Chereads / SANG PENJAGA TERAKHIR / Chapter 14 - 14. GOOOLL!!!

Chapter 14 - 14. GOOOLL!!!

Mori kembali pulang ke rumahnya dengan diantar Vino yang sudah diperingatkan oleh Hanas agar tidak membuat Mori ketakutan seperti sebelumnya. Vino mengantar Mori langsung di halaman rumahnya.

"Terima..." belum sempat Mori menyelesaikan perkataannya Vino telah menghilang dengan terbang dalam kecepatan suara. Mori mulai berjalan masuk ke dalam rumahnya sambil bergumam. "Ya sudahlah kalau dia tidak mau mendengar ucapan terima kasih. Asal jangan pas ketemu lagi dia mengatakan kalau aku tidak tahu terima kasih."

Di dalam ruang makan rumahnya ketika Mori masuk, memang persis seperti apa yang dikatakan oleh Idris dan Miranda mengenai waktu yang tak bergerak. Karena saat Mori memasuki ruang makan dari pintu samping rumah, keluarganya masih makan malam.

Dengan tenang seperti tidak terjadi apa-apa, Mori duduk di kursinya, menghabiskan sisa makan malamnya yang masih ada separonya lagi. "Setelah ini aku mau mengerjakan PR. Jangan sibuk menyuruh ini dan itu ya. Kalau mau buat PR juga, minta tolong sama ayah atau ibu saja." umum Mori pada adiknya.

"Okey." Sahut adik perempuan Mori yang masih kelas tiga SD sambil menyendok nasi.

Mori mempercepat makannya dengan menyendok nasi dengan penuh.

Ayah Mori melihat anaknya makan buru-buru menjadi tertawa. "Kamu lapar atau mau buru-buru buat PR?"

"Mau buru-buru buat PR karena banyak tugas hari ini yang harus dikumpulkan besok!" bohong Mori karena sebenarnya PR nya telah siap. Ia hanya ingin mencari tahu mengenai makhluk mitos lainnya apa saja.

***

Seperti biasanya di sekolah Mori selalu bersemangat karena memang memiliki karakter yang aktif dan suka bercanda dengan teman-temannya. Pagi itu sebelum jam pelajaran pertama dimulai seperti biasa Mori bercanda dengan temannya sampai tertawa terbahak-bahak.

BRAKKK!!! Tiba-tiba Mori yang sedang duduk di kursi didorong oleh seorang teman sekelas yang baru datang. Mori berpegangan pada meja sehingga ia tidak terjatuh begitu mudah.

"Berisik!" seru seorang siswa dengan rambut cepak dan tubuh tinggi yang baru saja mendorong Mori. Siswa itu terlihat baru saja datang karena masih menyandang tasnya.

"David! Tak bisakah kamu bicara sebelum melakukan hal itu?!" seru Alysha langsung berdiri karena Mori adalah sahabatnya.

"Hump! Berlindung di balik cewek. Memalukan!" siswa yang dipanggil David itu berkata dengan santai.

Mori menatap teman sekelasnya itu. Ia dan David memang sering bermusuhan entah dalam hal apa pun sejak dari SD. Mori berdiri, menarik dengan lembut tangan Alysha ke arahnya sambil berkata. "Sya, dia itu entah gagu atau bisu, jadi bisanya main kekerasan dari dulu. Ayo kita duduk lagi."

 Mendengar perkataan Mori, David menarik lengan Mori yang menarik tangan Alysha. Menggenggamnya kuat seolah mau mematahkan lengan Mori. "Kamu selalu berisik! Tidak pernah mau mendengar walau sudah diberi tahu setiap hari!"

Mori melihat lengannya yang digenggam David, bukan sakit hanya saja Mori seperti merasakan ada sesuatu yang lain dan tidak biasa dari David. "Lihat, kamu melakukan tindak kekerasan dan bisa dikatakan bullying." Ucap Mori tenang karena teman-temannya telah membuat rekaman.

David ingin membalas perkataan Mori ketika guru kelas akhirnya datang sambil menyela apa yang terjadi di kelas.

"Ayo, ayo duduk semuanya! Itu kenapa kalian pada pegangan tangan? Apa ada cinta segi tiga atau ada hubungan terlarang?"

Pertanyaan terakhir sang guru langsung mengundang tawa karena memang kalau diperhatikan, seolah terlihat Mori yang berada di tengah sedang diperebutkan oleh Alysha dan David.

Dengan kasar David melepaskan tangan Mori yang ia genggam, karena tiba-tiba dirinya jadi bahan tertawaan sekelas. David segera duduk di baris kedua dari jendela dan berseberangan langsung dengan Mori dan Alysha yang duduk bersama di dekat jendela. 

