Chereads / My Naughty Secret / Chapter 4 - Mencari Rafa

Chapter 4 - Mencari Rafa

Entah bagaimana Deca harus mendeskripsikan perasaannya sekarang. Ia benar-benar ketakutan. Tidak salah dugaannya. Orang yang menelepon dan mengirimkannya pesan tersebut ternyata memang Argi.

Entah kapan Argi mengambil nomor telepon Deca dari ponselnya. Mungkin Argi sempat melakukan panggilan ke nomornya sendiri dari ponsel Deca secara diam-diam. Ah, entahlah! Deca sendiri tidak tahu.

Deca bergidik ngeri saat membayangkan kalau tadi ponselnya tidak berada dalam mode hening. Rafa pasti mendengar semua telepon telepon dan pesan dari Argi. Bukan tidak mungkin suaminya itu penasaran dan memeriksa ponselnya tersebut.

Deca tidak berminat sedikit pun untuk membalas pesan Argi. Ia justru memblokir nomor telepon Argi dan menghapus seluruh riwayat panggilan serta pesan dari pria nekat tersebut.

Rasa kalut tidak dapat hilang dari hati Deca. Bagaimana kalau setelah ini Argi tidak akan menyerah dan tetap berusaha menghubunginya menggunakan nomor telepon yang lain? Yang lebih parahnya lagi, bagaimana kalau pria itu benar-benar memenuhi janjinya untuk menemui Deca?

Deca tahu kalau Argi pasti belum mengetahui alamat rumahnya. Namun, Deca juga tahu kalau Argi adalah pria yang selalu menepati janji. Pria itu pasti akan berusaha keras untuk menemukan alamt rumahnya.

Deca sungguh tidak menginginkan hal itu terjadi. Ia sudah hidup bahagia dengan suaminya. Deca benar-benar tidak membutuhkan Argi ataupun pria lainnya.

Deca berharap dirinya tidak akan pernah lagi bertemu dengan Argi. Sudah cukup satu kebodohan dibuatnya hari ini. Deca tidak sudi kembali jatuh ke dalam kebodohan-kebodohan selanjutnya.

Tampaknya harapan Deca belum bisa dikabulkan oleh Tuhan. Karena sekarang, ponsel wanita itu kembali bergetar. Sebuah pesan dari nomor tidak dikenal masuk ke ponsel Deca.

Tak!

Deca langsung melempar ponselnya ke atas meja rias. Nomor tidak bernama itu pasti lagi-lagi milik Argi. Deca sungguh tidak habis pikir. Bagaimana bisa pria itu tidak mau menyerah seperti ini?

Di tengah kekalutannya, mata Deca tiba-tiba tertuju kepada sebuah foto berukuran besar yang terpasang di dinding kamarnya. Itu adalah foto pernikahannya dengan Rafa, sang suami.

Hati Deca menghangat. Ia seolah mendapatkan ketenangan dari foto tersebut. Seulas senyum terbit di bibir Deca. "Kau tampan di foto itu, Raf," gumamnya.

Deca masih ingat pertemuan pertamanya dengan Rafa enam tahun yang lalu. Saat itu, Deca sudah kembali ke Indonesia setelah menetap di Singapura selama tiga tahun.

Mereka berkuliah di fakultas yang sama. Kedekatan mereka bermula saat menjadi teman sekelas di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

Deca dan Rafa dipertemukan takdir dalam keadaan sama-sama patah hati. Deca yang masih saja terjebak dengan masa lalunya bersama Argi, begitu pula Rafa yang belum move on dari calon istrinya yang menghilang tanpa kabar.

Sering berjumpa di kelas yang sama, membuat pertemanan Deca dan Rafa semakin akrab. Setelah setahun berlalu, mereka akhirnya saling terbuka dan menceritakan masalah hati masing-masing.

Kesamaan nasib membuat kedua insan itu saling mengobati luka satu sama lain. Awalnya mereka mengikrarkan hubungan sebagai sepasang sahabat. Namun, lama-kelamaan, perasaan mereka mulai berubah menjadi cinta.

