Untuk itu Aziel lebih memilih diam dan memantaunya. Hal itu tentu saja tidak diketahui oleh Max karena pada dasarnya Aziel memiliki kekuasaan yang begitu mutlak.
"Heem." Laszlo mencoba untuk meredakan suasana yang menurutnya kian mencengkam dan mengatakan, "Sebaiknya kita mulai sarapan ini. Waktu kita tidak banyak." Katanya membuat mereka kini menatapnya.
"Oh ayolah, aku sudah lapar. Apa kalian tidak lapar? Yak! Berhenti menatapku seperti itu, apa kalian pikir aku takut huh?" Kata Laszlo malah menantang balik mereka yang sedang menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat yang kemudian ia mendengar suara helaan napas dari mereka.
"Sebaiknya kita memulai sarapan ini." Kata Aziel layaknya perintah mereka mulai bergerak untuk memakan sarapan mereka.
"Makanlah, itu maknan khusus untukmu." Kata Zayn saat melihat Theodoric yang sepertinya ragu untuk memakam sarapannya.
Namun ia langsung menganggukkan kepalanya mengerti dan mulai untuk memakan sarapannya.
Aziel hanya diam dan selanjutnya menatap ke arah Laszlo yang kemudian berkata, "Apa kau sudah membereskannya?"
"Hm." Jawab Laszlo menganggukkan kepalanya yang mengerti maksud dari pertanyaan Aziel.
Ia sedang asik dengan sarapannya, jadi ia tidak ingin mengeluarkan suaranya untuk itu.
Sementara Theodoric kini sedang menatap Zayn seraya memakan sarapannya dan melihat betapa Zayn menikmati sarapannya juga.
"Apa ada yang kau inginkan?" Tanya Zayn kini mengalihkan pandangannya ke arah Theodoric saat ia menyadari bahwa Theodoric menatapnya sedari tadi.
Theodoric diam, ia ragu lebih mengarah takut hanya sekedar untuk mengeluarkan suaranya dan menatap sekilas ke arah Aziel yang tampak tidak peduli dengan interaksinya bersama Zayn.
Zayn yang menyadari kegelisahan Theodoric itu kembali mengeluarkan suaranya, "Tidak apa, kau tidak perlu takut. Tanyakan apa saja yang kau ingin tanyakan."
Mendapat reaksi positif dan kata penenang dari Zayn membuat Theodoric merasakan kehangatan di dalam mansion itu.
Theodoric meletakkan alat makan yang ada dalam genggamannya dimana ada sedikit keraguan di sana dan berkata, "Apakah kalian sedang melakukan pewarnaan?"
"Kenapa kau bertanya begitu?" Tanya Zayn
"Aku melihat ada orang yang sedang mebersihkan pewarna, aku rasa ia menumpahkan pewarna itu." Jawab Theodoric.
"Pewarna?" Tanya Laszlo bingung karena mereka tidak melakukan renovasi apapun apalagi mengecat bagian tertentu pada mansion ini.
Theodoric tampak menganggukkan kepalanya. "Hum, apa kalian sedang melakukan pewarnaan dan warna yang dipakai warna merah? Aku pikir dari desain mansion ini tidak ada yang cocok untuk warna merah."
Jawaban Theodoric yang begitu polos membuat mereka semua diam seribu bahasa tidak tahu harus berkata apa karena pada dasarnya mereka tahu maksud dari perkataan Theodoric mengarah kemana.
"O-oh, mungkin dia ingin mengubah warna kamarnya. Kau tahu kalau di sini kamar itu ruang pribadi mereka bukan? Semua orang berhak melakukan apapun pada ruangan itu termasuk mengubah warnanya." Theodoric tahu itu dan ia memilih untuk menganggukkan kepalanya mengerti atas jawaban yang diberikan Laszlo padanya.
Setelahnya ia kembali meraih alat makannya seraya berkata, "Aku pikir mereka kelelahan sampai ada yang tidur di lantai."
Mendengar itu membuat mereka terbatuk kecuali Aziel dan Max yang meresponnya begitu santai.
"Kau melihatnya?" Tanya Zayn memastikan dan matanya kini menatap sang kakak yang tampaknya cuek bebek atas perkataan Theodoric.
"Hum, aku bahkan menyuruhnya untuk pindah ke kamar. Tapi dia tidak memberi tanggapan, untuk itu aku menyuruh temannya untuk mengatakan itu pada temannya yang tidur."
