Lobak POV
Lobak berjalan menatap Rose yang kini sedang duduk di hadapannya, "makan?" Rose menghembuskan napasnya kasar dan menggelengkan kepalanya. "Oke... oke..." Lobak mengusap dagunya dan menatap mata Rose.
"Dilarang menggunakan kekuatan, apa kau mengerti?" Lobak hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Lobak mengobservasi pergerakan Rose, "monyet?" Rose memukul kepala Lobak menggunakan bantal sofa.
"Apa kau ingin mati!?" Lobak tertawa mengejek lalu ia meminum es teh yang di buat oleh maid di kediaman McConmark Manor. "Enak juga ini es tehnya" Rose hanya menghembuskan napasnya kasar, "baiklah... ini adalah kesempatan terakhir," Lobak menatap serius Rose sambil menopang dagunya.
Ia mencoba fokus namun ia menggelengkan kepalanya untuk membuang pikiran negatif tentang Rose. Lobak menatap tubuh langsing Rose. Ia berusaha untuk menahan nafsunya untuk segera menerkam orang yang kini di tatapnya. "Lobak, apa yang kau pikirkan!?" Lobak menggelengkan kepalanya dan meminum es tehnya hingga habis.
"Apa yang aku lakukan?" Lobak mengusap dagunya lalu ia tersenyum, "Lari?" Rose tersenyum lalu ia mencium pipinya, "mengapa kau lama sekali untuk menyadarinya!?" Lobak mengendikkan bahunya.
"Sekarang adalah giliranmu!" Lobak mengambil kertas secara acak lalu ia membukannya. Lobak menyunggingkan senyumannya lalu ia menaurh kertas tersebut di dalam toples. "Tebak ya?" Lobak langsung memperagakan apa yang di tulis di kertas tersebut.
Rose menatap Lobak dan mengobservasi apa yang ia lakukan. "Kesakitan?" Lobak mengangkat satu alisnya, "kenapa mikir kek gitu coba?" Rose mengendikkan bahunya, "oke gue ulangin lagi" Lobak memperagakan gerakannya kembali.
Suara ketokan pintu membuat Lobak terkejut, "di bukain gak?" Rose menggelengkan kepalanya,
"Lanjut saja, abaikan" Lobak hanya menganggukkan kepalanya.
Lobak segera melanjutkan aktifitasnya yang tertunda lalu ia kembali mendengar suara ketukan pintu, "Yang Mulia" Lobak menghentikan aktifitasnya karena salah satu maid memnaggil Rose."Mengapa mereka..." Lobak menepuk pundak Rose lalu ia menggelengkan kepalanya, "yang sabar" Lobak segera berjalan menuju pintu kamar Rose untuk menghindari amukan Rose.
Lobak membuka pintu lalu ia tersenyum. "E-e..." Lobak tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "udah santai aja, lagian gue gak gigit kok" maid tersebut hanya menganggukkan kepalanya. "Oke, kalo gitu..." Lobak langsung menarik masuk maid tersebut ke dalam kamar Rose.
"Y-Yang Mulia, Julia" Lobak menaiakkan satu alisnya, "p-persiapan berburu sudah s-siap. Gi Hoon menunggu anda di lobby" Rose menghembuskan napasnya kasar dan menganggukkan kepalanya, "jadi... draw, biar adil" Rose hanya menganggukkan kepalanya.
"Kami akan segera turun" maid tersebut hanya menganggukkan kepalanya lalu ia berjalan keluar dari kamar Rose. Rose kini menatap Lobak lalu ia menghembuskan napasnya kasar. "Apa kau siap?" Lobak menganggukkan kepalanya. Lobak berjalan mengikuti Rose lalu ia menghembuskan napasnya kasar.
"Ada apa?" Lobak menggelengkan kepalanya, "kita ke Irene sebentar gapapa?" Rose menatap Lobak, "ada apa?" Lobak menunjukkan smsnya lalu ia menghembuskan napasnya kasar. "Baiklah, lagi pula... dia adalah temanku juga" Lobak tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya, "Clara bakalan dateng juga" Lobak langsung memasukkan hapenya dan tersenyum.
Lobak menghembuskan napasnya kasar, "apa kau mengenal Clara?" Lobak menganggukkan kepalanya. "Sebenernya... dia itu dulu gebetan gue, gue jatuh cinta dan... gue gak tau kalo dia kerja di sini" Rose hanya menganggukkan kepalanya.
"Apa kau masih menyukainya?" Lobak menghembuskan napasnya kasar, "anehnya sih, gue punya perasaan ngeganjel ke dia" Rose hanya menganggukkan kepalanya, "gue gak ada apa-apa sama dia" Rose hanya berdehem dan berjalan cepat meninggalkan Lobak.
Lobak berusaha untuk menyamakan langkahnya dan Rose masuk ke dalam mobil dan meninggalkannya sendiri di luar. "Kok gue di tinggal sih!?" Lobak mendengkus kesal lalu ia menatap Gi Hoon yang kini sudah berdiri di sebelah kirinya.
