"Astaga tidak mungkin tertukar dengannya kan?"
Yuna ahirnya sadar atas apa yang dari tadi mengganjal di hatinya. Ia sudah merasa aneh diawal memperhatikan ponselnya, ternyata memang sama persis merk, bentuk bahkan warnanya. Jadi tak heran jika dirinya tidak sadar sedang membawa ponsel orang lain, karena yang membuktikan itu bukan ponselnya ialah terletak pada sandi di ponsel itu.
Yuna tidak pernah memakai sandi apapun pada ponselnya, terlalu ribet katanya. "Tidak salah lagi ini adalah ponsel pria yang menabrak ku di halte bus tadi." Yuna lelah, lelah fisik dan psikis nya. Sudah seharian tidak bisa istirahat ditambah satu lagi masalah yang membuat pikiran nya sulit juga untuk istirahat padahal tugasnya sudah selesai hari ini.
"Appaa.. appa dimana?" teriak Yuna berusaha menemukan tanda-tanda kehidupan dari ayahnya. Karena sekarang sudah hampir larut, kafe sudah tutup dari setengah jam yang lalu. Yuna terlalu sibuk makan hingga tidak sadar banyak kejadian yang terlewat.
"Appaa.." panggilnya lagi. "Kenapa sayang, hobi mu memang teriak-teriak ya. Coba salurkan hobi mu itu jadi tukang sayur keliling pasti bermanfaat." ujar ayah Yuna receh. Saking kesalnya ia mendengar teriakan anak nya yang tiada habisnya, rasanya belum komplit kalau seharian Yuna belum berteriak. Tidak apa-apa itung-itung olah raga telinga.
"Appa, ponselku tertukar dengan milik orang lain." Yuna menyodorkan ponsel yang ada di tangannya kepada ayahnya. "Benarkah? bagaimana bisa?" ayah Yuna terkejut mendengar nya, ponsel saja sampai tertukar bagaimana dengan hal yang lain.
"Tadi aku tidak sengaja bertabrakan dengan pria di halte bus, karena terburu-buru pergi ke kafe appa aku jadi tidak fokus mengambil ponsel orang lain." jelas Yuna panjang lebar, ia sedikit resah bagaimana jika pria yang membawa ponselnya tidak bisa di hubungi sehingga ponselnya tidak bisa kembali.
"Coba appa telfon dulu, tenang jangan memasang wajah kusut begitu, itu tidak membuat ponselmu langsung kembali." ayah Yuna segera mencari ponselnya untuk menghubungi ponsel anaknya yang ceroboh itu.
Belum sampai ayah Yuna menemukan ponselnya, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel yang berada di tangan Yuna. "Astaga bikin kaget saja." hampir saja ponsel itu melompat jatuh dari tangannya, untung saja Yuna sigap menahan agar ponsel ditangannya tidak terjatuh.
"Halo? kau dimana?" kalimat pertama yang Yuna katakan, ternyata ia mendapat telfon dari nomornya sendiri. Yang berarti pria tadilah yang tengah menelfon nya. "Ah maaf, aku tidak sopan. Aku sudah kebingungan dari tadi, hingga tidak memperhatikan kata-kata ku. Padahal aku yang salah mengambil ponsel mu."
••
"Annyeonghaseyo, kau sudah menunggu lama?" Yuna baru saja memasuki sebuah kafe di daerah Itaewon. Lihatlah penampilan kucel nya yang belum sempat berganti sedari ia kuliah tadi, bahkan lengan bajunya jika di perhatikan lebih jelas terdapat noda kopi yang tidak sengaja tumpah saat tiba-tiba ponsel ditangannya berbunyi.
"Annyeonghaseyo, tidak-tidak aku juga baru sampai. Silahkan duduk terlebih dahulu." seorang pria menyambut Yuna disana, penampilan nya berbanding terbalik dengannya. Sangat modis dan mahal, jangan sampai Yuna tau harga kemeja yang tengah dipakainya bisa-bisa ia tersedak lagi saat minum.
'Ya Tuhan, apa yang kulakukan. Setelah melihatnya aku jadi sadar baju yang ku kenakan sangat tidak layak. Tapi biarlah aku tidak ada waktu untuk memikirkan pakai baju apa, yang terpenting sekarang ialah ponselku.'
