Saat ini Seno sedang duduk di meja makan sambil bertopang dagu, memperhatikan Winda yang sedang sibuk dengan adonan cake-nya.
Setelah melakukan kesepakatan waktu itu, mereka menjadi semakin dekat dan banyak menghabiskan waktu bersama, serta—selalu bercinta habis-habisan setiap malam.
Seno mengerti dan paham kalau bercinta dengan Winda awalnya bukanlah bagian dari rencananya. Tapi lihatlah? Pria mana yang tidak akan tergoda saat melihat tubuh mungil namun padat milik Winda. Apalagi saat itu, saat dimana Seno pertama kali melihat gadis itu hanya menggunakan bra. Ya! Seno tetaplah seorang pria!
Dan selagi ada, bukankah Seno harus menikmatinya?
"Masih lama?" Seno bertanya.
Winda kemudian membalik badannya, lalu menjawab seraya tersenyum, "Masih."
Oh lihatlah, Bahkan sekarang Seno sudah sangat yakin kalau gadis itu sudah mulai jatuh cinta kepadanya. Terlihat dengan jelas dari senyuman dan gerak-gerik Winda akhir-akhir ini, bahwa gadis itu memang sudah mulai jatuh kedalam pelukan Seno.
Wanita manapun pasti akan luluh jika di perlakukan seolah-olah dia adalah wanita satu-satunya. Seperti yang selama ini Seno lakukan kepada Winda dalam beberapa minggu terakhir.
"Minggu ini kalau kita jalan mau gak?" Seno kembali bertanya.
Winda yang masih sibuk dengan adonannya tersenyum kecil saat mendengar penuturan Seno. Akhir-akhir ini ia memang sangat merasa bahagia. Seno sepertinya memang serius dengan kata-katanya saat di pemakaman waktu itu.
Tanpa membalik badannya, Winda menjawab dengan malu-malu, "Terserah."
Sudut bibir Seno terangkat naik, lihatlah bagaimana gadis itu sekarang bersikap malu-malu padanya. Seno kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Winda, lalu memeluk gadis itu dari belakang.
"Yaudah. Minggu ini—kita jalan, ya, " Bisik Seno ditelinga Winda, lalu mendaratkan bibirnya untuk mengecup pipi gadis itu.
Mendapat perlakuan manis dari Seno membuat pipi Winda segera memerah, seumur hidupnya baru kali ini ia dilerlakukan sangat manis dan spesial dari seorang pria.
****
"Lo beneran mau nikah sama Seno?" Kevin bertanya pada Mirna. Rasanya seperti mimpi setelah impian kedua sahabatnya sebentar lagi akan terwujud.
Mirna dan Kevin saat ini sedang berada di taman dekat kantor pria itu. Entah kenapa tiba-tiba Mirna ingin bertemu dengannya. Kevin sedikit bingung, karena biasanya mereka selalu bertemu bersama Seno. M
Rupanya Mirna ingin mengatakan bahwa ia akan segera menikah dengan Seno.
"Iya. Mungkin sekitar akhir bulan," Jawabnya sambil tertawa kecil.
Kevin ikut bahagia saat mendengar penuturan dari Mirna, bagaimana pun pria itu sedikit merasa lega, bahwa sahabatnya akan segera menikah. Mengingat Seno dan Mirna sudah berkencan selama tujuh tahun, tapi terhalang oleh restu.
Sebenarnya Kevin juga tidak sepenuhnya membela kedua sahabatnya itu dan sedikit setuju saat ayah Seno menolak hubungan mereka. Karena bagi Kevin, mereka memang sempat keterlaluan saat kuliah di Amerika. Tinggal bersama dan tidak serius dalam belajar adalah tindakan yang sangat salah. Mereka hanya bersenang-senang waktu itu.
"Lo sendiri sama perempuan yang waktu itu gimana? Lo suka kan sama dia?"
"Perempuan yang mana?"
Mirna tersenyum kemudian melanjutkan ucapannya, "Winda."
Bagaimana Mirna bisa tahu, apa sangat terlihat jelas, "Ah. Gak kok. Gue gak suka sama Winda."
"Udah deh gak usah denial. Semuanya keliatan jelas banget kok," Mirna mencoba menggoda Kevin.
Padahal Kevin tidak pernah cerita apapun tentang Winda kepada siapapun. Ia memang menyukai gadis itu, tapi ia belum berniat untuk menyatakannya.
Mirna tertawa kecil melihat Kevin yang sekarang sudah terlihat sangat gugup, gadis itu sangat mengerti dengan sahabatnya yang satu ini, Kevin adalah pria yang tidak pernah berkencan sebelumnya. Pria itu hanya sibuk belajar dan belajar. Hingga akhirnya pria itu mengenal Winda, dan dari cara Kevin menatap Winda, jelas terlihat bahwa dia sangat menyukai gadis itu.
