Mori tetap berjalan ke arah kantin meskipun masih jam belajar untuk membeli minuman meski tidak haus dan sebenarnya untuk menghilangkan gugup, karena melihat tatapan David. Mori selalu teringat perkataan ayahnya untuk menjaga jarak dengan David pada pembicaraan malam sebelumnya dan secara kebetulan Mori memang tidak pernah akrab dari masa SD dengan David.
Sialnya, hari itu malah terjadi hal yang tidak diharapkan. Mori terus melangkah sesuai tujuannya keluar. Namun saat Mori baru beberapa meter meninggalkan pintu kelas, ia mendengar suara langkah kaki yang juga mengarah keluar.
Ketika mendengar suara langkah yang kini tidak jauh berada di belakangnya, Mori menoleh ke belakang dan ia menemukan sosok David mengikutinya. Mori berusaha tenang, siapa tahu hanya kebetulan David berjalan ke toilet yang jalur awalnya sama dengan kantin yang ingin dituju Mori untuk membeli minuman.
Mori terus berjalan dengan tenang walau David berjalan semakin dekat di belakangnya. Mori mengerutkan dahi, mulai merasa ada yang aneh karena terlalu fokus pada suara langkah kaki David yang ada di belakangnya Mori jadi tidak sadar kalau ia telah berjalan cukup jauh dari kelas, tapi... Mori berhenti. Melihat lorong di sekitarnya yang ternyata masih berada di dekat kelasnya tanpa beranjak.
Dengan perlahan Mori membalik tubuhnya dan melihat David yang berdiri tepat di belakangnya dengan wajah serius. "Kenapa kamu mengikutiku?"
"Aku sudah mengunci wilayah ini! Kamu tak akan bisa ke mana-mana dan tak akan ada yang bisa menyela untuk masuk ke tempat yang telah aku kunci ini!"
"Pantas saja aku merasa tak pergi ke mana-mana! Tetap di sekitar koridor kelas dan suasana juga menjadi sepi!"
David mengangkat tangan kirinya perlahan dan... BRAAKKK!!! Mori terdorong ke dinding dan lehernya ditekan oleh David. "Siapa kamu sebenarnya?!"
Mori cukup terkejut mendapat serangan dari David yang tiba-tiba. "Apa yang kamu katakan?!" Mori berusaha melepaskan dirinya dengan tenang.
"Kenapa aku merasakan ada sesuatu yang lain darimu?!"
Mori berhasil membebaskan dirinya dari tekanan David pada lehernya. "Aku tidak tahu apa yang kamu katakan! Dan aku tak mau berkelahi saat masih jam belajar!" sangkal Mori langsung berjalan, namun David menghadang langkahnya.
"Aku tak akan melepaskanmu sebelum tahu apa yang aku rasakan ini!"
"Eh?! Jangan bilang kamu tiba-tiba merasakan jatuh cinta padaku? Najis!"
"Siapa yang mau jatuh cinta sama laki-laki bawel sepertimu! Lagi pula aku ini laki-laki normal!"
"Setidaknya banyak cewek mengelilingiku. Mulai dari Alysha, Riyani dan Miranda yang paling cantik! Selain itu dia juga seorang mahasiswi semester dua! Kamu apa? Hanya dikelilingi teman laki-laki bau keringat sesama pemain bola!" sindir Mori tanpa ampun.
David kembali ingin menahan leher Mori, namun kali ini Mori menghindar dengan menangkap lengan David, memutarnya dengan cepat ke balik punggungnya, namun David cepat meliukkan tubuhnya agar gerakannya tidak terkunci, sambil tangan kanannya juga mencengkeram lengan Mori. Lalu dengan cepat mengarahkan kepalan tangan kirinya ke rahang Mori. Dengan cepat Mori mundur ke belakang tanpa melepaskan lengan kanan David yang ia tarik dengan sengaja sebagai pegangan.
Kini keduanya saling mencengkeram. David mencengkeram lengan kanan Mori dan Mori mencengkeram lengan kanan David.
"Sudah kuduga. Memang ada sesuatu yang lain darimu!" David melihat lengan Mori yang ia cengkeram.
"Kamulah yang lain! Aku dari dulu memang sudah bisa melihat makhluk-makhluk tak kasat mata! Dan salah satunya mengatakan kepadaku kalau kamu mau menangkapnya!"
"APA?!" David tampak sangat terkejut mendengar perkataan Mori, karena tidak pernah akrab dengan Mori maka ia tidak pernah tahu jika Mori bisa melihat makhluk tak kasat mata. Hanya Alysha teman sejak masa SD yang akrab dengannya yang tahu kemampuan Mori itu.
