Chereads / PELACUR DI RANJANG SUAMIKU / Chapter 11 - KEHIDUPAN YANG BAHAGIA

Chapter 11 - KEHIDUPAN YANG BAHAGIA

KEHIDUPAN YANG BAHAGIA

Sejak hari itu kehidupan Gava berubah. Gava menjadi perempuan yang telah menikah dan memiliki suami maka secara otomatis Gava harus melayani suaminya.

Namun hal itu tidak lantas membuat Gava menjadi rendah diri ataupun menutup diri.

Bersama Rasyid, Gava seolah-olah menemukan kehidupan yang sangat bahagia.

Acapkali Rasyid memberikan hadiah sepulang dari dinas di luar kota. Dan Gava menyambutnya dengan sukacita. Bukan tentang seberapa mahal hadiah yang dibawakan oleh Rasyid namun lebih kepada sebuah romantisme yang berusaha ditawarkan oleh seorang suami kepada istrinya dan Gava menerima itu dengan penuh rasa syukur.

Setiap hari kekaguman Gava kepada Rasyid semakin bertambah. Gava merasa Rasyid adalah sosok yang paling sempurna dalam kehidupannya. Laki-laki terbaik setelah Ayahnya adalah Rasyid.

Ayah dan ibu Gava tidak pernah terlibat sebuah pertengkaran yang berarti dan menghabiskan waktu yang sangat lama. Biasanya jika mereka berdebat pada hal-hal yang prinsip sekalipun mereka selalu mempunyai cara untuk kembali menyapa dan kembali memupuk bahagia. Keharmonisan rumah tangg orang tuanya akhirnya menjadi kaca bagi Gava  untuk mengarungi kehidupannya berumah tangga.

Bila ada hal-hal kecil yang terjadi dan kemudian Gava tidak merasa suka dengan hal itu maka Gava akan memilih untuk mendiamkannya. Dia berharap besok dan esok harinya lagi, hal-hal kecil itu akan tiada dengan sendirinya.

"Hari ini kita pergi ke luar kota ya," ucap Rasyid kepada Gava suatu ketika.

Saat itu, Gava sendiri sedang mempunyai pekerjaan kantor yang teramat sangat banyak tetapi demi Rasyid suaminya, dia akhirnya memilih untuk meng-cancel semua kegiatannya.

Bagi Gava yang terpenting adalah kehidupan rumah tangganya, semua hal di luar itu adalah penyerta saja baginya.

"Keluar kotanya ke mana? Ada acara apa?"

"Aku pengen ngajak kamu jalan-jalan di Malioboro. Aku kangen dengan kota itu. Di sana dulu aku pernah menghabiskan masa remajaku, rasanya indah jika di sana nanti aku bisa makan gudeg Jogja ditemani kamu."

"Boleh juga. Aku juga sudah lama sekali tidak ke Malioboro."

"Terima kasih, kalau kamu mau menemaniku ke sana," ucap Rasyid sambil mencium kening Gava.

'Tapi, apakah kamu tidak mempunyai pekerjaan yang harus kamu selesaikan sekarang? Kalau misalnya sudah banyak jadwal yang harus kamu kerjakan, kita bisa saja menunda kepergian kita besok atau besok lusanya lagi, tidak harus hari ini kok."

Gava tersenyum, dia berdiri kemudian menghadap kepada Rasyid suaminya yang masih duduk di atas ranjang. Gava masih juga dengan gaun tidurnya, rambutnya yang panjang itu tergerai lalu dia berbicara, "Semua jadwalku sudah aku batalkan sejak tadi Mas Rasyid mengajakku untuk jalan-jalan ke luar kota."

"Kenapa begitu? Kalau jadwal-jadwal itu penting, bagaimana kalau dia berhubungan dengan relasi kerja dan proyek-proyek mu bagaimana? Apakah kamu tidak akan merasa rugi?"

Gava menggeleng cepat, kepalanya yang bulat itu tampak indah saat menggeleng-geleng dan Rasyid sangat terpana.

"Aku tidak akan merasa rugi bila aku kehilangan sesuatu di pekerjaanku, tetapi aku akan merasa rugi bila aku kehilangan kebersamaan bersama kamu."

Rasyid tersenyum mendengar itu.

"Kalau begitu, sekarang aku pesan tiket keretanya ya. Kita naik kereta saja tidak usah bawa mobil biar aku tidak terlalu lelah nanti."

"Boleh-boleh, aku setuju saja."

"Sambil aku memesan tiket kereta, tolong kamu siapkan aku sarapan. Nanti kita sarapan bareng. Aku cari waktu yang paling cepat agar kita bisa berangkat lebih cepat juga."