"Kalau suka bilang suka. Lo harus cepet ngungkapinnya. Jangan jadi lakik yang pengecut. Karena emang jelas banget kalau Lo suka sama Winda," Tutur Mirna, lalu berdiri dari tempat duduknya.
"Lo mau pigi sekarang?" Kevin juga ikut berdiri.
"Ehmm, gue cuma mau ngasih kabar baik ini tadi. Tolong dukung gue sama Seno ya. Semoga semuanya lancar. Dan Lo? Cepet bilang sama Winda tentang perasaan Lo," Ucap Mirna sambil menepuk pundak pria itu, sebelum akhirnya pergi dari sana.
Kevin memperhatikan Mirna yang semakin lama semakin jauh dari pandangannya. Ia berpikir ucapan Mirna sepenuhnya adalah benar, ia tidak bisa terus menjadi seorang pengecut.
Memang sejak mengenal Winda, Kevin tidak pernah berhenti untuk selalu memikirkan gadis itu. Menurutnya Winda adalah gadis yang unik dan lucu. Tapi, Kevin masih ragu. Pria itu ragu kalau Winda juga memiliki perasaan untuknya.
Kevin menghela napasnya, ia akan memikirkannya terlebih dahulu, sebelum mengambil keputusan.
****
Winda sedang bersenandung kecil sambil sesekali melihat Yunj yang saat ini sedang sibuk memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam kulkas.
"Keknya suasana hati bos akhir-akhir ini lagi berbunga-bunga, ya?" Tanya Yuni sambil terus fokus memasukkan bahan makanan ke dalam kulkas.
"Keliatan jelas banget, ya?" Winda tersenyum simpul.
Ucapan Winda memang benar, akhir-akhir ini ia merasa bahwa hidupnya jauh lebih berwarna. Seno selalu memperlakukannya dengan baik. Awalnya Winda tidak yakin dengan Seno, tapi sepertinya pria itu memang serius saat ini.
Dan mereka memang suami istri jadi Winda pikir tidak ada salahnya mereka hidup seperti sekarang.
"Bangett tau... Bos udah punya pacar, ya?" Yuni kembali berucap, kemudian gadis itu berdiri dan mengambil sapu untuk menyapu lantai yang sedikit kotor.
Tiba-tiba ada salah satu pegawai yang masuk ke dalam dapur, "Bos, ada yang nyariin tu."
Orang yang selalu datang untuk menemuinya di kafe adalah Seno jika bukan Seno, orang itu adalah Levin. Jadi Winda pikir, pasti salah satu dari kedunya.
"Oke." Ucap Winda lalu bangkit dan pergi dari dapur.
****
Wind masih tidak percaya bahwa orang yang ingin menemuinya adalah Julia—Ibu Seno. Wanita itu masih sama, terlihat sangat cantik, walaupun keriput diwajahnya tidak bisa berbohong.
"Saya tahu kamu sudah menikah dengan Seno," Kata Julka, matanya terus menyorot Winda tanpa sedikitpun beralih.
Winda tersenyum kecil, dalam hatinya ia sangat takut jika Julia akan menentang hubungan mereka, mengingat wanita itu sejak dulu tidak pernah menyukainya.
"Hubungan kami saat ini udah baik-baik aja, tolong jangan—"
"Tenang aja," Julia langsung memotong ucapan Winda, kemudian melanjutkan kalimatnya "Kamu tau kenapa dulu saya sangat benci sama kamu?"
Mungkin sekarang sudah waktunya Winda harus mengetahui kenapa Julia sangat membencinya. Winda menghela napas dan memejamkan mata sesaat, "Kenapa?"
"Ibu kamu—Almarhum ibumu, Mantan suamiku sangat mencintai ibumu," kali ini Julia berucap sambil beralih untuk tidak menatap Winda.
Winda terdiam, masih menunggu Julia melanjutkan kalimatnya.
"Sejak dulu saya dan ibu kamu udah saling mengenal. Ibu kamu adalah senior saya saat kuliah. Ramdan sangat menyukai ibu kamu yang merupakan teman satu kelasnya—tapi karena ibumu miskin, Ramdan tidak mempunyai keberanian untuk mengatakannya, hingga akhirnya pria itu menikah dengan saya dan saya melahirkan Seno. Sudah bertahun-tahun kami menikah tapi Ramdan tidak pernah melupakan ibumu—hingga akhirnya dia mendengar bahwa ibumu telah meninggal saat melahirkan dirimu—"
Julia menghela napasnya, wanita itu menelan ludahnya sendiri. Berusaha kuat untuk menceritakan kenangan pahit yang selama ini telah ia lewati kurang lebih selama 28 tahun.
Julia kembali melanjutkan kalimatnya, "Waktu itu saya tau bahwa Ramdan sangat hancur, lalu dia mendengar bahwa ayahmu dipecat dari pekerjannya. Karena memikirkan bahwa kamu adalah anak dari perempuan yang dia cintai, Ramdan langsung menyuruh ayahmu untuk bekerja di rumah kami. Sejak saat itu, saya semakin membenci kamu! Melihat kamu itu seperti aku sedang berhadapan dengan musuh saya. Dan asal kamu tahu bahwa Ramdan tidak pernah mencintaiku, dia hanya mencintai ibumu!"