"Kenapa kamu terkejut begitu? Harusnya aku yang terkejut! Kenapa kamu yang dulu tak bisa apa-apa, kini malah bisa melihat makhluk tak kasat mata dan malah mau menangkapnya?!"
"Tak ada yang harus aku jelaskan dan kamu tak perlu tahu apa-apa tentang kemampuanku!" seru David kembali melakukan serangan dengan melayangkan kepalan tangan kirinya, namun Mori telah bergerak lebih cepat dengan menyarangkan pukulannya pada bahu kanan David sehingga David melepaskan cengkeramannya pada lengan Mori.
David mengusap bahunya yang terasa sakit.
"Masih mau lanjut?"
David menurunkan tangan kirinya yang mengusap bahunya. "Aku tak akan menggunakan kekuatanku pada orang yang tak memiliki kemampuan khusus lainnya!" ucapnya sambil berlalu dan membuat Mori terbengong.
"Apa-apaan itu?! Kalau mau kabur bilang saja!" cemooh Mori.
David berhenti melangkah, kembali berpaling kepada Mori. Mulutnya tampak bergerak dan tiba-tiba saja tubuh Mori terhempas ke dinding yang ada di dekatnya. Kepalanya membentur dinding cukup kuat, membuat Mori merasa pusing.
"Kamu bukanlah lawanku. Orang awam sepertimu sebaiknya tidak terlibat!" David mengangkat tangan kirinya lalu menjentikkan jarinya di depan wajah Mori yang jatuh terduduk di lantai koridor dengan mengusap kepalanya. "Setelah ini kamu akan melupakan apa yang terjadi!"
Kepala Mori terkulai begitu David selesai mengucapkan kata-katanya.
Setelah Mori tidak sadar, David pun segera berlalu meninggalkan Mori begitu saja.
***
Suara bel pergantian jam pelajaran yang cukup keras membuat Mori yang tidak sadarkan diri di lantai koridor kelas menjadi terbangun dengan tersentak. Mori mengusap kepala belakangnya.
"Sakit sekali! Apa yang terjadi?!" gumam Mori ketika melihat dirinya yang duduk tersandar pada dinding kelasnya. Mori berdiri perlahan dan ia melihat tangannya yang ada sedikit bekas bercak darah setelah mengusap kepalanya. "Kenapa aku bisa terjatuh dan kepalaku sampai benjol? Aduuuh... sakit juga." Mori mengusap-usap kembali kepalanya.
Mori berjalan ke arah kantin dan sesampai di kantin ia mengambil minuman dingin dua, yang salah satu langsung ia minum dan satunya lagi ia tempelkan pada kepala belakangnya yang sedikit benjol dan terasa sakit.
Ketika Mori membayar minumannya, kasir kantin iseng bertanya. "Kenapa minuman letak di kepala? Benjol habis berkelahi lagi?"
Mori yang sedang menyodorkan uang dua puluh ribu menjadi terdiam, karena ia baru teringat apa yang terjadi dan membuat kepala belakangnya benjol. [Ah... dasar! Ternyata dia mempunyai kemampuan khusus? Sepertinya benar yang dikatakan ayah kalau David baru mendapatkan kemampuannya setelah masuk masa pubertas.]
"Hehehe... iya," jawab Mori jujur, tapi hanya dengan mengatakan 'ya' saja. Ia tidak akan mengatakan masalah yang sebenarnya kepada orang yang tidak tahu apa-apa.
Setelah membayar minumannya, Mori tidak kembali ke kelasnya. Ia tetap berada di kantin, duduk sendiri dengan tertunduk mengompres kepalanya dengan minuman dinginnya. [Apa aku harus menceritakan hal ini pada ayah? Ah... sebaiknya tidak! Ayah pasti khawatir. Sebaiknya dengan Miranda saja. Aku bisa berdiskusi dengannya tentang masalah hari ini!]
Ketika Mori sibuk dengan pikirannya, kasir kantin tadi mendatangi Mori dan langsung meletakkan sekantong es kristal di atas meja. "Itu tidak akan tahan dinginnya kalau untuk kompres. Ini sekantong es! Biar memarnya cepat hilang."
Mori melihat kepada kasir kantin yang tersenyum melihatnya. "Terima kasih!"
"Jangan sering-sering kena di tempat yang sama!" ucap kasir kantin sambil berlalu.
"Tentu saja!" sahut Mori segera meletakan sekantong es itu pada belakang kepalanya.