Selamat Membaca
Sebelum menghilangnya Raymond. Kehamilanku kali ini, bunyi alarm memenuhi ruangan, membuat aku menggeliat dan meraba-raba benda berbentuk balok di atas nakas, lalu menekan tombolnya agar berhenti mengeluarkan suara berisiknya. Ia memeriksa angka yang tertera di layar benda itu.
"Jam berapa, Dek?" Arina menoleh ke arah suara.
"Emh. Jam empat lebih dua puluh menit. Kenapa, Mas?"
Aku menatap laki-laki di sampingnya yang masih mengantuk.
"Hari ini Mas harus ke luar kota. Mungkin sampai beberapa hari," ucap suaminya setelah menguap.
"Ada urusan apa, Mas? Emangnya nggak bisa diwakilkan, ya?"
Aku menatap suamiku dengan sedikit cemas.
"Ada sedikit masalah di kantor. Kalau nggak segera diselesaikan, bisa mengancam perusahaan."
Raymond memaksa tubuhnya untuk bangun.
"Aku boleh ikut?"
Pertanyaan Arina membuat Raymond terkejut.
"Mana bisa, Sayang. Ini bukan liburan. Mas mengurus pekerjaan. Nggak apa 'kan, Mas tinggal beberapa hari?"