Rafa tahu masa lalu Deca yang sangat buruk untuk dikenang. Namun, ia tidak bisa menyalahkan wanita tersebut. Ia sendiri juga memiliki masa lalu yang hampir sama. Jadi, Rafa bersedia menerima Deca sebagai kekasih walaupun wanita itu sudah tidak suci lagi.

Berkat Rafa, Deca akhirnya mampu melupakan Argi sedikit demi sedikit. Begitu pun Rafa yang sudah bisa melupakan calon istrinya. Setelah yakin kalau mereka memang berjodoh, Rafa dan Deca pun menikah tiga tahun yang lalu.

Kebahagiaan dalam pernikahan mereka itu semakin lengkap setelah Raden, sang buah hati, hadir di tengah-tengah mereka. Meskipun sejujurnya Deca sering mendapatkan ucapan pedas dari sang Ibu Mertua. Entah apa yang membuat ibu mertuanya itu begitu sensi kepadanya. Deca sendiri tidak tahu.

Hanya saja, Ibu dari Rafa itu memang sering membanding-bandingkan Deca dengan Asha, mantan calon istri Rafa. Sepertinya Ibu Risma sudah telanjur menyayangi wanita yang meninggalkan Rafa tanpa alasan tersebut.

Ada sebuah rahasia yang selama ini selalu dijaga oleh Deca. Sejujurnya, meskipun ia sangat mencintai Rafa, tetapi nama Argi tidak pernah hilang sepenuhnya dari hatinya. Deca sesekali mengingat dan merindukan pria tersebut.

Akan tetapi, sekarang sudah tidak lagi. Deca merasa bahwa dirinya justru sangat takut dengan kehadiran Argi. Deca ingin Argi lenyap selamanya dari hidupnya. Wanita itu tidak mau Argi datang merusak keharmonisan keluarga kecilnya.

Saking lelahnya berpikir, Deca mulai merasa kantuk menyerangnya. Perlahan, mata wanita itu mulai menutup. Tidak lama kemudian, Deca pun sudah larut dalam mimpinya.

Ketika terbangun di pagi hari, Deca terkejut tidak mendapati keberadaan suaminya. Itu artinya sang suami tidak pulang sejak semalam. Lonjakan rasa penasaran mulai menyelubungi hati Deca.

Separah apa kecelakaan yang menimpa teman suaminya tersebut sampai-sampai Rafa menjenguknya sampai sekarang? Bukankah itu terlalu berlebihan?

Apakah teman Rafa itu tidak memiliki keluarga di kota ini? Mengapa suami Deca yang harus menemaninya terus-menerus?

Karena tidak tahan menahan rasa penasarannya, Deca segera meraih ponsel yang semalam dilemparkannya ke atas meja rias.

Terlihat ada beberapa panggilan tidak terjawab dari sebuah nomor tidak dikenal. Deca sama sekali tidak mau ambil pusing dengan nomor asing tersebut. Ia segera mencari nomor telepon Rafa dan langsung menelepon suaminya itu.

Sayangnya, Deca harus menahan rasa kecewa karena Rafa bahkan tidak menjawab empat panggilan darinya. Deca mulai kalut dan berpikir bahwa suaminya sedang berada di rumah wanita lain.

Tidak! Deca tidak ingin Rafa membohonginya. Deca tidak sanggup membayangkan kalau sebenarnya Rafa tidak menemui temannya di rumah sakit, melainkan sedang memadu kasih dengan wanita yang jauh lebih cantik daripada dirinya.

Hati Deca seperti dipukul palu akibat pemikiranya sendiri. Tidak! Deca tidak bisa berdiam diri sambil terus berspekulasi seperti ini. Ia harus memastikan secara langsung apakah pemikirannya benar atau tidak.

Dengan tergesa-gesa, Deca segera bersiap-siap untuk menemui Rafa. Biasanya Deca selalu berdandan ke mana pun ia pergi. Namun, sekarang ia tidak punya waktu untuk melakukan itu

Jadi, Deca hanya memakai bedak dan memulas sedikit lipstik di bibirnya.

Deca memandangi dirinya dari sebuah kaca besar. Ia tampak cantik mengenakan sebuah gaun santai yang berwarna kuning. Setelah yakin bahwa penampilannya sudah cukup pantas, Deca segera keluar kamar.