"Lo ngomong soal mantan gebetan, ya cewek mana yang gak marah" Lobak menghembuskan napasnya kasar, "dia mau kemana?" Gi Hoon mengendikkan bahunya lalu ia membuka pintu mobilnya. "Gue aja kaget lo itu Luna" Lobak hanya diam dan menatap punggung Rose dari kejauhan.
"Lobak!? Sampai kapan kau akan berdiri di situ?" Lobak berjalan menghampiri Rose dan menatap Gi Hoon, "buru minta maaf!" Lobak hanya menganggukkan kepalanya dan berlari menghampiri Rose yang masuk ke dalam mobil.
Lobak membuka pintu belakangnya dan ia menatap Rose yang sedang meminum whiskynya, "gue..." Rose langsung menggeser dan membiarkan Lobak duduk di samping kirinya. "Yaudah, gue minta maaf?" Rose masih diam dan menyesap whiskynya dengan santai. "Apa? Apa kau ingin?" Lobak menggelengkan kepalanya.
"Gue mau minta maaf" Lobak menatap Rose dari samping dan menipiskan jaraknya, "apa kau mempunyai perasaan kepada Clara?" Lobak tersenyum, "dulunya sih iya" Rose hanya menganggukkan kepalanya, "jadi... gue mau minta maaf" Rose menghembuskan napasnya lega. "Cieee yang..." Rose memasukkan sandwich ke dalam mulut Lobak dan menyesap whiskynya dengan santai.
Lobak mengunyah sandwichnya sambill menatap tajam Rose yang kini sedang menyesap whiskynya dengan santai. "Apa?" Lobak menghembuskan napasnya lega lalu ia mengeluarkan hapenya, "Rose, gue... mau tanya sesuatu sama lo" Rose menatap Lobak.
"Apa... jadi penerus itu susah?" Rose menganggukkan kepalanya, "kau mempunyai tanggung jawab yang sangatlah besar, dan seluruh clan bergantung kepadamu" Lobak menganggukkan kepalanya lalu ia menopang dagunya.
"Gue gak bisa janji apa-apa ke lo, Rose... gue cuman cewek biasa yang kebetulan lahir di keluarga yang gak biasa" Rose menipiskan jaraknya lalu ia menggenggam tangan Lobak dan tersenyum. "Aku tahu" Lobak menghembuskan napasnya kasar dan tersenyum.
"Makasih" Lobak mengusap punggung tangan Rose dan ia merasakan detak jantungnya berdetak sangat cepat, "um... ngomong-ngomong lo ada tempat favorite gak?" Rose menganggukkan kepalanya. "Kennedy Manor" Lobak hanya menganggukkan kepalanya, "kau?" Lobak menatap sekilas Rose.
"Gue suka di pantai, hutan, pegunungan" Rose menganggukkan kepalanya. Rose menatap wajah Lobak dari samping lalu ia tersenyum, "apa kau memiliki... teman baik? Sahabat yang merindukanmu?" Lobak menghembuskan napasnya kasar dan menatap Rose. "Cuman Rin doang, tapi dia udah meninggal" Rose hanya diam dan menganggukkan kepalanya. "Aku turut berduka cita" Lobak tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Gue gapapa, tenang saja" Lobak menghembuskan napasnya dan tersenyum. Rose hanya menganggukkan kepalanya ringan dan menyandarkan kepalanya di pundak Lobak dan menatap wajahnya.
"Apa kau tau mengapa pundak mu begitu nyaman?" Lobak tersenyum, "gue... gak pernah berfikiran buat orang lain berfikir kalo misalnya gue..." Rose memeluk pinggangnya dan mencium pipinya sekilas, "aku menyayangi mu" Lobak menyentuh pipinya dan tersenyum tipis.
"Tapi gue perlu waktu buat sembuh dari semuanya" Rose menganggukkan kepalanya, "aku mengerti, sungguh" Rose mengusap bahu kiri Lobak. Mata mereka bertemu dan tidak ada yang ingin memuali percakapan, Lobak memeluk pinggang Rose dan mendekatkan wajahnya. Mereka bisa mendengar deru nafas dan detak jantung masing-masing.
"Apa kau yakin kau tidak apa-apa? Jika kau merasa..." Lobak mencium bibir Rose dengan lembut. "Gak lo doang yang tanya kaya gitu ke gue" Rose hanya tertawa kecil lalu ia menghembuskan napasnya.
"Apa kau..." Mobil mereka tiba-tiba berhenti dan mengerutkan keningnya, "ada apa?" Lobak mengendikkan bahunya lalu ia keluar dari mobil dan melihat Kyung Won yang membawa tubuh Clara.
"Lo..." Rose menahan lengan Lobak dan menggelengkan kepalanya. Kyung Won menyunggingkan senyumannya dan meletakkan tubuh Clara di kap mobil milik Rose dan pergi.
TBC