Dengan buru-buru aku membalas ucapannya, takut Alexa menutup teleponnya lagi.
"Iya, aku masih di sini. Maaf, aku sedikit terkejut barusan karena kamu menelpon ku secara tiba-tiba." Balasku dengan sedikit gugup. Selain takut dia tersinggung, aku juga tidak ingin dia menutup teleponnya.
"Tidak apa-apa. Aku tahu kau pasti syok. Maaf, aku juga menelponmu dengan mendadak. Kamu jadi tidak nyaman." Alexa terdengar sangat lembut mengerti apa dengan maksudku itu.
Beruntung nya Alexa sangat pengertian, sehingga dia mau menerima alasan ku saat ini. Reina yang masih berdiri di sampingku, terlihat melotot saja terdiam tanpa mau bicara sekali pun. Mungkin dia sedikit tertegun mendengar siapa yang berbicara di telepon ini, sedangkan dia asal bicara barusan. Merasa bersalah, mungkin itu yang sedang dirasakan nya.
Reina mendekat ke arahku sambil tersenyum lebar, dia seakan berucap maaf kepada ku akan tetapi tidak dia utarakan dengan jelas. Hanya kode yang dia berikan kepada ku, dengan menghimpitkan tangan ke arahku beserta ucapan maaf, yang disertai dengan bisikan suara sangat perlahan.
"Maafkan aku kak! Aku tidak tahu kalau itu bukan pelanggan mu." Bisik Reina di telingaku, dengan seringaian di bibirnya.
"Oke! Tidak ada masalah dengan itu, no problem." Balasku dengan berbisik pula. Ku buat ibu jari ku acungkan ke arah nya, meyakinkan dia kalau aku tidak mempermasalahkan hal itu.
"Anes! Kau tidak ada acara, kan malam ini?" Alexa menanyakan sesuatu yang membuat aku kembali terdiam. Melongo dengan tatapan kosong saja. Mungkin saking syoknya aku mendengar hal itu.
"Kak! Kau kenapa lagi? Kenapa banyak diam nya dari pada bicara?" Reina kembali membuat aku tersadar. Dia seperti tidak ingin aku kehilangan kesempatan dengan pria ini.
Reina terlihat begitu senang saat ada pria yang dekat dengan ku. Dia berpikir, mungkin aku akan berhenti dari pekerjaan ini jika ada pria yang mau serius pada ku. Sehingga Reina sangat mendukung agar aku punya hubungan dengan pria ini.
"Cepat katakan, kau tidak ada acara apa-apa! Seperti nya dia mau mengajakmu berkencan." Reina meng ojok-ojok diriku supaya mau membalas ajakannya.
"Masa, sih? Seperti nya bukan, deh. Tidak mungkin dia mengajakku keluar, apalagi dinner. Kita baru saja kenal Reina, jadi tidak mungkin dia mau mengajak ku jalan-jalan." Kubuat suara ku mendesah pelan supaya Alexa tidak mendengar pembicaraan kami.
"Coba saja! Siapa tahu dugaan kakak itu salah. Atau kita taruhan saja! Siapa yang salah, dia harus memberikan boneka yang kita perebutkan jika mau tidur." Reina terkekeh agar aku mau mencobanya.
Memang setiap malam kalau kita mau tidur selalu ada drama dulu, memperebutkan boneka Teddy bear pemberian salah seorang pelangganku tempo hari. Reina sangat menyukai boneka itu, sehingga dia tidak mengizinkan ku lagi tidur ditemani boneka tersebut.
Dan kini dia memberikan sebuah perjanjian padaku jika aku salah, maka hanya dia yang boleh tidur ditemani boneka tersebut. Ku buat bibir ku sedikit maju, merasa kesal dengan adanya peraturan itu.
Tapi aku tidak bisa mengelak perjanjian itu, karena merasa kasihan kepadanya. Takut dia sedih atau kecewa dengan sikap ku. Jadi kuputuskan untuk menerima apa yang dia inginkan, daripada harus melihat nya cemberut.
"Bagaimana kak, kau setuju dengan perjanjian ini?" Reina menegaskan padaku bahwa aku menyetujui perjanjian itu.
"Iya, iya. Terserah kamu saja."
"Serius, kak? Jadi, kalau kakak kalah maka boneka itu jadi milikku. Asyik." Reina loncat karena kegirangan.
Dia seakan tidak sadar kalau dirinya membuat kegaduhan di antara pembicaraan aku dengan Alexa.
"Aneska? Ada apa di itu? Terdengar rame sekali, di sana. pasti banyak orang di sana. Aku tidak mengganggumu, kan? Terus gimana, Kau tidak ada acara yang lain? Kau bisa pergi dengan ku, malam ini?"
