diwajahnya.

Aku merasa beruntung memiliki kekasih setampan dan semenyenangkan dia.

Kami sudah berpacaran selama 3 tahun, hari - hariku yang melelahkan selalu menjadi berwarna dengannya.

Kupeluk badan bugarnya segera setelah aku melihatnya didepan gerbang besar berwarna abu - abu yang berdiri sekokoh itu.

"Hah... capek yank" keluhku sambil membenamkan wajahku didadanya.

"Ughh... anak gembul da selesai kerjanya?" usap tangan besar nya dipundakku sambil sesekali melihat kanan Dan kiri untuk memastikan sekitar kami sepi.

"Iya.. hari ini seperti biasa Sasha mengerjaiku!"" Harusnya kan dia minta laporan langsung ke Pak Rio, tapi malah ke aku. Padahal aku juga lagi banyak yang musti ta kerjain yank! " kali ini nada suaraku berubah manja tidak seperti aku pada saat berbicara biasa.

Sambil melepas pelukan dan tersenyum padaku dia menyuruhku agar segera pulang karena ini sudah terlalu malam. "Maaf aku ga bisa anter Ayu kedepan ya, Mas Satya jaga malam sendiri, yang lain masih istirahat"

"Kamu hati hati dijalan, jangan lupa kabari kalo da sampe malang"

seperti anak anjing yang sedang senang Kuangguk kan kepalaku sambil berlari kecil Menjauhi Mas Satya untuk segera menaiki Bis disebrang jalan.

Disebrang sambil menunggu bis aku masih tetap saling berpandangan dengan Mas Satya, tapi siapa itu?

Sebuah mobil Honda Jazz merah menutupi pandanganku dengan Mas Satya dan terlihat memanggil mas Satya kearah Mobil nya.