Chereads / SANG PENJAGA TERAKHIR / Chapter 23 - 23. Si Tengil!

Chapter 23 - 23. Si Tengil!

David yang masih duduk bersila di tanah akhirnya melihat kepada Mori yang hanya diam saja, tidak menyela sedikit pun.

Mori yang berdiri dengan bersedekap juga melihat kepada David. "Apa? Mau ribut lagi?"

David menghela nafas mendengar perkataan Mori. "Menyesal rasanya aku sempat memikir ingin minta maaf karena sudah melukaimu menggunakan kekuatan yang tidak sama!"

"Aku juga tidak butuh permintaan maafmu! Walau tanpa kekuatan makhluk mitos pun aku tetap bisa mengalahkanmu dengan trik melawan kesombonganmu!"

David berdiri dengan cepat, dalam sekejap mata ia sudah sampai di hadapan Mori karena menggunakan kekuatan makhluk mitos miliknya.

Mori yang terkejut, tetap bisa refleks mundur, namun David menangkap lengan kanan Mori dengan cepat. "Kamu sungguh pengecut kalau menggunakan kekuatan makhluk mitosmu!"

"Aku tak akan melakukan itu!"

"Kalian terlihat seperti pasangan dalam adegan drama romantis yang akan segera melakukan ciuman." Sela Miranda yang diangguki Vino karena melihat Mori dan David yang berdiri sangat dekat. Hanya berjarak sekitar sejengkal, saling berhadapan.

David yang mendengar perkataan Miranda, melirik posisi berdirinya yang memang sangat rapat dengan Mori, karena ia menahan lengan Mori segera melepaskan cengkeramannya lalu mundur. "Aku... aku hanya..."

"Sampai jadi gugup begitu." Sela Vino kali ini.

Miranda mengangguk. "Lucu sekali."

"Tak bisa diamkah kalian?!" seru David kepada Miranda dan Vino.

Mori menghela nafas sambil mengusap lengan kanannya. "Apa kalian mau dilempar garam juga?"

David melihat kembali kepada Mori dengan cepat karena telah membelanya.

Vino segera mengangkat kedua tangan setinggi kepala. "Ampun Tuan Mori!"

"Garamnya kan tidak ada lagi!" Miranda menyikut rusuk Vino yang berdiri di sampingnya.

"Benar juga!" ucap Vino menurunkan kembali tangannya. "Beraninya bocah tengil itu mengancam dengan sesuatu yang tidak ada pada ras ksatria makhluk mitos! Dasar tengil!"

Mori mengusap dagunya setelah mendengar perkataan Vino dan Miranda. "Hum... jadi bukan hanya makhluk mitos yang kerasukan kekuatannya sendiri yang terpengaruh garam! Bahkan yang sadar dan makhluk mitos dari ras berbeda juga terpengaruh. Wah, wah, wah... informasi yang sangat berguna untuk orang yang tak memiliki kekuatan makhluk mitos seperti diriku!"

Miranda dan Vino saling pandang, kemudian juga saling pandang pada David.

"Si tengil itu, walau pun mulutnya pedas, tapi dia juga bisa menganalisa kemampuan dan kelemahan kita!" bisik Vino pada Miranda.   

Miranda menoleh sekilas pada Vino. "Ya, itu benar. Tapi ada untungnya juga, karena itu artinya dia bukan tong kosong!"

"Kenapa kalian bisik-bisik? Ayo ngaku, kalian bicarakan apa?!" todong Mori melihat Miranda dan Vino yang bisik-bisik.

Miranda bersedekap dan memasang senyum sinis melihat Mori. "Untung kamu tak punya kekuatan makhluk mitos yang membuat pendengaran menjadi super, jadi kamu tak akan tahu kami membicarakan apa!"

"Curang!" seru Mori.

"Mereka membicarakanmu." Ucap David tiba-tiba yang membuat Mori memperhatikannya seketika.

"EH! Benarkah?"

"Katanya kamu tengil, mulut pedas..."

"Kamu bohong!" potong Mori.

David menghela nafas. "Jangan biasa memotong perkataan orang!"

"Itu kan kamu. Tadi dibilang Om Vino."

David kembali menghela nafas. "Tapi untungnya bukan tong kosong! Kata mereka."

"Kenapa kamu katakan itu sama si tengil itu?" Miranda jelas tidak suka pada David yang memberitahu apa yang ia bicarakan bersama Vino.

"Makanya jangan bicara di belakang!" sahut David tegas membuat Miranda terdiam.

Vino berdehem mendengar perkataan David yang memang benar adanya.

"Benarkah itu?" Mori tidak yakin.

"Terserah mau percaya atau tidak! Tapi itu balasan dan sebagai pengganti terima kasih sudah menolongku!" ucap David sambil menyodorkan tangan kanannya untuk berjabatan.

Mori memperhatikan tangan kanan David yang terulur. Ia tahu maksud David yang hanya ingin berjabatan tangan, tapi Mori teringat dengan perkataan ayahnya yang meminta jangan sampai bersentuhan dengan David agar tidak bisa merasakan kekuatan yang belum bangkit milik Mori. Tapi dengan percaya diri, Mori menerima jabatan tangan David karena ia memiliki cincin pemberian Idris yang telah menekan aura kekuatannya agar tidak bisa dirasakan oleh para pemilik kekuatan makhluk mitos. "Apa ini artinya?"

"Kamu tak mengerti apa yang aku katakan tadi? Atau pendengaranmu terganggu?"

