Chereads / The Lord of Warrior / Chapter 3 - Kematian Seluruh Warga Desa

Chapter 3 - Kematian Seluruh Warga Desa

"Sesali karena kedatangan kalian ke sini," ucap Neer dengan mata tajam. Tangannya erat memegang tali busur, kemudian melepaskannya ketika burung Phoenix hampir menghantam pasukan berlapis logam.

Burung Phoenix menghantam lapisan logam begitu cepat. Tekanan panas yang dihasilkan membuat logam tersebut meleleh, kemudian menghantam seluruh orang yang sebelumnya bersembunyi di dalamnya.

"Berhasil!" teriak seluruh warga desa saat melihat serangan Neer berhasil.

Namun, hal itu membuat Neer kehabisan tenaga. Sebuah serangan yang kuat, pasti memiliki efek berat pada penggunanya. Begitu juga dengan apa yang baru saja dilakukan Neer saat ini. Karena kekuatan tersebut, dia harus menggunakan seluruh kekuatan yang dia miliki.

"Apa kau baik-baik saja, Neer?" tanya pria bermata putih sembari mengangkat tubuh Neer. "Kau terlalu memaksakan diri. Bukankah sudah kukatakan, untuk jangan menggunakan kekuatanmu itu."

"Ini yang terbaik. Jika tidak kulakukan, semua orang yang ada di desa ini akan binasa."

"Ayah!" Terdengar suara teriakan dari dalam hutan. "Apa Ayah baik-baik saja?"

Orang yang baru saja berteriak adalah Aarav, dia keluar dari tempat persembunyiannya setelah melihat Neer terjatuh tak berdaya.

"Kenapa kau ada di sini! Bukankah kamu sudah memperingatkanmu agar tidak terlibat!" teriak pria bermata putih. "Jika sesuatu yang buruk terjadi padamu bagaimana?"

Aarav menundukkan kepala, menyadari kesalahan apa yang dia perbuat sekarang. Ketika Ayana tidak melihatnya, dia sudah berlari meninggalkan tempat itu. Kemudian menyusul Neer dan yang lainnnya.

"Tidak masalah, dia bukan tipe anak yang bisa dinasehati dengan benar. Dia sama keras kepalanya sepertiku," kata Neer tersenyum tipis sembari mengusap kepala Aarav lembut.

"Ayah hebat! Bisa mengalahkan mereka semua dengan satu serangan!" teriak Aarav begitu bahagia. "Lain kali ajari aku menggunakan kekuatan itu."

"Tentu saja, Aarav," jawab Neer. "Tetapi, aku merasa ada yang aneh. Kenapa mereka semua dapat dikalahkan dengan begitu mudah?" Neer menatap tempat di mana pasukan desa Fa Ma berada. Hanya kepulan asap bekas hantaman burung Phoenix yang masih tersisa.

"Semuanya sudah berakhir. Kita bersyukur jika mereka bisa mudah dikalah–"

Belum selesai mengatakan sesuatu, suara tawa menggema ke seluruh arah. Di mana asal suara tersebut adalah dari dalam kepulan asap bekas hantaman burung Phoenix.

"Apa? Bagaimana mungkin," ujar pria bermata putih terkejut. Dia segera bangkit, kemudian menatap arah di mana suara tersebut terdengar. Pria bermata putih memicingkan mata, memfokuskan pandangan dengan konsentrasi penuh.

Kelebihan yang dimiliki pria bermata putih seperti byakugan dalam anime Naruto. Dia dapat mengetahui sesuatu yang jaraknya sangat jauh.

"Tidak mungkin," kata pria bermata putih diikuti tubuhnya yang terjatuh. "Mereka semua masih hidup."

"Apa!" teriak Neer tidak percaya. "Setelah menerima serangan seperti itu, mereka dapat bertahan hidup. Itu semua tidak mungkin."

"Apa hanya seperti itu serangan yang kalian miliki!" Terdengar suara serak basah dari dalam kelukan asap. "Seksrang, rasakan pembalasan dariku! Inilah yang disebut serangan!"

Pandangan mata yang mulai satu, membuat Neer tidak dapat mengangkat busur yang ada di sampingnya. Dari suara yang dia dengar, kejadian yang buruk pasti akan terjadi di tempat mereka saat ini.

Benar saja, sebelum ada yang menyadarinya. Sebuah jarum tajam yang terbuat dari logam muncul di bawah tanah, kemudian menusuk dada Neer begitu cepat. Refleks yang lambat dari semua orang, membuat Neer tidak dapat mengelak sedikit pun.