"Permisi? kau tidak apa-apa?" suara pria di depannya menyadarkan kembali pikiran Yuna. "Ah maaf aku sedikit tidak fokus, kau bilang apa tadi?" sepertinya Yuna terlalu melakukan banyak kesalahan hari ini, pada saat begini pun ia masih saja tidak fokus.
"Aku bertanya namamu siapa?" ulang pria di depannya di sertai dengan senyuman kotak yang sangat menawan. 'Astaga aku habis mimpi apa semalam bisa bertemu bahkan bicara dengan pria setampan dia. Ah sepertinya ini adalah bayaran ku atas rasa lelah ku hari ini.'
"Perkenalkan namuku Choi Yuna, lalu namamu?" jawab Yuna sopan dan sedikit bersemangat. Jujur saja Yuna merasa pria di depannya ini sungguh memikat, entah dari segi penampilan maupun dari segi wajah. Yuna benar-benar terpesona dengan mahluk di depannya, bak bukan manusia ia terlalu sempurna jika harus disamakan dengan manusia seperti dirinya.
'Bahkan sikapnya juga sopan, apakah ada gadis yang tidak menyukai nya. Tapi masalahnya ia terlalu sempurna, tidak cocok dengan seleraku.' Yuna benar-benar menikmati adegan tanya jawab dengan pikiran nya sendiri, gawat sekali ia tidak boleh terlalu memperlihatkan dirinya menyukai pria ini.
"Sepertinya kau tidak mendengar apa yang ku katakan barusan, biar ku ulangi namaku Kim Minkyu." Kim Minkyu melambai-lambai kan tangannya di depan wajah Yuna menyadarkan ia dari lamunannya. "Astaga ada apa denganku hari ini. Baik Kim Minkyu, ahirnya aku tau namamu." Yuna benar-benar merasa kehilangan akal sekarang.
'Sadarlah Yuna, jangan bikin malu kumohon.. kau harus fokus.' ia memarahi dirinya sendiri di dalam pikirannya. Setelah menggeleng kan kepalanya beberapa kali agar lebih fokus ia mulai mengajak Minkyu berbincang lagi.
••
"Oh aku sampai lupa ini ponselmu." ia menyodorkan ponsel dari dalam tasnya. Sebenarnya tujuan mereka bertemu hanya untuk mengembalikan ponsel mereka yang sempat tertukar, tapi malah berlama-lama hingga hampir satu jam mereka menghabiskan waktu dengan berbincang bersama.
"Iya ini ponselmu. Karena kita sudah lebih dekat, bagaimana kalau ku simpan nomormu?" tawar Minkyu, ia bertanya dengan lantangnya tanpa rasa ragu. Tau saja kalau Yuna tidak mungkin menolak permintaan nya. Yuna tidak sesuka itu padanya, hanya saja apa salahnya saling menyimpan nomer ponsel satu sama lain, lagi pula pria di depannya lah yang lebih dahulu meminta nya.
"Tentu saja, aku tidak tau kalau ternyata kita satu universitas di Seoul. Kukira karena kau meminta ku bertemu di Itaewon kau juga tinggal ataupun kuliah juga di sini." benar, siapa sangka diantara banyak universitas yang ada di korea universitas Hannyang ialah tempat Minkyu berkuliah. Dan disanalah tempat Yuna berkuliah juga.
'Memang takdir tak akan kemana, kapan lagi bisa kenal dengan pria tampan sepertinya apalagi masih satu universitas.'
Di tengah perbincangan mereka tiba-tiba Yuna mendapat telfon dari Hyejung sahabatnya. "Permisi aku teirima telfon dulu sebentar." Ia bangkit dari tempat duduknya sembari bertanya. "Tentu, silahkan." jawab Minkyu seadanya.
••
"Kau sudah kembali?" tanya Minkyu setelah melihat Yuna kembali masuk ke dalam kafe. "Maaf karena sudah malam, aku harus segera pulang." ucap Yuna dengan segan, selain karena sudah larut rumahnya juga jauh bisa-bisa ia disuruh tidur diluar oleh ayahnya.
"Benar juga, karena keasikan bicara kita berdua sampai tidak ingat waktu. Aku bisa mengantarmu, tidak baik seorang gadis malam-malam begini pulang sendirian apalagi rumahmu jauh dari sini." Minkyu sedikit merasa bersalah karena mengajak Yuna bertemu di tempat yang jauh dari rumahnya.
Bersambung.