Chereads / Dendam Winarsih / Chapter 14 - Mereka Kejam

Chapter 14 - Mereka Kejam

Kedua orang yang sedang berusaha nyalakan lampu harus kaget karena tepukkan dari Dino.

"Dinosaurus, kau membuat kami serangan jantung saja, " geram Ian.

Paijo sudah lemas karena kelakuan Dino. Dia sampai terduduk di lantai. Masa bodoh lampu nyala atau tidak.

"Kok gelap?" tanya Dino.

"Eh, manusia langka, manusia purba kala, ini juga mau kami nyalakan. Tapi Mbak manis ini, menghalangi kami, iya kan Mbak? Loh kemana si Mbak manisnya, apa dia sudah mau tidur," monolog Ian.

Ian berjalan menuju saklar dan menyalakan lampu. seketika ruangan terang. Dino melihat Paijo terduduk sambil elus dada.

"Kau kenapa Paijo? Mbak manis itu ajak kau kencan di pohon bakau ya?" tanya Dino.

"Iya, karena aku tak sempat kau gantikan. Dari tadi aku kalian tinggalkan, aku terpaksa harus jatuh romantis di atas Mbak manis itu," sungut Paijo.

Paijo masih kesal dengan kejadian itu. Dia kesal karena sahabatnya ini tak peduli malah pergi saja. Dia harus merangkak menjauhi Mbak manis itu. Walaupun pada akhirnya dia bisa bersama kembali.

"Sudah, ayo masuk, kau Ian tanganmu megang apaan itu?" tanya Dino.

"Megang organ kuceng," kesal Ian.

Ian pergi dari hadapan sahabatnya. Dia mau mandi. Dia gerah karena dari tadi keringtnya sudah membanjiri tubuhnya. Apa lagi tangannya sudah ada bekas darah Narsih tadi.

Ketiganya akhirnya pergi ke kamar. Mereka ingin mengetuk kamar Nona tapi mereka segan.

"Besok kita mulai dari mana?" tanya Ian.

"Kita tanya sama Mang Dadang saja. kayaknya dia tahu segalanya. Kalau Mang Jupri dia tak mau bagi tahu," kata Paijo lagi.

"Dia kurang mau jujur. Lihat saja di masjid tadi Mang Dadang mau menceritakan kejadian ini. Mang Jupri kayaknya sekongkol sama mereka," kata Ian lagi.

"Jangan buat fitnah. Kita cari kebenarannya. jika tidak maka kita kesulitan untuk cari siapa pembunuhnya," kata Dino.

"Tapi, menurutku mereka kejam. Pasutri baru nikah malah dibunuh. Apa salah mereka coba, apa mereka punya hutang? Atau sejenisnya? Kalau aku punya saudara dibunuh, aku akan balas lagi," kata Ian dengan suara lantang.

"Biarkan polisi yang menghukumnya. Kita tak boleh main hakim sendiri, ingat kita negara hukum, ada hukum di situ," kata Dino.

Krikk!

Krikk!

Krikk!

Goresan benda tajam menari di jendela kaca. siapapun yang mendengarnya pasti merasa ngilu.

"Apa itu Dino?" tanya Ian.

"Benda tajam, di goreskan di kaca. Duh siapa ini malam-malam ganggu kita," kesal Dino.

"Lihat sana, kamu kan berani," kata Ian.

"Aku nggak mau, takut," cicit Paijo.

Dino yang melihat kedua sahabatnya enggan ikut mau tak mau melihat ke sumber suara. Berjalan tapi pasti, Dino mengelap keringatnya.

Dino melihat kearah sahabatnya yang melambaikan tangannya. Dino mengumpat dalam hati melihat kelakuan sahabatnya itu.

Krikk!

Krikk!

Krikk!

"Sudah ketemu?" tanya Ian sambil menepuk pundak Dino.

Dino yang sedang ngintip dari jendela kamar kaget. Dia sampai memekik, namun di tutup sama Paijo dengan tangannya. Dino memukul tangan Paijo.

"Awww, sakit kambeng," ketus Paijo.

"Lagian, kenapa kau bekap mulutku pakai tangan kau yang menyengat itu," kesal Dino.

Dino mengelap mulutnya pakai baju Ian. Ian hanya bisa sabar saja.

"Kau ada masalah dengan aku Dinosaurus?" tanya Ian yang kesal.

Ian menarik bajunya dan Krekk. Baju Ian berujung koyak. Ian hanya bisa hela nafas saja.

"Kalau bukan karena kita ini sahabat, tidak mau aku tidur sekamar dan menjadi sahabat kalian yang barbar ini," ucap Ian.

