Pepohonan itu tampak menggoyangkan daun-daun kecil yang berada di tubuhnya, diiringi semilir angin musim semi seolah mengajak burung-burung di tangkainya untuk ikut menari bersama. Pagi yang indah dengan cuaca yang indah pula membuat mahasiswa bersemangat untuk menjalani aktivitas mereka.
"Hai, boleh aku duduk disini?" tanya gadis berambut sebahu dengan tinggi diatas rata-rata. Tangannya dipenuhi dengan buku-buku tebal yang membuatnya harus segera menemukan tempat duduk, agar tangannya bisa terbebas dari kram yang hampir membunuhnya. Gadis di depannya menganggukkan kepala dan mempersilahkan dirinya untuk duduk disampingnya.
••
Hannyoung, merupakan universitas yang memiliki bangunan terluas diantara universitas lainnya di Korea. Selain itu bangunannya yang cantik di lengkapi dengan pepohonan rimbun di sekeliling halaman kampus, menambah pesona yang kuat di kampus ini. Siapa yang tidak betah berkuliah disini, yang setiap saatnya di manjakan oleh pemandangan indah dan juga asri.
"Yuna-yaa.." panggil seorang gadis berkepang dua, dengan badan sedikit berisi tengah berlari centil menuju ke arahnya. Di susul satu lagi gadis yang terlihat lebih normal berada tepat di belakangnya. "Hei, jangan lari. Kasian lemakmu nanti berceceran di jalan bagaimana." ucap Yuna bercanda, tangannya merangkul pundak Shin Hyejung yang jauh lebih pendek darinya. Yang diejek langsung memasang wajah julid sembari mulutnya mencibir tidak terima.
"Yuna, kenapa kau tidak duduk bersama kita? dimana kau duduk tadi?" Lee sunyoung bertanya sambil tangannya ikut merangkul pundak Yuna, kendati tingginya yang hampir menyamai tinggi Yuna. "Ah, aku duduk dibarisan depan. Tanganku nyaris mati rasa karena memegang buku-buku tebal." jelas Yuna.
Mereka bertiga sudah seperti Kembar namun beda orang tua dan juga beda fisiknya, sedikit sulit di jelaskan. Intinya kemanapun mereka pergi hampir selalu bertiga, sudah seperti geng jabrik di kampung sebelah. Tapi benar saja, mereka bertiga bukan gadis-gadis lemah, lemas, dan lunglai yang selalu minta tolong diangkat kan galon pada pria.
Choi Yuna, gadis berbadan tinggi besar yang bisa melindungi dirinya sendiri dan juga teman-temannya. Bukan gendut, hanya saja karena tubuhnya tinggi jadi perawakannya sedikit lebih besar dari gadis lainnya. Jangan salah, badannya termasuk proporsional melihat tingganya menyentuh seratus tujuh puluh lima senti meter.
Kemudian Shin Hyejung, tubuhnya mungil namun sedikit berisi. Ia yang paling centil diantara temannya. Dan terahir Lee Sunyeong, ia yang paling normal tidak centil dan juga galak. Tingginya pun paling normal tidak pendek dan juga terlalu tinggi.
••
Universitas Hannyoung mewajibkan mahasiswa semester awal untuk tinggal di asrama yang sudah disiapkan oleh pihak sekolah. Kebanyakan mahasiswa akan mengeluh jika bertemu dengan peraturan semacam ini, namun berbeda dengan tiga sekawan ini. Yuna dan teman-temannya sangat menikmati tinggal disini sudah seperti rumah sendiri, selain bisa sering bertemu dengan temannya mereka juga menyukai fasilitas yang di sediakan disana, sangat lengkap dan lumayan mewah bagi kaum garis bawah seperti mereka.
Bukankah menyenangkan tinggal bersama banyak orang? hidupmu tidak akan sepi sekalipun kamu butuh ketenangan untuk belajar. Tak jarang mahasiswa di asrama mencak-mencak perkara tidak diberi waktu tenang untuk belajar. Kebanyakan siswa bernilai rendahlah yang selalu berbuat gaduh, tidak memikirkan nilainya sendiri dan juga nilai teman-temannya.
"Ya tuhan, aku capek sekali. Yuna tolong lepaskan kaos kakiku, tanganku sudah tidak bertenaga untuk melepasnya." Ucap Hyejung dengan santainya, tubuhnya tengkurap diatas kasur. "Aigoo, bagaimana bisa ada orang yang malas dan juga menjijikkan seperti mu. Setidaknya berusahalah dulu sebelum minta bantuan." ucap Yuna kasar, tapi tetap melepaskan kaos kaki temannya dengan cara yang kasar juga.
