Chereads / Luxuria's Penthouse : The Last Devil's Hormone / Chapter 11 - 10. Althea-lux : Legend of the past

Chapter 11 - 10. Althea-lux : Legend of the past

Dua cangkir Vintage Narcissius menemani paginya kali ini. Bukan main, Daeva benar-benar mengirimnya pulang tanpa sebuah perjalan yang panjang. Delwyn ingat kalau terakhir kali pembicaraan selesai dia berada di sebuah ruangan yang mewah. Daeva mengakhiri kalimatnya selepas menjelaskan beberapa hal yang masih terkesan rancu untuknya hingga detik ini. Selepas itu semua, ia tak ingat apa yang terjadi. Pagi ini Delwyn bangun dengan pakaian tidur yang lengkap di ruangan pribadinya.

Sebuah kertas bertuliskan kalimat pendek yang mengatakan pada Delwyn untuk menemui sang kekasih dengan segera, meminta dia mengembalikan Althea-lux padanya. Delwyn tak perlu khawatir, sihir Daeva membantunya untuk menangani semua gejala konyol yang timbul akibat hipersensitivitas Elektromagnetik yang ia derita sekarang. Namun, Delwyn tak boleh lupa, apapun yang dipinjamkan harus dikembalikan tepat waktu. Perjanjian satu pihak, bahkan ada tanda tangan Delwyn di dalam kertas itu. Seingatnya, ia tak pernah menandatangani apapun. Perempuan itu benar-benar punya kuasa yang luar biasa tak masuk akal.

--dan di sinilah dia berada. Ruangan kerja milik Areeta. Bukan ulah Daeva, dia datang dengan sendirinya. Membawa kabar bagus dan menyenangkan. Areeta tak henti-hentinya menatap dan tersenyum pada sang kekasih. Kedatangan Delwyn setelah sekian lama benar-benar punya makna tersendiri untuknya.

"Minumlah selagi masih hangat. Aku benar-benar tak menyangka kau datang pagi ini Delwyn. Kau menghilang selama satu minggu dan aku—"

"Satu minggu?" Delwyn mengerutkan keningnya. Hampir saja dia menarik secangkir teh di depannya. Namun, itu terhenti kala Areeta punya pernyataan yang bertolak belakang dengan apa yang sebenarnya terjadi. Delwyn hanya menghilang selama tiga hari. Lebihnya mungkin beberapa jam. Dia pulang kemarin, tepat di hari ke empat. "Aku menghilang satu minggu?"

Areeta mengangguk. "Mr. Halmet Stewart berkata bahwa kau sedang pergi untuk melakukan pengobatan. Kau akan segera kembali. Jadi aku menunggumu. Ponselmu juga mati dan aku benar-benar kehilangan akses untuk menjangkau keberadaanmu." Areeta bangun dari tempat duduknya. Ia berjalan ke arah meja kerjanya. "Ayahmu tak mau memberi tahu dimana kau berada. Katanya, itu demi kebaikanmu dan perusahaan." Perempuan itu mengangkat kedua sisi bahunya. "Kau tahu ... ayahmu selalu begitu padaku."

Delwyn menghela napasnya. Anggukan itu entah untuk apa. Dia tak mengerti, bahkan selepas Daeva bermurah hati untuk memulangkan Delwyn dan meninggalkan sihirnya pada tubuh Delwyn sekarang.

"Kenapa diam saja? Kau seperti orang yang sedang kebingungan. Ada masalah?"

Delwyn mengangkat pandangannya. Bercerita pasal Daeva dan tempat aneh itu, tak akan membuat Areeta percaya begitu saja. Ia memang seorang sejarahwan. Namun, Areeta masih bekerja berdasarkan logika dan teori yang ada, sama seperti dirinya. Sosok Daeva tak mungkin bisa membuatnya percaya, bahwa penyihir berwajah cantik benar-benar ada di dunia.

"Aku hanya sedikit sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Aku terlalu lama mengurung diri." Ia beralasan. Tersenyum kikuk pada kekasihnya. "Aku datang sebab ingin menanyakan sesuatu," katanya mengimbuhkan.

Areeta mengangguk. "Tanyakan," ucapnya mengijinkan. Memakai jas kerjanya untuk memulai pekerjaan di gedung penelitian yang ada di sisi gedung ruang kerjanya.

"Kau meneliti Althea-lux bukan?" tanyanya. Sedikit ragu. Tak tahu harus mulai dari mana. Ia tak tahu bagaimana cara meminta Areeta untuk memberikan akses kitab itu.

"Benar. Kau sendiri yang bilang bahwa kau tak tertarik dengan isi dan desas-desus pasal Althea-lux. Kenapa tiba-tiba bertanya?" Areeta mengambil pena di sudut meja. Menyelipkan itu di kantong jas putih, mirip jas seorang dokter. "Kau juga ingin menelitinya?"