"Sudah hentikan. Ayo kita intip siapa di luar, takutnya maling pula," ucap Paijo.

Ketiganya mulai mengintip satu lubang yang ada di dekat mereka. Ketiganya gantian ngintip.

"Kita mana nampak kalau lobang sekecil ini

hanya untuk mata saja," kata Ian.

Dino mulai mengintip lagi, namun matanya mengenai bulu mata panjang, dan lentik. Dino menarik kepalanya dan mengusap lobang tadi.

"Kenapa Dino?" tanya Paijo.

"Sepertinya, mataku kelilipan rambut lah," kata Dino.

"Rambut siapa?" ucap Ian.

Dino mengidikkan bahunya. Dia masih penasaran kenapa bisa masuk bulu mata ke lubang itu.

"Coba aku lihat, kau ini. Tadi aku lihat tidak ada apa-apa," kata Paijo.

Paijo mulai mengintip dengan matanya, dia melihat bola mata merah pekat menatapnya dan benar saja ada bulu mata yang mengenai mata Paijo.

Paijo mundur perlahan, dia gemetar karena melihat mata merah pekat itu dan menatapnya dengan tajam.

"It-itu matanya merah, dan aku pikir itu bukan maling," ucap Paijo terbata-bata.

"Coba aku lihat," ucap Ian.

Ian yang melihatnya kaget bukan main, dia melihat mata yang persis seperti yang di lihat Paijo. Dino yang penasaran juga ikut melihat dan hasilnya sama.

Ketiganya mundur perlahan kebelakang. Dino, Ian dan Paijo naik ke atas ranjang. Ketiganya masing-masing mengambil selimut.

"Dino, itu apa?" bisik Ian.

"Mana aku tahu, kita baru lihat kan. Yang pasti itu mata orang, dan orangnya bukan kayak kita," kata Dino.

"Iya, kalau mata kita merah, tinggal kasih tetes mata sembuh tuh mata. Nah, kalau ini aku tak tahu,"

bisik Paijo.

Ketiganya sudah tidak bisa lagi menahan takutnya. Suara burung hantu dan kodok saling sahut menyahut, jangkrik juga ikut paduan suara tambah lagi deritan kaca membuat suasana seperti okrestra.

"Aku Ingin pipis nih," rengek Ian.

"Kau ini ya, saat seperti ini masih sempat mau pipis. Tahan sampai pagi," kata Paijo.

"Eh, kacang ijo, kau pikir pipis bisa bertahan apa, jika aku pipis di sini gimana," ucap Ian.

Dino yang sudah kesal sama Ian dan Paijo, akhirnya mengalah.

"Ayo cepat kita pipis. Lagian kau ini, minum malam jangan satu ember, satu drum sekalian," sungut Dino.

"Dino, aku penasaran lah. Mata tadi punya siapa dan yang melakukan itu siapa ya?" tanya Paijo pada Dino

Ketiganya keluar menuju kamar mandi, yang dekat dengan kamar Nona.

"Sudah jangan diingat mata siapa. Anggap saja mata maling itu. Dah kamu Ian, cepat masuk sana, udah malam. Kami mau tidur," ketus Dino.

"Kalian jangan tinggalkan aku ya," ucap Ian.

"Hmm," jawab keduanya.

Dino dan dan Paijo duduk di sofa yang ada tvnya. Karena asyik melamun, tv secara spontan nyala. Dino dan Paijo kaget karena tv nyala sendiri.

"Di-Dino ka-kau nyalakan tv ya?" tanya Paijo.

"Nggak, mana ada aku nyalakan, remot saja tuh di meja," kata Dino.

Ian yang sudah selesai pipis bergabung dengan kedunya.

"Katanya mau tidur, tapi nonton. Dan lihat itu, mana siarannya, yang ada semut semua tuh," ucap Ian.

Serrrr!

Ian mengambil remot dan ingin padamkan tv, namun tayangan pembunuhan Winarsih muncul di tv. Ketiganya mengangga melihat kejamnya pembunuh itu. Dino sampai mengepalkan tangannya.

"Kurang aja, mereka kejam sekali Dino, pantesan Mbak cantik itu mencari pembunuhnya," kata Paijo.

"Iya, kau benar, lihat itu! Sudah kayak hewan mereka bunuh keduanya," ucap Ian lagi.

"Sekarang apa yang akan kita lakukan sekarang Dino?" tanya Paijo.

Dino melihat tubuh pembunuh itu. Dia memicingkan matanya.

"Kalian lihat ini, ada tato ular melingkar di dadanya. Apa kalian melihatnya?" tanya Dino.

Hay sahabat Hyung, masih betah kan, maaf jika ada kurang ya, komentar di sini dan simpan di rak Mauliate Godang