Chereads / Selalu Ada untukmu / Chapter 4 - Kepergian Dimas

Chapter 4 - Kepergian Dimas

Selamat Membaca

Setelah pemakaman kakak nya yang dimakamkan dekat rumah panti tersebut para jajaran direksi di perusahaan kakak mendadak mengadakan rapat.

Para Direksi dan Dewan pemegang saham lainnya kaget akan kedatangan Dimas dan pengacara disisinya.

Dimas mengikuti rapat dadakan walaupun tak mendapat sambutan spesial dari dewan direksi dan pemegang saham lainnya.

Dimas dengan percaya diri yang tinggi duduk bersebelahan dengan sang pengacara nya, disini Dimas memberikan surat kuasa dari almarhum kakaknya Dani Baskoro.

"Para dewan direksi dan pemegang saham saya akan memperlihatkan surat kuasa dari kakak saya tertulis sebelum beliau meninggal, silahkan dilihat baik-baik!" ucap Dimas.

"Ya Tuan Dimas anda bisa memperlihatkan pada kami disini" salah seorang ketua Dewan Direksi ini maju mengambil berkas tersebut, dan menganggukkan bahwa itu benar tulisan tangan Dani Baskoro juga memperlihatkan pada dewan yang lainnya.

Akhirnya Dewan Direksi berembug dan memutuskan bahwa Dimas yang akan menggantikan posisi kakak di Amerika.

"Ya Tuan, Dimas kami sudah mendiskusikan dan kami memutuskan bahwa anda layak dan berhak mendapatkan posisi sebagai Presdir di perusahaan yang ada di Amerika juga di Asia"

Semua orang bertepuk tangan.

Prok... Prok.. Prok..

Akhirnya rapat pun berakhir dengan acara makan siang di restoran depan perusahaan kakaknya itu,setelah Dewan Direksi yang lainnya pulang, Dimas masuk ke ruangan bekas kakak nya yang sekarang menjadi ruangan nya.

"Akhirnya aku berhasil" lirihnya.

"Thanks Gerald kamu sudah banyak membantuku, aku akan jadikan kamu pengacara ku seterusnya, kamu juga bisa ikut dengan ku ke Amerika!" titah Dimas.

"Tentu saja kawan, upps maaf sekarang kau bos ku"

"Hahaaha" Dimas tertawa bersamaan dengan

Gerald yang merasa kemenangan berhasil.

Namun di satu tempat, ada mata-mata yang melaporkan pada bos besarnya itu.

"Hallo tuan Raden, gawat anak tuan Dimas sudah mendapat posisi Dani" ujar mata - mata itu.

"Kau tenang awasi saja dulu, setelah di Amerika kita akan gulingkan perusahaan nya dengan perusahaan anak buah ku yang sudah aku beli dan aku sudah memintanya untuk membantu kita" jelas tuan Raden, yaitu ayahnya Dimas sendiri.

"kau jangan lupa awasi gerak - gerik Dimas, jangan sampai lengah. KAU MENGERTI!!" hardik tuan Raden.

"Siap Bos!!"

Telepon pun dimatikan sepihak oleh tuan Raden.

Dia sengaja menyuruh asisten datang ke rumah panti dengan membawa surat darinya untuk bekerja sebagai perawat nya Arin dan menyuruh Dokter spesialis dari luar untuk mengobati Arin, namun Arin tetap di rumah panti itu, sampai keadaannya baik atau saat pamannya dalam jeruji besi nanti.

Setelah kemarin ibu panti mengajak nya kepasar membelikan baju seragam sekolah, sepatu dan perlengkapan sekolah lainnya juga baju Arin sehari-hari nya,

Setelah itu menjelang sore ibu Asri kedatangan tamu suruhan Opa nya Arin namun hal inj harus dirahasiakan kepada Arin, untuk saat ini kata Opa Arin yang tepat untuk kesembuhan Arin hanya bersama teman-teman nya di Panti nya bu Asri, orang yang di suruh opa Arin adalah seorang suster untuk merawat Arin dan opa Arin memberikan sumbangan dan biaya buat kehidupan Arin selama di panti dan menuliskan juga akan mengunjungi nya sebulan sekali.

