Rayan membantu Dina mencuci piring. Sikap yang sangat tidak biasa. Dina bahagia melihat perubahan sikap Rayan.
"Rayan bantu ya, Mah,"
Dalam perjalanan, Gilang melihat Nindia dan Farhan memasuki sebuah rumah. Ia lekas memberitahu Rayan.
Bukan tanpa alasan, Rayan mengubah perilakunya. Ia membujuk Dina, "Mah, Rayan kan ada motor, boleh dibawa ke sini kan?"
"Motor? Motor kamu dijual sama your Dad." Dina mengungkapkannya. Rayan yang telah membaca pesan masuk, mengeram, "Dasar bedebah!"
Rayan langsung berlari ke arah luar. Ia bertekad untuk memukuli Farhan. Dina merasa jika Rayan sedang marah pada dirinya.
"Rayaaaaaaaaaan! Mau kemana?" Dina berteriak memanggil anaknya. Namun, Rayan tidak berbalik sedetik pun.
"Ayarra ada panggilan les, Buk. Ayarra pergi sekarang ya!" Hari libur, Ayarra mengisi kekosongan waktu untuk menjadi guru les matematika. Ayarra pergi dengan sebuah motor bersama kakaknya.
"Kita putus!"
Pesan dari Nindia itu terbayang-bayang dalam ingatan Rayan. Padahal, kemarin malam, Nindia mengatakan jika dia amat merindukan Rayan. Ditambah pengaduan dari Gilang membuat Rayan tersulut amarah.
"Ada apa Din?" tanya Nadia.
Dina menangis. Lalu berkata, "Rayan kabur Kak. Gara-gara Dina bilang kalo motornya dijual."
"Kakak antar sampai ke dalam ya."
Rico, kakak Ayarra meninggalkan motor di luar gerbang sebuah rumah besar. Rayan yang melihat motor yang menganggur memiliki celah untuk mengambilnya. Rico hanya bisa menggigit jari ketika mendapati motornya hilang.
"Yarra, nanti pulang naik bis aja ya! Motor kakak ilang," Rico mengirimkan Ayarra sebuah pesan.
"Jadi, X-⅞ itu ..."
Belum juga Ayarra memberikan penjelasan, murid-muridnya, mengeluh, ada juga yang tertidur dan mengobrol. Ayarra tidak dihargai.
"Susah Buk, soalnya,"
"Ini gampang kok. Kamu hanya perlu fokus," tutur Ayarra.
Ada pula murid yang pergi keluar tanpa mengatakan apa pun. Ayarra sedikit kesal. Namun, dia dibayar untuk mengajar.
"Adly, mau kemana?" tanya Ayarra secara baik-baik.
"Saya mau kemana pun, itu bukan urusan ibu!"
Ayarra hanya bisa menghela napas. Ia menggertak Adly, "Kalo kamu tidak mengikuti les hari ini, ibu akan mengadukan ke orang tua kamu!"
"Aduin aja. Saya gak takut." Adly menantang Ayarra.
"Hallo Pah, Rayan kabur," terang Dina.
"Kabur? Kok bisa?"
Dina menjelaskan mengapa Rayan bisa melarikan diri. Hilmi segera mencari Rayan di Jakarta. Karena, Dina mengatakan kemungkinan besar jika Rayan menemui teman-temannya.
Dijalanan yang lenggang, Rayan ugal-ugalan membawa motor. Amarah benar-benar menguasai diri Rayan. Ia tidak berpikir sesuatu yang buruk akan menimpanya.
"Kabur? Udah ketebak sih bakalan kabur," kata Amel.
"Cari juga kalo bisa!" titah Hilmi pada anak-anak perempuannya.
"What? Kita kan cewek. Gak mau ah! Papah aja yang cari," tolak Amel.
Hilmi membulatkan matanya ke arah Amel. Amel segera menyahut, "Iya, iya, nanti Amel bantu cari!"
Dinda dan Amel mencari Rayan ke tujuan yang sama. Yaitu, di rumah Gilang.
"Nyusahin aja sih! Mana Mamah belom pulang-pulang lagi. Dipikir anaknya cuman si Rayan doang apa?" gumam Amel.
"Kak, gak boleh gitu! Rayan itu adik kita." Dina mengetuk pintu rumah Gilang.
"Ada Gilang?" tanya Dinda ketika sang pemilik rumah membukakan pintu.
Gilang pun keluar setelah dipanggil oleh orang rumah. Gilang bertanya maksud kedatangan kedua kakak Rayan itu.
"Ini, ada apa ya, Kak?"