Ketika duduk di bangkunya saat meletakkan tas dan mengeluarkan buku tulis dan buku teks pelajaran pertama hari itu, Mori kembali memperhatikan lengannya yang dicengkeram David. Memang meninggalkan sedikit bekas memerah walau tidak sakit.

"Apa sakit?" tanya Alysha ketika melihat Mori memperhatikan lengannya yang memerah bekas dicengkeram David.

"Nggak."

"Terus kenapa kamu melihat begitu?"

"Hanya heran, karena ternyata dia punya tenaga juga. Hehehe..." ucap Mori santai, tidak peduli guru sudah masuk dan orang yang sedang dibicarakan tepat di seberangnya. Untung ada Alysha yang menjadi penghalang sehingga tidak terjadi perkelahian terbuka.

BRAK!!! Terdengar suara keras menghantam meja Mori. Sebuah tas serut nyasar berisi sepatu futsal dan bola kaki kini berada tepat di atas meja Mori.

"Apa itu Mori? Berisik sekali kalian di belakang!" seru Ibu Cindy yang pagi itu mengajar Geografi.

Mori yang kebetulan duduk di dekat jendela lantai tiga dengan santainya membuang tas itu melalui jendela seolah hanya sebuah sampah. "Tidak tahu ini bu, ada yang buang sampah sembarangan..."

"HEI!!" seru David sambil berdiri dengan cepat melihat Mori membuang tasnya.

"Itu apa yang kamu buang? Sepertinya bukan sampah!" ucap ibu Cindy.

"Memang cari masalah nih anak!" David berseru sambil melemparkan buku teks geografinya sekuat tenaga dan Mori menghindar dengan mudah. Buku itu pun ikut terbuang karena jendela terbuka lebar.

"GOOOLL!!!" Mori bersorak dengan mengangkat kedua tangannya melihat buku David yang juga keluar dari jendela dengan mulusnya. Terlebih lagi karena kelas mereka berada di lantai tiga dan Mori duduk dekat jendela yang menghadap halaman samping. Artinya Mori bersorak gembira karena David membuang bukunya sendiri langsung melalui jendela lantai tiga.

Alysha yang duduk bersama Mori berusaha agar Mori tidak terus bersorak.

Teman-teman Mori yang melihat hal itu jadi ikut tertawa tanpa bisa dibendung. Membuat Ibu Cindy geleng-geleng kepala setiap masuk kelas itu.

David mendecak kesal menahan amarah. Dengan langkah kesal David terpaksa keluar untuk mengambil buku dan tas perlengkapan untuk ekskul futsalnya.

Saat David keluar, Mori segera berbisik pada Alysha. "Nanti waktu istirahat ada yang mau aku bahas. Ini serius!"

Alysha mengangguk mengerti kalau Mori sudah mengajak berbicara serius.

***

Jam istirahat. Di bangku taman samping bangunan kelasnya kini Mori duduk bersama Alysha saling berhadapan satu sama lain.

"Kamu mau bicara apa tadi di kelas?" tanya Alysha begitu mereka duduk.

Mori sedang meneguk jus jeruknya ketika mendapat pertanyaan Alysha segera melepas sedotannya. "Kamu tahu kan, kalau kita sering ribut dengan David sejak masih SD?"

"Itu cuma kamu. Jangan bawa-bawa aku yang lebih banyak jadi penengah di antara kalian yang selalu saja ribut! Kalian itu dari zaman SD sudah satu sekolah, satu kelas, bahkan SMP pun juga sama dan satu kelas juga! Sekarang ini juga, harusnya kalian itu jadi sahabat, ini malah jadi musuh! Seperti anjing dan kucing atau kucing dengan tikus yang selalu ribut!"

"Tapi hari ini. Tepatnya tadi pagi, waktu David mencengkeram tanganku, aku merasa kalau dia itu mempunyai sesuatu yang berlawanan dariku."

"Apa maksudmu?!"

Mori melirik kiri dan kanan di sekitar mereka sebelum mulai berbicara. "Kamu tahu kan aku punya satu kelebihan? Nah... tadi itu lah yang aku rasakan! Ada sesuatu dari David yang membuat aku dan dia jadi bermusuhan dari dulu!"

"Sesuatu yang lain itu kamu tahu apa?" bisik Alysha.

Mori mengangkat kedua bahunya sambil menyedot jus jeruknya. Setelah itu berkata. "Kamu kan bisa merasakan aura. Bisa tidak kalau kamu coba melihat auranya?"

"Ya, aku memang bisa. Tapi selama ini aku rasa biasa saja, tidak ada hal yang aneh dari David."

"Apa kamu yakin?"

"Tentu saja Mori!"

Mori diam, karena masih merasa ada sesuatu pada David yang tidak mereka ketahui selama ini.