Pagi hari yang cerah, sinar mentari hangat masuk melalui celah-celah jendela kamar seorang gadis dan mengusik tidurnya.

Gadis itu terbangun dari tidurnya. Dia beranjak bangun dari ranjang tidur lantas keluar dari kamar dengan membawa sebuah handuk di pundaknya.

Gadis itu menatap hampa sekelilingnya. Tak ada seorang pun di sana, dia hanya tinggal sendiri di sebuah rumah panti dan belum mengenal semua penghuni rumah panti yang berukuran besar ini.

Keluarga yang dulunya sangat bahagia, kini sudah tiada dan tak lagi bersamanya.

Papa dan mama yang menyayanginya sudah lama berpulang kepada sang pencipta, sejak kecelakaan maut itu.

Mama yang sangat ia sayangi juga pergi meninggalkannya bersama sang papa disaat gadis itu sangat memerlukan dekapan dari seorang ibu.

Terkadang dia berharap bahwa semua yang ia jalani selama ini hanya sebuah mimpi buruk yang panjang dan ketika dia bangun tidur, mimpi buruk yang panjang itu akan berakhir. Tapi nyatanya, semua itu bukan lah mimpi buruk, melainkan kenyataan yang pahit.

Arina menghela nafas berat, mau bagaimanapun dia berharap, semuanya akan tetap sama dan tak akan pernah kembali lagi seperti semula.

Dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan wajah dinginnya. Setelah selesai mandi, gadis itu beranjak menuju kamarnya dan bersiap-siap dengan seragam sekolahnya.

Tak butuh waktu lama baginya untuk bersiap-siap, sekarang gadis itu sudah sangat rapi dengan seragam sekolahnya.

Arina menatap pantulan dirinya pada cermin di depannya. Mau dilihat dari sudut manapun, Arina tetap terlihat sangat cantik. Bibir merah muda yang mungil nan indah, bulu mata hitam yang lentik, rambut hitam nan lurus dan panjang, ditambah lagi bola mata berwarna hitam kecoklatan, benar-benar membuat dirinya terlihat sangat cantik dan anggun.

Arina meraih ranselnya yang sudah ia siapkan sejak tadi lantas keluar dari kamar dan pergi menuju dapur.

Sesampainya di dapur, Arina mendudukkan dirinya pada sebuah kursi di meja makan. Hanya ada satu kursi di sini, itu karena dia hanya tinggal seorang diri.

Ia menuangkan segelas air putih dan meneguknya hingga tandas. Ia tak sarapan pagi, ia hanya meminum segelas air susu dan roti untuk mengganjal perutnya nanti.

Dulu, mamanya akan sangat marah jika dia tidak sarapan pagi sebelum berangkat sekolah. Tapi sekarang, wanita itu bahkan sudah tiada.

"Arin, Indah sayang... udah siap belom? Entar telat loh," teriak bu Asri.

"Iya bu ini Arin mau turun." Arin kecil balik berteriak.

Gadis kecil itu berlari menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Seragam sekolah dasar yang ia gunakan, sangat pas pada tubuhnya yang mungil.

"Eh .. eh jangan lari! Entar kamu jatuh." kaka Dwi menatap khawatir adik pantinya itu.

Gadis kecil itu nyengir memperlihatkan deretan giginya yang putih. Ia berjalan menuju ruang makan meminum susu dan makan roti berisi keju dan ceres.

Air matanya menetes tanpa dia sadari saat mengingat masa-masa itu.

"Ck." Arin berdecak kesal, dia dengan kasar menghapus air matanya. "Dasar cengeng!!" gumamnya menggerutu Ki dirinya sendiri.

Gadis itu berdiri dari duduknya lantas pergi keluar dari dapur. Ia berjalan menuju pintu keluar dan membuka kenop pintu itu dengan perlahan.

"Ayo Arin, kita berangkat" ajak Indah.

