Anaira bergegas berlari menuju ke kamar mandi, kemudian berdiri di depan wastafel. Ia menatap pantulan wajahnya pada cermin yang ada di atas wastafel tersebut.
Wajah cantiknya yang berkulit putih itu, kini tampak merah padam dan begitu menakutkan. Raut kemarahan jelas tergambar di wajahnya saat ini, dan bahkan ia juga melihat bagaimana napasnya itu tersengal-sengal, seolah sedang menahan amarah yang memuncak di pikirannya.
"Huft, astaghfirullahaladzim, astaghfirullahaladzim." Anaira mengucap istighfar berulang kali.
Pikirannya tiba-tiba saja kalut, emosinya memuncak, dan pikirannya terasa begitu panas, ketika ia melihat foto yang baru saja dikirimkan oleh Aisyah. Foto dimana wanita itu tengah menggenggam erat jari jemari Putra, suami Anaira.
Anaira benar-benar tak bisa menahan amarahnya yang sudah ia pendam selama seminggu ini. Kini amarahnya sudah mencapai puncak, gara-gara melihat foto yang Aisyah kirimkan kepadanya.