"Awas saja kau tidak mandi setelah ini, belum saja ku pukul pantatmu dengan gagang kemoceng." sekarang Sunyeong mengambil alih posisi kemiliteran yang tadi dipimpin oleh Yuna. Mereka heran dengan gadis centil ini, terlalu malas melakukan apa-apa selain berdandan.
"Baiklah-baiklah, kalau perlu ku mandikan juga mulut kalian yang kasar itu." ucap Hyejung dengan nada mengejek, sebenarnya ia sadar akan kemalasan nya yang sudah melebihi kapasitas rasa malas manusia. Tapi dorongan untuk berubah masih belum terlihat hilalnya, mari kita doakan sama-sama agar ia segera menjadi orang yang rajin.
^^
Waktu menunjukkan pukul empat sore, mereka ingin menghabiskan waktu dengan tidur sebentar setelah kecapek-an mengerjakan soal ujian di sekolah tadi.
Belum saja Yuna terlelap lebih dari setengah jam, namun dering ponselnya sangat mengganggu hingga mengacau waktu istirahat nya. Butuh waktu beberapa detik untuk membuatnya benar-benar sadar dan melihat nama siapa yang tertera di layar ponselnya. 'Appa tampan' begitulah susunan huruf yang tertera disana.
"Halo, appa. Ada apa?" Yuna berusaha tidak merengek karena dibangunkan paksa oleh ayahnya melalui ponsel. Ia kesal harus diganggu waktu tidurnya, tapi mau bagaimana lagi tak mungkin ia mengabaikan telfon dari ayahnya sendiri kalau tidak mau jadi remahan roti nantinya. "Siapa na?" tanya Sunyeong yang ikut terbangun mendengar suara orang sedang bertelfon.
Yuna menjawab dengan gerakan bibir saja yang menunjukkan bahwa ayahnya lah yang menelfon, dan menyuruh temannya itu untuk segera tertidur kembali. "Apa? kenapa harus sekarang? aku capek sekali, aku baru selesai ujian appa." Yuna merengek pada akhirnya, kakinya sudah menendang-nendang ke udara saking sebalnya. Lucu sekali menendang-nendang saat rebahan, seperti kumbang yang tubuhnya terbalik tengah berusaha untuk membalikkan tubuhnya agar bisa berjalan lagi.
"Ahh, baiklaah.. aku akan kesana." dengan malas Yuna mengangkat tubuhnya agar terduduk dan siap-siap berangkat menuju kafe ayahnya. Entah tugas apa yang diberikan ayahnya secara mendadak ini, disaat tubuhnya benar-benar lelah karena seharian ini belum diistirahatkan sama sekali.
"Menyebalkan, untung saja aku sayang appa kalau tidak pasti aku lebih pilih tidur dan mengabaikan nya." begitulah kebiasaan Yuna, sekesal dan semarah apapun ia pasti akan tetap menuruti ayahnya. Meskipun sedikit banyak bibirnya mencibir sepanjang waktu hingga ia capek sendiri.
••
Matahari sedikit bergeser kearah barat, mengundang cahaya-cahaya orange yang memanjakan mata. Disaat-saat seperti inilah sebenarnya Yuna ingin menghabiskan waktunya di pinggiran sungai Han sambil memandangi senja yang diiringi suasana romantis.
Yuna berlari tergesa-gesa, ia harus segera sampai di kafe ayahnya sebelum petang dan matahari benar-benar menghilang. Jarak kafe dan asrama Hannyoung tidak terlalu jauh, sekitar satu setengah kilo meter saja, tapi yang membuat Yuna heran mengapa dari tadi ia tak sampai-sampai di tujuan.
"Aww.." Yuna tak sengaja tertabrak seorang pria saat berlari dipinggir jalan. Sebenarnya pria itu yang tidak fokus melihat jalan, matanya tertuju pada ponsel sembari berjalan hingga berakhir menabrak Yuna. Meskipun badan Yuna tidak kecil ia sampai terjatuh saat tertabrak tadi, yang menunjukkan benturan diantara keduanya cukup keras hingga membuatnya mengaduh.
"Maaf, kau baik-baik saja? biar kubantu berdiri." ucap pria itu segan, ia merasa bersalah dan cukup sadar diri akan kelalaian nya yang merugikan orang. Syukurlah ia mau tanggung jawab dan meminta maaf dengan sopan, tangan Yuna sudah mengepal keras dan lisannya tak segan-segan akan mengumpat jika seseorang yang menabraknya barusan pergi begitu saja setelah menabraknya.