Chereads / The Lord of Warrior / Chapter 2 - Penghalang Empat Sisi

Chapter 2 - Penghalang Empat Sisi

"Apa ini!" teriak wanita yang menggendong Aarav. Langkahnya terhenti setelah berlari beberapa langkah.

Bola mata wanita tersebut terbelalak dengan keringat bercucuran. Tangan yang sejak tadi menggendong Aarav, mulai lemas tidak karuan. Begitu juga dengan kaki yang digunakan sebagai penopang, seakan tidak sanggup lagi digunakan dengan maksimal.

"Ibu, apa yang terjadi?" Aarav memukul bahu ibunya, berusaha keluar dari gendongan yang menjerat tubuh. "Lepaskan aku, ibu. Aku tidak bisa bergerak!"

Neer yang mendengar suara Ayana, segera berbalik dan berlari ke arah Ayana begitu kencang. Kepalanya mendongak, menatap apa yang ada di depan.

"Apa ini?" Neer membelalakkan mata, tidak percaya atas apa yang dia lihat. "Jika seperti ini, tidak akan ada cara untuk menyelamatkan warga desa."

Setelah berusaha dengan keras, akhirnya Aarav dapat lepas dari pelukan Ayana. Dia segera mengedarakan pandangan, mencari tahu apa yang ada di sekita. Aarav juga merasa penasaran atas apa yang terjadi pada kedua orang tuanya.

"Apa yang terjadi, Neer?" tanya pria bermata sayu, senyuman yang diperlihatkan membuat lesung pipi pada salah satu wajahnya terlihat menawan.

Rambut hitam dengan mata putih bersih tanpa bola hitam. Sekilas, pria tersebut terlihat tidak dapat melihat dengan jelas, tetapi sangat salah. Pria tersebut memiliki indra penglihatan yang jauh melebihi semua orang.

"Desa ini ... telah dikepung dari segala sisi," jawab Neer dengan wajah ketakutan. "Lihat itu." Neer menunjuk udara, di mana terdapat warna ungu transparan.

Walaupun tidak terlihat dengan jelas, warna ungu tersebut memiliki aura yang mencekam. Aarav yang tidak mengerti, hanya bisa memicingkan mata sambil mengedarkan pandangan.

"Penghalang. Mereka satu langkah di depan kita." Pria bermata putih mengecap, menggigit ujung jari hingga berdarah. "Sekarang, tidak ada jalan keluar warga desa untuk melarikan diri. Jalan satu-satunya hanya mengalahkan desa Fa Ma saat itu terjadi."

Semua orang yang ada di sana menundukkan kepala, berpikir jika tidak akan ada cara untuk melarikan diri. Pertarungan tidak dapat dielakkan kembali, seluruh warga desa yang akan dipertaruhkan saat ini.

"Apa rencana kita sekarang, Neer? Kepala desa sudah mengalihkan secara penuh tugas ini kepadamu. Dari seluruh warga desa, orang yang bisa diandalkan hanya dirimu seorang."

Neer yang memiliki banyak tekanan. Apalagi dia tidak mengetahui kemampuan apa yang dimiliki oleh lawan. Dia hanya bisa menggigit jari sambil memutar otak bebarapa kali. Berharap ada segelintir pemikiran yang dapat mengeluarkannya dari masalah ini.

"Penghalang empat sisi memang kuat, tetapi masih memiliki kelemahan. Kita harus menemukan kelemahan tersebut, setidaknya sebelum pasukan desa Fa Ma datang."

Seluruh warga desa segera berlari ketika mendengar aba-aba dari Neer. Mereka mulai mencari kelemahan penghalang empat sisi yang menurutku desa mereka. Sebelum desa Fa Ma datang menyerang, seseorang harus ada yang bisa menghancurkan penghalang tersebut.

Namun, hingga sore menjelang tidak ada satu pun yang berhasil melakukannya. Justru sebaliknya, penghalang tersebut semakin tebal dan terlihat sangat kuat.

"Walaupun sudah menyerangnya menggunakan busur Phoenix, tetap saja tidak dapat menghancurkan penghalang tersebut. Bahkan hanya untuk menggoresnya saja tidak bisa dilakukan." Neer menundukkan kepala, tidak tahu lagi apa yang bisa dia lakukan.

Langit yang sebelumnya dipenuhi cahaya terang, mulai gelap seiring berjalannya waktu. Satu hari hampir dilewati dengan ketakutan menjadi.

