Haes-sal mematung. Pandangannya seketika menajam tertuju lurus ke arah ayahnya. Sendok dan garpu yang digenggam Haes-sal langsung hancur tidak berbentuk.
Ketegangan di meja makan meningkat dengan pesat. Di ujung meja Lady Kaeren menatap cemas ke arah suami dan putra bungsunya. Dari bawah meja dia menyodok tulang kering Yoseong agar membantu meredakan situasi. Namun, sulungnya itu justru memilih makanan dibanding segala-galanya.
"Apa Ayah bilang?" Haes-sal menggeram murka.
"Apa kau sudah tuli?" Sang ayah balik bertanya. Malaikat dengan wajah yang mirip dengan sulungnya itu tidak gentar oleh tatapan tajam Haes-sal.
"Justru karena aku tidak tuli, maka aku bertanya pada Ayah." Haes-sal masih berkata dengan sisa-sisa kesabaran yang kian menipis. "Apa Ayah sudah gila memberiku tawaran macam itu?"