Varrel terperanjat ketika telinganya menangkap apa yang tadi dikatakan oleh Dokter Evan. Wajahnya mendadak pucat pasi, dan lidahnya terasa kelu untuk digerakkan. Sekujur tubuhnya terasa gemetar, dan kedua kakinya juga seolah tak mampu lagi menopang tubuh atletis. Namun, sebagai seorang pria yang berwibawa ia harus mengendalikan semua perasaan serta gestur tubuhnya itu, jika tak ingin kalau sampai ada orang lain yang menaruh curiga kepadanya. Varrel menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan melalui mulutnya. Ia harus berusaha untuk menenangkan debaran jantungnya, meskipun masih ada perasaan gugup yang menyelimutinya.
"Evan, ka …. Kau?" Varrel mengepalkan tangannya dengan kuat dengan sorot mata yang begitu tajam ke arah Dokter Evan.