Malam semakin larut dan Amanda sudah berbaring di kamar hotel setelah mengisi perutnya. Matanya tak lepas dari ponsel yang dia genggam. Dia sangat berharap Fabio segera menelponnya. Perasaanya menjadi lebih sensitif karena sekaleng bir yang dia minum.
"Mengapa sekarang sangat buruk toleransi alkoholku? Bir saja bisa membuatku seperti ini?" keluhnya pada diri sendiri.
Pikirannya masih terus melayang. Terlebih dia tak bisa melepaskan pikirannya dari pria itu.
"Aku harus segera tidur. Ibu mengatakan jika aku harus bertemu dokter esok hari di rumah sakit," lirihya dan segera memiringkan tubuh rampingnya itu.
Bahkan Amanda belum melepas mantel yang dia gunakan. Mantel tebal itu masih melekat sempurna ditubuh wanita itu.
Hingga tiba-tiba ponselnya berdering. Fabio menelepon istrinya itu.
"Selamat malam, Sayang," sapa Fabio dengan nada yang begitu lemah.