Hari ini Arin dan Indah diantar bu Asri karena hendak mendaftarkan Arina sekolah di tempat Indah bersekolah dan anak panti lainnya.

Pov Arin

Aku terbangun saat itu diruangan bernuansa putih dan harum obat-obatan, aku bergumam" Apa aku sudah mati, dimana aku? Apa di surga?", aku menatap sekeliling ku, tiada siapa-siapa, kuhembaskan nafas" Akh".

Ceklek...

Pintu terbuka, terlihat seorang ibu dan bapak datang menghampiri.

"Rupanya kamu sudah sadar nak, kamu sudah tidur satu bulan loh di rumah sakit ini." tutur ibu itu lembut menyurai rambut ku, harum tubuh ibu itu membuat ku berpikir.

'Apa ini ibu dan ayah ku? Hmm, aku tidak ingat siapa namaku' batin ku menatap kedua orang tua itu.

"Kenapa sayang apa kamu kaget? Ibu menemukan mu ditempat kecelakaan bersama papa dan mama mu, Namun kedua orang tua mu tidak bisa ditolong lagi, Tuhan lebih menyayangi mereka" ujar si ibu, membuat ku syok dan menjerit histeris..

"MAMAAA... PAAAAPAA" Aku meronta sampai infusan di tanganku terlepas dan berdarah.

"Akh, sakit" rintihku, aku menangjs kembali dan kembali tak sadarkan diri.

Ketika bangun kembali, aku membuka mata melihat si ibu tadi menggemgam tanganku dan mengajikan yasin dengan tangan mengusap suraiku dan airmata menetes di keningku.

"Ibu, apa ibu tau siapa aku? Keluarga ku?" tanyaku.

"Maafkan ibu nak, ibu lancang membuka tas mu, ibu hanya menemukan foto mu bersama mama dan papa mu, juga kartu siswa kamu sekolah nak, kamu tinggal di kota A, bersekolah di tempat yang elit, tampaknya kamu anak orang berada nak." jelas si ibu, dan aku hanya mengangguk.

"Ibu sudah melaporkan kejadian ini kepihak kepolisian sebulan lalu, dan ibu menyuruh asisten ibu di kantor untuk ke sekolahmu yang lama meminta alamat rumah dan telepon keluarga mu yang lain, tapi sayang nak, rumah bertuliskan dijual dan satpam yang berada dalam rumah mu juga mengatakan kebenaran itu, maafkan ibu nak" lirihnya meneteskan air mata nya.

"Sebaiknya kamu ikut kami dulu ya, nak, sambil menunggu keluargamu yang lain,mungkin kakek nenek mu" jelas si ibu tersenyum kepadaku, dan ku lihat bapak itu pun mengangguk kan kepalanya.

'Mungkin aku ikut saja, kulihat mereka orang baik' batin ku dan mengangguk juga tersenyum kearah mereka berdua, ibu itu pun memeluk ku.

Keesokan harinya aku diizinkan pulang, aku pun pulang dibawa kerumah panti, ternyata ibu itu seorang ibu ketua panti asuhan, aku pun ikut bersama mereka.

Setelah di sana aku melihat keadaan begitu asri dan indah juga anak-anak juga kakak - kakak di sana sangat baik dan ramah padaku, terutama teman sekamarku Indah, baik hati anak yang cerdas, aku lihat beberapa piagam di dalam kamar nya tertata rapih, lomba olimpiade matematika 'Woow anak itu mungkin jenius" walaupun disitu tertulis juara dua, tapi dia anak yang cerdas yang membanggakan panti ini,' apakah dia bernasib sama dengan ku? Aku tidak menanyakan nya, ku simpan rapat dalam hati' batin ku.

Aku gembira sekali aku diajak ibu Asri berbelanja baju dan peralatan sekolah walaupun sekolah nya umum disini sangat hangat penduduk nya ramah, dan suasana lingkungan yang asri.

Aku bersyukur di tolong sama bu Asri dan mempunyai kakak dan adik yang banyak juga teman sebaik Indah.

Bersambung