"Oh, hah! Em.. seperti nya tidak ada tuh. Memangnya ada apa, kau bertanya seperti itu?" Jawabku dengan kata yang terbata-bata
"Malam ini aku mau mengajakmu, makan malam. Kau ada waktu untuk itu? Jika kau tidak sibuk, tapi jika kau sibuk tidak apa-apa juga. Mungkin bisa lain kali saja kita perginya." Alexa tidak membuat penekanan terhadap ku, meskipun mungkin dia sedikit kecewa kalau aku tidak pergi.
"Tidak ada, aku hanya di rumah saja. Seharusnya aku yang bertanya, kau mengajakku pergi apa kau tidak sibuk bekerja malam ini?"
"Aku sengaja mengosongkan jadwal kerja, khusus untuk malam ini. Jadi, akan ada waktu untuk kita bertemu malam ini."
"Kau yakin mau pergi dengan ku?"
"Memangnya kenapa, aku tidak mau? Tidak akan ada yang marah kalau kita pergi kapan pun." Itu menurut Alexa, tapi tidak menurut ku.
Memang tidak ada wanita lain juga pria lain di antara kita, tetapi ada ibu Alexa yang akan menghalangi kelangsungan hubungan kita nantinya. Tapi biarlah, itu urusan belakangan yang harus aku pikirkan saat ini adalah cara untuk aku menyembunyikan keadaan ku.
Menjadi wanita Obe, atau pekerjaan di sebuah Cafe itulah pekerjaan ku saat ini yang Alexa dan ibunya tahu. Bukan wanita seperti ini. Sungguh lelah aku memikirkan itu, seakan sudah tidak ada lagi yang harus aku lakukan. Hanya berbohong, dan membuat banyak alasan untuk menyelamatkan keadaan ku sekarang.
Ku buat perjanjian untuk kita diner bersama nanti malam, supaya aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mendekati Alexa dan jangan sampai gagal kali ini.
Setelah kita sepakat untuk bertemu nanti malam, ku lanjutkan niatku untuk bertemu Mamy di ruanganan nya. Ruang apartemen yang khusus untuk menerima tamu atau merencanakan sesuatu dengan para asuhan nya.
Saat ini aku sudah berada di depan pintu ruangan Momy, mau ku ketuk pintu itu ternyata aku mendengar suara perbincangan Mamy dengan seseorang. Aku tahu mungkin Mamy memanggil ku, Karena ada pria yang ingin aku temani malam ini. Aku jadi kepikiran, bagaimana kalau malam ini ada pria yang ingin aku temani untuk semalam? Sedangkan aku sudah ada janji dengan Alexa untuk dinner malam ini. Terus aku harus menggagalkan kencan dengan Alexa? Itu tidak mungkin, aku tidak mau kencan pertama ku sampai batal.
Aku harus tegas. Pokoknya, kalau Mamy nanti memaksa aku harus pergi aku tinggal menolak dan meminta temanku untuk menggantikan aku. Sekarang aku mending masuk saja dan menemui Mamy bersama tamu nya di dalam.
Tok.....tok…...tok…..
"Siapa?" Tanya Mamy dari dalam.
"Aku Mam." Dengan gegas aku membalas.
"Anes! Itu kamu? Masuklah! Mamy sudah lama menunggu mu." Pinta Mamy memberikan kesempatan untuk aku masuk ke dalam ruangan nya.
Kubuka pintu itu dengan perlahan, dan kulihat keadaan di dalam ruangan tersebut. Terlihat ada seorang pria paruh baya duduk saling berhadapan dengan Mamy di sebuah sofa. Bukan di kursi kerja nya Mamy mempersilahkan duduk pria itu seperti biasanya, dan mereka sibuk berbincang seakan sudah akrab saja.
Ku buat kaki ini melangkah, mendekati kedua orang yang saat ini terduduk menunggu diriku. Setelah ku lihat wajah pria paruh baya itu, betapa aku terkejut nya. Ya ampun, ternyata orang itu? aku ingat, aku pernah melihat dia di rumah Alexa pada saat aku mampir ke rumah nya. Di sebuah foto keluarga Alexa yang terpampang jelas di depan, jika mau memasuki rumah itu yang pertama kita lihat pasti foto tersebut. Dan aku pernah melihat nya kala itu, tidak salah lagi itu pasti dia.
Kalau begitu, dia adalah papah Alexa? Papah Alexa yang pengusaha Furniture terbesar, itu? Tapi sedang apa dia di sini? Tidak mungkin, kan dia memesan kami? Atau dia juga seorang mucikari seperti Mamy? Terus, apa hubungan nya pria itu dengan Mamy dan kami? Ya Tuhan, kenapa dunia ini sangat sempit? Kenapa harus papah Alexa yang berada di sini, kenapa tidak orang lain saja? Batinku terus berbicara mengiringi langkah kaki ku.