Selamat Membaca
"Aku Ganis, adiknya kak Liam."
Aku menerima uluran jabat tangan dari gadis itu dengan perasaan agak linglung karena kesulitan mencerna situasi ini. Kalau memang gadis di hadapanku ini benar-benar Ganis, adik kak Liam, kenapa dia ada di sini?
"Ganis, Mas mau ngomong sama kamu."
Kak Liam yang sedari tadi hanya diam saja akhirnya bersuara. Dia berdiri dan meraih tangan adiknya, kemudian menoleh padaku,
"Ay, aku mau ngobrol sebentar sama Ganis, ya?"
Aku mengangguk tanpa protes. Dari tempatku, aku mengawasi kak Liam yang menarik Ganis hingga ke bagian tepi bioskop yang agak sepi.
Kemudian keduanya tampak terlibat pembicaraan tanpa bisa kudengar sama sekali. Aku hanya bisa melihat ekspresi dan gerak tubuh mereka saja. Itu pun tidak terlalu jelas.