"Kita mau cari Rayan? Ada di sini gak?" ketus Amel.
"Gak ada tuh Kak," beber Gilang.
Dinda dan Amel, lekas kembali ke rumah. Sedangkan Hilmi, masih tidak lepas dari ponselnya.
"Rayan gak ada di rumah Gilang," Amel melaporkannya pada Hilmi.
"Hanya mencari di rumah Gilang?" tanya Hilmi tidak puas dengan jawaban anaknya.
Sudah berulang kali, Dina telah mencoba menghubungi Rayan. Tersambung, tetapi, Rayan tidak mau menerima panggilan. Dina juga membujuk agar Rayan mau kembali padanya.
"Kalo Rayan kembali ke sini, Mamah janji bakalan beliin motor baru buat Rayan."
"Aduh, si Rayan kayanya emang bakal ke sini buat berantem sama si Farhan deh," batin Gilang. Gilang merasa bersalah telah memberitahukannya kepada Rayan.
"Hah? Jadi, si Rayan kabur terus mau cari si Farhan?" tanya Maman.
"Ada apa?" tanya ibu Adly melalui sambungan telepon ketika Ayarra memanggilnya.
"Adly pergi begitu saja dan tidak mengikuti les hari ini." Ayarra menjelaskan sikap buruk Adly.
Orang tua Adly menyalahkan Ayarra sebagai seorang guru. Ibu Adly juga mengatakan jika Ayarra tidak bisa memberikan yang terbaik kepada anaknya.
"Adly gak mungkin kaya gitu kalo gak ada pemicunya. Pasti gara-gara kamu, kan?"
"Kenapa ibu menyalahkan segalanya kepada saya? Saya hanya seorang guru les."
"Saya akan mencari guru lain!" Ditutupnya telepon dari Ayarra. Itu adalah akhir dari komunikasi mereka.
"Sabar," ucap teman Ayarra yang satu pekerjaan dengannya.
Menjadi guru les matematika bukankah hal yang mudah. Ayarra merasa harinya sangat berat. Ditambah, ketika membaca pesan dari kakaknya. Maman dan Gilang mencegah perkelahian yang akan terjadi dengan mendatangi markas.
"Lu yakin si Rayan pasti bakalan datang ke sini?" tanya Maman.
"Ya terus, kemana lagi coba?" Gilang amat yakin jika Rayan akan membawa Farhan ke markas untuk berkelahi.
Rico tidak tinggal diam. Ia melaporkan hilangnya kendaraan pribadi miliknya kepada pihak berwajib. Rico juga menyebutkan dengan lengkap ciri-ciri dari motornya.
"Hari ini, Vania yang masuk. Dia ada urusan mendadak. Di sini, siapa yang mau ganti? Ada bonusnya loh!" ungkap pemilik tempat les.
Tanpa pikir panjang, Ayarra mengacungkan jari telunjuk. Ia membutuhkan beberapa tambahan biaya untuk membeli ponsel baru.
"Oke, Yara! Semangat ya!"
"Jadwal les Kak Vania sore? Ah, itu artinya aku akan pulang malam?" lirih Ayarra.
Rayan berhenti di tengah jalan. Ia memanggil Nindia. Namun, malah suara Farhan yang terdengar di telinganya.
"Kenapa lo yang angkat anjing?" geram Rayan.
"Santai bro, gue pacarnya Nindi sekarang." Farhan benar-benar memancing dan mengundang kehadiran Rayan.
Rayan bertanya keberadaan Farhan, "Gue mau ketemu empat mata sama lu!"
Farhan membeberkan keberadaannya. Dengan senjata tajam yang ada ditangan, Farhan tersenyum sinis. Ia menanti kedatangan Rayan.
"Kamu kok angkat telepon aku sih?" Nindia sedikit kesal karena Farhan mengangkat panggilan telepon dari ponselnya.
"Aku pergi dulu!" ungkap Farhan pada Nindia.
Rayan memainkan gas. Motor yang dia bawa hampir menabrak Farhan. Tidak ada rasa takut, Farhan menghampiri Rayan yang sedang dalam keadaan marah.
"Gimana? Rayan udah ketemu?" Dina menelepon Dinda.
"Belum Mah, Mamah jangan panik. Nanti juga Rayan pulang kok." Dinda menenangkan hati ibunya.
Rayan turun dari motor dan langsung menerjang, menghajar Farhan, Farhan tidak kalah, dia juga memukul pelipis Rayan.
"Kenapa lo hajar gue?" tanya Farhan yang sebenarnya, Farhan telah mengetahui jawabannya.
"Lo tau jawabannya, dan lo masih nanya?"