"Ayah!" teriak Aarav ketika melihat dada Neer tertancap logam tajam.

"Satu orang yang menyebalkan sudah tumbang. Sekarang, kalian semua yang akan menjadi sasaran selanjutnya." Teriak suara serak basah dari dalam kepulan.

"Aarav, segera pergi dari sini," perintah Neer menggunakan kekuatan terakhir yang dia miliki. "Satu hal lagi, kamu harus bisa hidup dengan bahagia di dunia ini." Neer menggenggam pergelangan tangan Aarav, kemudian menyentuh busur yang ada di samping tubuhnya.

Busur yang digenggam Neer bersnkar, begitu juga dengan seluruh tubuh Aarav. Detik berikutnya, bahaya busur kian meredup dan menghilang. Busur tersebut menghilang dan tidak ada yang tahu keberadaannya.

"Busur itu sudah ada di dalam tubuhmu. Gunakan senjata itu untuk melindungi orang yang lemah. Apa kamu mengerti?" tanya Neer sembari tersenyum tipis. "Sekarang, pergilah dari desa ini. Ketika pasukan desa Fa Ma masuk ke dalam penghalang, kau bisa keluar dari desa ini. Apa kau mengerti?"

Aarav mengusap butiran bening yang mengalir dari ujung mata, kemudian berlari menuju hutan. Dia menunggu kesempatan untuknya kabur dari sana.

Setelah melihat serangan yang dimiliki desa Fa Ma. Aarav yakin dia tidak akan dapat mengalahkan mereka semua. Lebih baik memilih melarikan diri dan melatih kekuatan, kemudian membalaskan dendam kematian seluruh warga desa.

Ketika Aarav berlari ke arah hutan, dari dalam tanah keluar logam tajam berbentuk jarum. Dari satu jarum besar yang besar, bercabang hingga akhirnya menyebar ke segala arah. Seluruh orang yang ada di sekitar sana tertancap jarum hitam hingga tewas di tempat.

Sepertinya, dari seluruh warga desa hanya menyisakan Aarav seorang saja. Semua orang sudah tewas terkena jarum logam tajam yang menembus dada.

Pada saat itu, Aarav sadar sesuatu yang aneh. Logam yang sebelumnya berwarna hitam, kini berubah warna menjadi merah darah. Sedangkan manusia yang tertusum logam tersebut, perlahan mengering hingga hanya menyisakan tulang berlapis kulit.

"Apa yang terjadi?" Aarav menutup mulut, merasa mual atas apa yang dia lihat sekarang. "Kenapa mereka mengering seperti ini?"

Jarum logam kembali muncul di hadapan Aarav. Dengan sekuat tenaga, dia berusaha menghindari logam tersebut. Sekuat tenaga Aarav berlari menghindar, hingga akhirnya dia meligat sebuah gua besar yang ada di lembah.

Tanpa pikir panjang, Aarav segera masuk ke dalam gua. Tidak memikirkan bahaya apa yang akan menghampiri, dia lebih memilih masuk daripada harus tertusuk.

Dari dalam gua, Aarav mengamati seluruh kejadian yang ada di luar. "Jika tidak salah, Ayah mengatakan untuk segera keluar jika melihat seseorang masuk ke dalam desa. Aku harus mengamati situasi, kemudian lari sekencang-kencangnya," batinnya sambil mengawasi dari mulut gua.

Tanpa diduga sebelumnya, seseorang muncul dari luar penghalang. Jumlahnya juga tidak sedikit, melainkan ratusan bahkan ribuan. Mereka juga terlihat mengerikan, hingga membuat Aarav tidak sanggup bergerak.

Pada saat Aarav mengeluarkan kepala, mencoba mengintip. Salah satu orang yang ada di depannya melihat kepala Aarav. Tanpa pikir panjang, dia segera menghampiri Aarav begitu cepat.

"Ternyata masih ada satu yang selamat." Pria berambut merah menemukan tempat Aarav bersembunyi.

Senyuman mengerikan dengan pedang tergenggam erat pada tangan. Siap diayunkan untuk memenggal kepala siapa saja yang ada di depan. Sinar rembulan yang malam ini bersinar terang, mengenai bilah pedang yang terlihat tajam.

Bermandikan cahaya rembulan, bilah pedang tersebut bersinar begitu terang. Melihat sekilas saja, sudah terbayangkan bagaimana tajamnya pedang tersebut ketika mengenai kulit seseorang.