"Iya Mas. Tentang waktu sebaiknya tidak usah terlalu dirisaukan. Aku bukan pegawai. Semuanya akan berjalan dengan baik, jangan khawatir!"

Rasyid tersenyum lagi.

Gava pun keluar dari kamar kemudian menuju ke ruang makan. Dia melihat apakah di sana sudah disediakan makanan untuk suaminya dan ternyata pembantunya telah menyediakan semuanya.

Sri begitu baik kepada mereka. Dia tidak pernah lupa untuk menyediakan makanan kesukaan Rasyid. Hal itu membuat Gava merasa sangat berhutang budi kepada Sri. Itu sebabnya apapun yang Sri minta selama Gava bisa memenuhinya, Gava pasti akan mengabulkannya.

"Apakah makanannya sudah siap, sayang?" tanya Rasyid kepada Gava. Gava menganggukkan kepalanya lalu membuka tudung saji yang ada di meja. Seketika nampaklah makanan-makanan yang banyak itu.  Rasyid menggelengkan kepalanya dengan cepat,

"Banyak sekali jenis ikan yang ada di meja makan ini, kalau kita tidak menghabiskan nya kira-kira siapa yang akan menghabiskan, ya?"

"Ya, harus dihabiskan Mas. Tapi biasanya kalau ada sisa makanan, Sri selalu memberikan sisa makanan tersebut ke beberapa orang yang ada di depan sana. Makanannya juga bukan makanan sisa kok, sebenarnya bukan hanya dari makanan, dari ikan juga. Ikan yang tidak kita makan tentunya. Jadi sepertinya sah-sah saja untuk kita serahkan kepada mereka."

"Syukurlah kalau begitu, yang penting jangan dibuang begitu saja."

Gava kemudian duduk. Di depannya ada Rasyid yang juga ikut duduk. Mereka sama-sama menikmati sarapan pagi yang sudah disiapkan oleh Sri.

"Keretanya jadi jam berapa, Mas?"

"Sepertinya kita akan kesulitan mencari keretamya karena saat ini tidak bisa memesan tiket kereta langsung hari ini dan hari ini berangkat. Mungkin sebaiknya kita naik mobil saja ya. Aku akan minta sopir untuk mengendarai mobilnya, jadi aku bisa duduk santai dengan kamu di bangku tengah. Bagaimana menurutmu?"

"Boleh aja Mas, terserah kamu, yang penting bagaimana yang terbaik. Kita bisa rekreasi, bisa jalan-jalan, setidaknya itu bisa membuat kita melupakan sejenak pekerjaan-pekerjaan yang mungkin terlalu membuat kita merasa bosan."

"Iya, aku tadi juga sudah telepon sopir, katanya dia bisa. Mungkin nanti jam 10, dia sudah ada di sini. Jadi nanti setelah sarapan kita siapkan saja apa-apa yang harus dibawa."

"Iya Mas."

Hanya itu yang Gava ucapkan, menit kemudian mereka berdua sama-sama sibuk dengan sarapan yang ada di piring makan mereka.

Di dalam hati Rasyid sebenarnya, acara jalan-jalan ini hanya sekedar untuk membuat Gava merasa terbuka. Rasyid ingin sekali Gava bisa mengenal dirinya lebih dalam sehingga sifat pemalunya itu bisa sedikit berkurang.

Gava dan Rasyid saat ini sudah menikah selama 3 bulan tetapi mereka baru merasakan hubungan suami istri pada malam pertama itu dan satu minggu sesudahnya. Setelah itu mereka tidak lagi melakukan hubungan suami istri sama sekali sampai hari ini.

Rasyid seringkali merasa tidak tahan melihat tubuh Gava yang indah tetapi Rasyid sendiri rasanya tidak sanggup bila harus terus-menerus meminta kepada Gava. Dia merasa malu sekali, terlebih ketika melihat Gava pulang dari kerja langsung tidur kelelahan maka pasti Rasyid akan menahan keinginannya untuk berhubungan badan.

Itu sebabnya Rasyid berencana untuk membawa Gava keluar kota. Supaya nanti di sana mereka bisa berduaan, lepas dari semua hiruk-pikuknya pekerjaan. Mungkin dengan begitu Gava bisa sedikit terbuka dan Rashid pun bisa mengungkapkan keinginannya  di sana nanti ketika tidak ada lagi kesibukan yang menyertai dan mengganggu mereka.

Rasyid bisa terbuka kepada Gava tentang apa yang dia inginkan terutama tentang frekuensi hubungan badan. Bagi Rasyid hubungan badan adalah sesuatu yang sangat menggembirakan. Semacam sebuah rekreasi yang harus terus diupayakan oleh kedua belah pihak dan Rasyid ingin Gava pun merasakan hal yang sama.