"Hanya tinggal beberapa saat lagi sebelum penyerangan desa Fa Ma." Neer bangkit dari duduk, menepuk baju yang dipenuhi debu tanah. "Apa yang perlu dilakukan saat ini adalah mencegah banyaknya korban jiwa."

Aarav yang melihat Neer pergi, segera megikuti dari belakang. "Ayah!" teriaknya ketika lengannya ditarik oleh Ayano. "Biarkan aku pergi!"

"Aku tidak akan bilang jika misi ini akan mudah. Beberapa dari kita mungkin tidak akan pernah kembali hidup-hidup, atau mungkin kita semua. Jadi, bertarunglah dengan seluruh kemampuan yang kalian miliki!" teriak Neer membakar semangat seluruh warga desa.

Menyadari apa yang mereka lakukan sia-sia saja. Hanya pertarungan yang saat ini ada di dalam benak mereka semua. Dengan begitu, setidaknya mereka sudah berusaha dengan sekuat tenaga. Walaupun akhirnya akan berakhir dengan kematian."

Setelah sampai di ujung penghalang, matahari sore benar-benar menghilang dari cakrawala. Sinar jingga yang sebelumnya menyelimuti, menghilang dan digantikan oleh kegelapan.

Dari kejauhan, terlihat cahaya terang bergerak mendekat. Jumlahnya tidak hanya satu atau dua saja, melainkan ratusan bahkan ribuan. Tanah yang sebelumnya tenang, mulai bergetar beberapa kali.

"Mereka sudah tiba. Kalian semua, jangan sampai gentar!" teriak Neer sebelum akhirnya mengangkat busur ke atas.

Pada saat menarik tali busur, sebuah panah keluar dan terjulur hingga bagian tengah. Tanpa menunggu lama, Neer segera melepaskan panah tersebut, membiarkannya melesat ke arah cahaya.

Ketika berada di udara, panah tersebut membelah diri beberapa kali. Hingga akhirnya berjumlah ribuan, mengarah pada kumpulan cahaya berjalan.

"Penghalang tidak akan bisa menghentikan panah ini. Meskipun itu penghalang empat sisi atau bahkan penghalang suci," batin Neer.

Ribuan panah menancap pada tanah, beberapa mengenai cahaya dan membuatkan padam. Detik berikutnya, suara logam yang berhantaman terdengar begitu jelas memekakkan telinga.

"Tidak mungkin. Apa yang sebenarnya terjadi?" neer kembali mengangkat busur, kemudian menarik tali sekali lagi. "Kali ini akan kubuat api."

Pada saat Neer melepaskan tali busur, sebuah tekanan udara yang ada di depannya terhempas ke atas. Tekanan tersebut berhantaman hingga menciptakan percikan api di udara.

Cahaya api yang ada di udara, membuat malam gelap disinari cahaya. Di dalam kegelapan, Aarav terlihat bersembunyi di balik pohon. Hal itu disadari Neer ketika cahaya api menyelimuti seluruh tempat.

Sedangkan cahaya api yang sebelumnya, memperlihatkan logam berwarna hitam pekat. Pada sela-sela logam terdapat cahaya api dari kayu yang terbakar.

Salah satu bagian logam bergerak, memperlihatkan seorang pria berwajah muda tengah tersenyum sinis. Tangannya terangkat tinggi, mulutnya bergerak seakan membaca sebuah mantra.

Beberapa saat kemudian, tanah di depannya bergetar begitu hebat. Kemudian tanah tersebut terlibat merekah sedikit demi sedikit, hingga akhirnya mengeluarkan sesuatu dari dalam dalamnya.

"Naga air!" teriak pria berwajah muda.

Dari dalam tanah yang merekah, keluar air bah yang begitu deras. Perlahan, air tersebut membentuk naga besar, kemudian melahap seluruh api yang mengarah padanya tanpa sisa.

"Hancurkan seluruh desa itu!"

Naga air yang sebelumnya memamdamkan api, sekarang mengarah pada Neer dan yang lain. Mulutnya terbuka begitu lebar, menyemburkan air dari dalam mulutnya.

"Menghindar sekarang juga!" Neer mengangkat busur, mengarahkannya pada mulut naga. "Hancurkan dia, Phoenix api!"

Ketika Neer melepaskan jarinya, burung Phoenix raksasa muncul. Udara panas menyelimuti seluruh tempat, bahkan lebih panas dari matahari di siang hari.

Terlalu panas oleh api, naga air yang mengarah pada Neer menguap begitu cepat. Tanpa membuang waktu lama, Neer mengarahkan busur ke arah lapisan logam di depan.

"Sekarang, matilah kalian semua."