Mori menarik tangannya cepat. "Sudahlah. Tentu saja aku dengar dan mengerti! Oh iya, apa kamu yang mengejar dan ingin menangkap roh korban tragedi Revolusi Sosial?!"

"Dari mana kamu tahu?!" desak David maju selangkah mendesak Mori.

Mori mengangkat kedua tangannya, menekan dan mendorong dada David yang sangat dekat dengannya. "Santai..."

David kembali mundur dan itu membuat Mori menghela nafas lega.

"Apa kamu lupa, kalau aku memiliki kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata? Aku sudah mengatakannya kepadamu siang tadi."

David tampak berpikir keras mengingat apa yang dikatakan Mori. "Aku sedikit lupa, tapi akan aku coba ingat secepatnya! Kalau soal roh perempuan, siswi sekolah ini yang korban pembunuhan dan dikubur di bawah pohon dekat lapangan, ya aku memang mengejarnya karena saat itu masih dalam pengaruh kekuatanku!"

"Roh perempuan itu sampai ketakutan dan bersembunyi, karena dia takut dimanfaatkan untuk menakuti manusia! Dia walau pun dalam bentuk roh, tapi bukan roh jahat yang suka mengganggu manusia!" jelas Mori.

David sedikit tertunduk lalu kembali melihat Mori. "Aku sungguh menyesali perbuatanku itu!"

"Temuilah roh perempuan itu dan minta maaflah!" ucap Mori santai.

"Apa?! Minta maaf pada roh?!" David jelas tidak setuju.

"Ya. Bagaimana pun, dia tidak pernah mengganggu siapa pun selama ini! Aku tahu itu berkat kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan makhluk tak kasat mata!"

David kembali menghela nafas. "Baiklah. Aku akan minta maaf pada roh itu! Saat ini juga biar kamu percaya!"

Mori tersenyum lebar dan menggerakkan tangan kanannya seolah memberi jalan kepada David. "Oke. Silakan."

David melangkah ke samping lalu mulai berjalan menuju lokasi pohon tempat roh perempuan yang dulunya siswi sekolah mereka yang dibunuh lalu dikuburkan. David menoleh ke belakang, melihat Mori yang berjalan mengikutinya tiga langkah di belakang kemudian  Miranda dan Vino yang lebih jauh lagi, juga mengikutinya.

Sesampainya di dekat pohon angsana tempat roh perempuan itu berada, David melihat kepada Mori. "Dia pasti trauma dan takut denganku, jadi tolong kamu yang panggilkan!"

"Oke." Sahut Mori santai sambil melirik Miranda dan Vino yang berhenti cukup jauh dari tempatnya berada. [Apa mereka berdua takut dengan roh? Kalau itu benar, sungguh memalukan!]

Mori kembali melihat kepada pohon Angsana tua yang sangat besar. Mori tersenyum kecil. "Keluarlah. Ada yang mau bicara dan minta maaf!" Ucapnya setengah berbisik dengan menatap lurus ke pohon.

Angin dingin perlahan terasa berembus beberapa saat. Setelah itu sosok perempuan dengan baju seragam sekolah lama berwarna serba putih yang transparan perlahan muncul tepat di depan Mori, namun sosok itu segera berlindung di balik tubuh Mori ketika melihat keberadaan David yang berdiri dua meter di sebelah kiri Mori. [Kenapa ada orang itu?! Aku takut!]

"Tenanglah! Tidak apa. Dia ada di sini karena mau minta maaf sudah pernah mau menangkapmu!" ucap Mori berusaha menenangkan roh itu.

[Benarkah?]

"Ya. Dia melakukan itu karena dipengaruhi kekuatan miliknya yang tak bisa dia kontrol dan juga bukan keinginannya memiliki kekuatan itu!"

Roh perempuan yang bersembunyi di balik tubuh Mori, mengintip dari balik bahu Mori, melihat kepada David.

"Itu benar. Aku ke sini karena sungguh-sungguh menyesal atas perbuatanku selama ini! Dan ingin minta maaf atas perlakuan yang telah aku lakukan!" ucap David dengan sedikit menundukkan kepalanya ketika berbicara.

[Tolong katakan padanya, kalau dia sungguh-sungguh dengan perkataannya itu, lepas segel yang dia pasang di pohon, biar tidak menggangguku terus setiap kali keluar jadi terasa seperti sedikit kesetrum!]

Mori menoleh kepada David. "Kamu pasti dengar apa yang dikatakannya, jadi tolong lakukan apa yang dikatakannya!"

"Tentu saja." Ucap David sambil mengangkat tangan kanannya ke arah pohon Angsana dan mengucapkan sesuatu tanpa mengeluarkan suara. Sebuah lingkaran berwarna kuning tampak mengelilingi sekitar pohon, namun dalam sekejap tampak seolah pecah, persis seperti kaca yang pecah kemudian hilang tak berbekas.

"WAW!" komentar Mori melihat hal itu.

"Aku sudah mencabutnya. Sekarang izinkan aku meminta maaf secara langsung! Maaf atas perbuatanku yang sangat mengganggu selama ini! Aku janji tidak akan mengulangi perbuatanku ini! Mereka bertiga saksinya! Kalau aku melakukan hal yang sama, aku tidak keberatan jika dihukum!" David dengan kepala tertunduk menghadap roh perempuan yang sudah keluar dari persembunyiannya di balik tubuh Mori.

[Baiklah, aku percaya! Aku juga menerima permintaan maafmu!]

David mengangkat kepalanya. "Terima kasih!"

Mori tersenyum lebar melihat kepada David dan roh perempuan penunggu pohon Angsana tua. [Satu masalah telah selesai.]