Awalnya Deca ingin berpamitan kepada ibu mertuanya untuk keluar rumah. Namun, karena sang Ibu Mertua ternyata masih mengurung diri di kamarnya, Deca akhirnya memilih untuk pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu.

Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Deca segera menaiki mobil yang ddibelikan Rafa saat ulang tahunnya dua tahun yang lalu. Setibanya di mobil, Deca sontak menepuk jidatnya sendiri.

"Aku kan tidak tahu di rumah sakit mana Rafa berada?" gumam Deca kesal. Ia sampai memukul setir mobil saking kesalnya.

"Baiklah. Aku akan mencoba menelepon Rafa sekali lagi. Semoga dia mengangkatnya."

Sayangnya, harapan Deca masih belum dikabulkan. Rafa sama sekali masih belum merespon telepon darinya.

Deca akhirnya memutuskan untuk nekat saja mencari Rafa di rumah sakit yang terdekat dengan rumahnya. Nama rumah sakit tersebut adalah RS Cinta Bunda.

Jarak tempuh yang harus dilalui Deca untuk sampai di Rumah Sakit Cinta Bunda sekitar 30 menit. Deca bergegas melajukan mobilnya menuju rumah sakit tersebut.

Setibanya di rumah sakit, tempat yang pertama kali Deca datangi adalah ruangan UGD. Kalau memang kecelakaan yang dialami teman Rafa itu parah, ia pasti sedang berada di ruangan itu sekarang.

Deca tidak bisa menahan rasa kecewanya karena tidak melihat keberadaan Rafa di ruang tunggu UGD. "Apakah itu artinya dia tidak ada di sini?"  tanya Deca kepada dirinya sendiri.

Deca tidak ingin menyerah begitu saja. Ia segera pergi mendatangi dua orang wanita yang berdiri di belakang meja informasi.

"Permisi, Mbak. Saya mau bertanya," kata Deca membuka suara.

"Iya, Mbak. Ada yang bisa dibantu?" sahut salah satu wanita tersebut.

"Saya sedang mencari suami saya. Dia katanya menemui rekan kerjanya yang mengalami kecelakaan. Apakah saya boleh tahu mereka ada di ruangan apa? Kebetulan baterai ponsel saya habis sebelum suami saya sempat mengatakan nama ruangannya," tutur Deca yang diselipi dengan sedikit kebohongan.

"Nama pasiennya siapa, Mbak?"

Deca menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Eng, saya lupa, Mbak. Yang jelas dia mengalami kecelakaan tadi malam."

" Wah, maaf, Mbak. Tidak ada pasien masuk yang mengalami kecelakaan semalam. Mungkin Mbak salah informasi, atau salah rumah sakit, mungkin?"

Deca tersentak. Salah rumah sakit? Kalau memang bukan di rumah ini, lalu di rumah sakit mana suaminya berada?

Belum menyerah, Deca akhirnya menelusuri setiap ruang rawat yang di rumah sakit tersebut. Ia tidak memerdulikan napasnya yang mulai ngos-ngosan. Deca bahkan tidak sadar kalau ada banyak pasang mata yang memandanginya tingkahnya.

Deca menyerah mencari Rafa di rumah sakit tersebut. Mungkin suaminya itu berada di rumah sakit lain. Ia memutuskan untuk kembali ke mobilnya dan pergi ke Rumah Sakit Sandana. Jaraknya hanya 20 menit dari rumah sakit ini.

Di sepanjang perjalanan, Deca terus berharap kalau hidupnya yang nyaris sempurna harus terenggut begitu saja. Deca benar-benar takut pengkhianatan kecil yang dilakukannya akan berakhir dengan karma yang mengerikan.

Deca terkejut saat ponselnya yang berada di dalam tas tiba-tiba berdering. Ia baru ingat kalau tadi dirinya mematikan mode silent agar ia bisa mendengar kalau Rafa meneleponnya.

Deca berusaha membuka tasnya secara perlahan menggunakan tangan kiri. Sementara tangan kanannya tetap fokus mengendalikan setir mobil. Mata Deca berbinar saat tahu siapa yang meneleponnya.

Akhirnya!