"Kamulah yang sudah kelewatan, Adipati! Bukan Aina!"
Mas Adi sontak menoleh kaget ke arah pintu yang terbuka. Sementara, aku mengulas senyum tipis melihat kedatangan beliau. Mas Adi menatap padaku, lalu pada orangtuanya lagi.
"Kamu juga minta bapakku ke sini?" Dahi Mas Adi berkerut dalam hingga ujung kedua alisnya hampir bertemu.
"Tidak. Aku hanya mengabari tentang perceraian kita."
"Kenapa memangnya kalau bapak datang? Tidak suka kamu melihat bapak di sini?" tuding Bapak dengan suara tegas sembari berjalan mendekat ke sini.
"Bukan begitu, Pak. Aku hanya—"
"Su ami tak tahu diuntung! Kurang aj ar kamu! Tidak tahu malu!" Bapak mertua yang sudah sangat tua itu, tak terlihat sama sekali lemah di hadapan putra semata wayangnya ini.
"Pak, dengarkan penjelasanku dulu, Pak." Mas Adi menunduk dengan kedua tangan refleks melindungi kepalanya yang dipukuli bapak mertua dengan telapak tangan.