Delwyn diam sejenak. Entahlah, dia benci apapun yang berbau sejarah dan hal-hal yang tidak pasti. Logika adalah caranya menjalani hidup, bukan dengan penafsiran.

"Aku hanya ...." Delwyn berpikir. "Hanya ... kau tahu," imbuhnya. Gagap dalam berbicara. "Aku ingin melihatnya secara langsung. Bolehkah?"

Areeta tersenyum canggung. Mengerutkan keningnya. Delwyn bersikap aneh. Tak seperti biasanya.

"Jika tak boleh, aku hanya—"

"Follow me," sahutnya memotong Delwyn. Apa yang tidak untuk kekasihnya ini? Hanya melihat, Areeta mengijinkan hal itu.

••• Luxuria's Penthouse •••

Sebuah box kaca besar dari depan Delwyn saat ini. Areeta benar-benar membawa dirinya masuk ke dalam ruang rahasia. Khusus hanya tim yang dibentuk olehnya saja yang boleh masuk ke dalam.

"Ini adalah Althea-lux." Areeta memulai. Ia menatap dari jauh kitab yang disimpan rapi di dalam sebuah kotak kaca tebal. Tersegel, belum ada yang pernah membuka gemboknya selepas sepeninggal sang kakek. Areeta hanya meneliti apa yang sempat diteliti oleh kakeknya. Sejauh ini, dia masih mencoba untuk mencari cara membuka kitab itu.

"Aku meneliti dengan menggunakan kitab tiruan. Kitab yang asli tak pernah dijamah oleh siapapun. Bukannya tak ada yang mau, investor dan penanam saham perusahaan yang dibangun oleh kakekku menginginkan semua itu. Namun, mereka hanya menelan pil pahit, bahkan sampai kabar kematian kakekku beberapa tahun setelahnya."

Delwyn melirik ke arah Areeta. Ekspresi wajahnya nampak begitu menyerah. Areeta sepertinya masih berjalan di jalan yang tak berujung. Dia tak menemukan apapun meksipun bertahun-tahun meneliti kitab itu.

"Kenapa tidak ada orang yang bisa menyentuhnya?" Delwyn kembali menatap Althea-lux. Daeva bilang, ada mantra yang mengelilinginya. Namun, Delwyn tak melihat apapun. Dia hanya melihat kotak kaca tebal dengan satu kitab kuno di dalamnya.

"Tak ada kunci yang bisa membuka gemboknya. Tak ada palu yang bisa memecahkan kacanya, dan tak ada jenis api, goncangan, atau apapun yang bisa menghancurkan kotak itu. Bahkan jika bangunan ini rubuh, mungkin Althea-lux adalah benda satu-satunya yang masih utuh dan terselamatkan."

Delwyn menghela napasnya. Semakin dia mendengar semuanya. Semakin Delwyn tak bisa mengerti apapun. Areeta memandang itu melalui sisi sejarah dan teori yang ada. Sedangkan Daeva memandangnya lewat teropong sihir. Delwyn? Dia hanya orang bodoh yang terus dibawa oleh arus yang tentu arah dan tujuannya. Pikirannya terasa diombang-ambingkan dengan hebat.

"Jika tak ada yang bisa membuka dan menyentuhnya, lalu bagaimana kakekmu membuat separuh tiruan dari isi Althea-lux?"

Areeta menghela napasnya. "Entahlah. Tidak ada pesan yang ditinggalkannya. Dia hanya pernah berkata dalam sebuah surat wasiat untuk menerjemahkan sisa tiruan itu dan menemukan objeknya." Wanita itu menggeleng dengan ringan. "Aku bahkan tak tahu objek apa yang dimaksudkan. Aku tidak bisa menerjemahkan apapun sampai sekarang. Kode dan bahasa isyaratnya terlalu rumit."

"Luxuria's Penthouse ...." Delwyn menyahut. Memotong penjelasan sang kekasih. "Bagaimana kau mengetahui hal itu?"

"Itulah bab terakhir yang diterjemahkan oleh kakekku. Kabarnya sudah menyebar di beberapa belahan dunia. Katanya, semua pasal tempat itu ada di dalam satu kitab yang bersembunyi. Kitab yang dimaksud ada di depan kita sekarang. Semuanya mencari Althea-lux, berharap bisa menjadi ilmuan pertama yang bisa mengungkap segala legenda yang ada. Namun, mereka tidak pernah tahu, kitab seperti apa yang mereka cari. Jangankan untuk membaca dan memahaminya, menyentuh saja kita tak bisa."

... To be continued ...