"Benarkah? Apa kau melihat--"
"Apa kau yakin dia sedang tidur?" Max memotong cepat perkataan Laszlo yang tampak panik saat Theodoric mengatakan hal seperti itu dan kini matanya membulat sempurna atas pertanyaan Max begitu juga dengan Zayn yang pada dasarnya Zayn mengetahui segala sesuatu yang dilakukan kakaknya itu.
Theodoric sendiri dibuat bingung atas pertanyaan yang diberikan Max padanya dan ia mulai menganggukkan kepalanya walau ada sedikit keraguan di sana.
"Sepertinya kau salah liat dan seharusnya kau memastikannya apakah dia memang tidur atau--"
"Max." Peringat Aziel membuat Max langsung menatap Aziel.
"Apa ada yang salah? Aku hanya memberikannya sebuah kebenaran."
Aziel menatap Max dengan tatapannya yang paling mengerikan serta mengeluarkan aura yang begitu mencengkam untuk menghentikan Max.
"Aku rasa itu sudah cukup sebelum aku melakukan sesuatu padamu."
Ok, untuk yang satu ini benar-benar membuat Max ketakutan layaknya anak kecil ya walaupun dia sebenarnya itu memang anak kecil.
"Baiklah, baiklah, jangan menatapku seperti itu. Kau tahu itu tidak akan mempan padaku." Kata Max mencoba untuk menekan ketakutannya akan Aziel yang masih setia menatapnya begitu sadis.
"Benarkah?"
"Aziel!" Peringat Zayn supaya kakaknya itu dapat mengontrol dirinya.
"Woah, ini sangat menyenangkan. Apa aku bisa bergabung?" Suara menyeramkan lainnya kini terdengar pada pendengaran mereka.
Mereka mengalihkan pandangan mereka untuk melihat siapa itu dan mereka dibuat terkejut dengan apa yang mereka lihat.
Di sana, di depan mereka terlihat begitu jelas senyuman yang mengerikan lainnya membuat mereka merinding berbeda dengan Aziel yang menatapnya dengan tatapan yang tidak kalah mengerikannya.
"Ternyata ada tamu yang tidak diundang." Kata Aziel dengan nada paling rendah yang ia miliki membuat suasana begitu menyeramkan.
Laszlo, Max, dan Zayn memilih beranjak dari sana untuk menjauh sedikit. Kalau sudah seperti itu, tidak ada yang bisa memisahkan mereka kecuali mereka yang memiliki keberanian untuk melakukan itu.
"Semua ini salahmu." Bisik Laszlo pada Max yang dimana bocah itu hanya bisa diam melihat apa yang sedang terjadi di depan sana dimana pamannya
Max memilih untuk diam tidak menjawab.
"Oh benarkah? Aku pikir kau mengundangku untuk berpesta."
"Berhentilah bermimpi atau--"
"Tidak perlu, semua orang tahu jika tidak ada yang bisa bertahan saat kau melakukan apa yang ada di dalam otak kecilmu itu."
Aziel tampak tersenyum remeh, "Benarkah? Aku bertaruh kau yang akan gagal dan bertekuk lutut dihadapanku."
"Kau!"
"Ck! Berhentilah dan kembalikan kesadaranmu."
"Cih! Persetan sama kesadaranku, aku tahu kau selalu mengintimidasiku dan membuatnya takut. Kau kira aku tidak tahu?"
"Oh kau menyadarinya? Aku rasa itu bagus membuatmu terus takut padaku. Kau itu hanya pendatang yang kabur dari kenyataan dan meninggalkan keluarganya yang sedang berjuang antara hidup dan mati." Kata Aziel penuh kemenangan.
DEG!
Ia merasakan kesakitan saat mendengar perkataan Aziel yang seakan tengah menusuknya dengan sebuah belati yang begitu tajam. Bahkan kini air matanya mengalir begitu sana dengan kurang ajarnya menatap marah ke arah Aziel, namun tatapan marah itu hanya terjadi sebentar sebelum akhirnya ia kembali pada kenyataan. Ia telah sadar dari rasa yang tidak pernah ia ketahui apa itu.
Sepertinya yang dilakukan Aziel terhadap Theodoric mampu mengundang alam bawah sadarnya.
Melihat suasana yang menyeramkan itu sudah berakhir, ketiga orang itu kembali pada tempatnya dengan langkah pelan nan pasti.
Mereka semua diam, tidak bereaksi apapun dan hanya bisa melihat Theodoric yang tengah terdiam di tempatnya dengan air mata yang terus mengalir.