Winda tidak bisa menahan air matanya lagi saat mendengar kenyataan pahit yang selama ini dirasakan oleh Julia. Hatinya terasa sangat sakit.
Saat ini Winda seperti mendapatkan sebuah tamparan yang menyakiti hatinya. Bagaimana bisa ini terjadi, Winda yang memang dari kecil sudah ditinggal ibunya tidak mengetaui kalau fakta-fakta seperti ini telah membuat Julia sangat membencinya.
Jika saja ja yang harus merasakan itu, pasti ia tidak sanggup untuk bertahan bersama orang yang bertahun-tahun tidak pernah mencintai dirinya.
"Saya minta maaf—" Ucap Winda sambil menundukkan kepalanya.
"Kamu gak salah, saya yang seharusnya minta maaf."
Sontak Winda langsung menatap Julia, dilihatnya wanita itu yang juga sudah menangis dan menatapnya dengan sendu, sangat berbeda dengan tante Julia yang dulu sangat menyeramkan.
"Tante," Winda menyentuh tangan Julia.
"Jangan panggil saya tante lagi, sekarang saya adalah ibu kamu. Saya minta maaf karena pernah jahat sama kamu. Saya terlalu egois waktu itu. Kamu adalah anak yang baik."
Air mata keduanya sudah sama-smaa.tidak bisa dibendung lagi.
Bagaimanapum Julia harus mengatakan ini, ia tidak mau hidup tersiksa dan menyimpan begitu banyak rahasia dan dendam kepada anak yang tidak mengetahui apapun. Ia ingin Winda tahu yang sebenarnya. Dan wanita itu tidak ingin terus membenci Winda.
"Maaf karena selama ini pasti sangat menyakitkan."
Julia menggelengkan kepalanya pelan, wanita itu lalu menyentuh tangan Winda, "Sekarang mari kita lupakan hal-hal yang menyakitkan, lalu membuka lembaran baru."
Winda menghela napasnya dan mengusap air matanya. Lalu menatap Julia, "Iya, Ma."
"Tolong jaga Seno, kayaknya dia masih marah sama saya. Dan dia juga agak nakal sekarang."
"Winda pasti akan jaga Seno, Winda janji. Akhir-akhir ini dia udah jadi pria yang begitu baik, Ma," kata Winda tersenyum.
"Syukurlah, saya tahu pasti kamu bisa membuatnya berubah sedikit demi sedikit. Dan terimakasih karena mau menikah dengan Seno."
Julia memang mendapat undangan untuk menghadiri pesta pernikahan Seno dan Winda. Tapi ia terlalu malu untuk berhadapan dengan keluarga besar Ramdan. Jadi wanita itu memutuskan untuk tidak hadir di pernikahan mereka.
"Saya piki Senk bakal berulah kayak dulu," Julia kembali berucap.
"Gak, Ma. Seno baik banget sama Winda."
Gadis itu berjanji akan selalu bersama-sama dengan Seno. Walaupun hari ini ia harus mendengar kenyataan pahit, tapi Winda bersyukur bahwa sekarang Julia sudah bisa menerimanya. Dan Seno yang sudah bersikap sangat baik padanya.
****
Suara dentuman musik terdengar semakin keras, orang-orang yang sedang berada disana tampak sedang menari menikmati alunan musik tersebut.
Seno saat ini sedang memperhatikan kekasihnya yang sedang menari di depannya, "kamu cantik banget," Puji Seno, lalu menarik pinggang Mirna untuk mencium bibir gadis itu.
Mereka berdua sama-sama terlarut dalam ciuman mereka, hingga akhirnya Senk melepaskan ciuman itu, "Kapan kamu nyerein Winda?" Mirna bertanya sambil sedikit berteriak, mengingat suara musik terdengar sangat keras.
Seno hanya tersenyum, lalu meneguk minumannya, tidak menjawab pertanyaan Mirna.
"Seno!" Mirma sedikit kesal.
"Kenapa kamu nanyain itu?"
"Aku udah bilang sama Kevin kalau kita bentar lagi nikah. Aku juga nyuruh Kevin untuk nyatain cintanya terus sama Winda."
Mendengar ucapan Mirna, Seno sontak langsung menatap dingin gadis itu.
"Jadi Kevin serius suka sama Winda?"
"Hmmm." Balas Mirna mengangguk.
Mendengar jawaban Mirna, genggaman tangan Seno pada gelasnya semakin menguat.
Tidak, tidak bisa. Seno ingin bermain-main sebentar dengan Winda. Tidak ada yang boleh mengganggu mereka saat ini.
.....
TBV
VOTE COMMENT!!!!!!!
TOBAT SENO TOBAT!!!!