Selamat Membaca
Pov Raymond
Aku cukup terpukul dengan kepergian abangku satu-satunya. Sebagai anak bungsu, dia menjadi panutanku dalam menjalani hidup. Dulu, ia begitu gigih dari kecil belajar ilmu bela diri.
Bang Rendy bilang ketika besar nanti dia ingin menjadi orang yang paling depan membela agamanya. Berbeda denganku yang fisiknya sedikit lebih lemah. Dari kecil aku kena hujan sedikit saja sudah sakit-sakitan. Tapi, abangku, dia tidak menyerah. Dia yang menggembleng aku hingga tubuhku semakin kuat.
Dia membangunkanku lebih awal dari yang lain. Membawaku lari pagi beberapa meter lalu berkembang menjadi kilometer, lalu menjadi rutinitas kami sehari-hari.
"Rendy, jangan terlalu keras dengan adikmu. Lihat mukanya sampai merah gitu," kata ibuku sewaktu kami pulang jogging di minggu pagi.
"Kasihan. Orang-orang hari minggu bermalas-malasan, ini malah diatur seperti tentara," sambung kakak perempuanku, Kak Nurul.