Lelaki si kaki jenjang berjalan disudut jalanan basah, membawa dirinya pada suatu tempat di tengah rintikan air malam ini. Wajar menurutnya jika ia mau pergi tanpa harus menunggu izin dari mereka.
Tap.. Tap.. Tap...
Derap langkah Utari semakin terdengar oleh naluri seorang lelaki yang ada depannya, tanpa permisi gadis ini langsung mengikuti irama langkah Aryan.
"Saya melihatmu berjalan sendiri tadi." kata Utari disamping tubuh Aryan.
Aryan berjalan dengan sedikit membukuk. "Sebaiknya jika bertemu kembali. Saya minta jangan libatkan Antoni?" pinta melirik sinis.
"Jangan membuat khawatir orang rumah." usul Utari mengalih kepala kebelakang. Melihat disebrang sana mobil Antoni masih terparkir jelas.
"Dia menyuruhmu?" sahut Aryan.
"Tidak. Tadi saya mengatakan itu pada Antoni dalam keadaan ragu. Aku pikir Dia tidak akan mengikutiku." bebernya, tentu pemuda itu cukup mengiyakan.
Setelah Aryan kembali berjalan rasa curiganya tetap tersemat dalam hatinya kini, ia harus memberi tempo pelan pada langkah
Setidaknya Aryan bisa terbuka di hadapan Utari tentu semua bukan dari permintaan gadis ini. Kejujuranya adalah murni dari lubuk hati Aryan.
"Kau tahu? Setiap tindakan yang saya ingin renacanakan pasti terhalang oleh pria ini. Entah dikamar, diruang kerja dia selalu datang bukan Antoni yang meminta tapi keadaan dirumah yang menggagalkan tindakan saya. " keluh Aryan secara tiba - tiba.
"Sangat disayangkan wajah, tubuh, otot - otot yang kau miliki, segalanya berbeda didalam keinginanmu." seloroh Utari tak ragu.
Derap langkah Aryan semakin cepat mereka mungkin sudah mendengar suara guntur sejak tadi. Cerocosan dari Utari. Membuat laki - laki itu semakin kesal.
"Apa yang terjadi?"
"Aku berpikir Kak Aryan sedang menyejukan pikiran."
"Jangan merubah nama yang sebelumnya membuat dirimu nyaman. Tolong biasakan itu!"
Utari semakin bingung, "Merubah nama, tentang?" lalu menyipitkan matanya. Hingga baru kali ini Utari tersadar apa yang dirinya ucapkan pada Aryan.
"Panggil mas Aryan saja. Jangan memanggilku dengan sebutan 'Kau/kakak' lagi kecuali saya sendiri." pintanya.
"Ohh..., Tentang itu?"
"Uhum pnggilan itu terkesan aneh."
"Saya, temenin mas Aryan" pintanya.
"Seharian Kau bekerja ini sudah malam apalagi kau seorang perempuan." pungkas Aryan.
"Pulang." tegasnya.
"Tidak.. Lagi pula rumah saya tidak jauh dari tempat ini."
Kalo bukan tentang Keluarga Jatayu, Kinan tidak mungkin akan jadi seperti wanita pengecut. Ia takut jika laki - laki itu memang benar akan pergi.
"Rasanya ingin acuh tapi aku bukan tipe perempuan seperti itu." gumam Utari, mereka berteduh di sebuah Halte hujan semakin deras. Utari bisa saja pulang sebenarnya tapi niatnya bukan begitu. Keduanya tidak membawa payung.
"Kau mengatakan apa tadi!?" sahut Aryan seraya menoleh.
"Tidak ada, ayo jalan." balas Utari membulatkan mata.
Aryan mendelik kaget kepalanya menatap berkali - kali pada hujan dan gadis ini, naifnya Utari hanya memiringkan kepala membuat Aryan menghembuskan napas berat.
Lagi - lagi Utari bertanya, "Kau merasa pusing?
"Bodoh, Ini Hujan! Terus kau mengajak saya untuk pulang?! Silahkan, lagipula saya tidak meminta Anda harus menemani saya."
Dengan kepercayaan utari yang menyangkal perkataan Aryan, ia berdiri tegap menatap sudut - sudut kota yang kian samar, oleh derasnya hujan hanya sebuah lampu dalam cahaya kuning redup yang jelas terlihat oleh Utari.
"Kak Aryan boleh memberi umpatan itu padaku. "
"Wanita aneh!" ketus Aryan menunduk, "saya mengatakan kau memang bodoh mengajak pulang saat hujan sederas ini. Hanya itu!" tegas lalu mendengus kesal.
Utari menyampingkan tubuhnya ia melirik pada lawan bicaranya, dimana Aryan masih menunduk kepala, kedua tangan nya yang tak luput memberi sikap bodo amat menyaku setiap waktu.
"Artinya Kau pria yang ingin mencari kebenaran.." gumamnya lagi, sekecil apapun suara lawan Aryan dapat mengetahui sumber kalimat lawan.
"Kalimat itu akan membuat lawan bicaramu merasa bosan, maaf. Mungkin perkataan saya lancang tapi saya mengatakan demikian. Artinya saya menyikapi perkataan mu dengan tulus." ungkap aryan mengikuti gerak - gerik tatapan Utari yang tertegun diam.
Serentetan ungkapan mulai keluar dari mulut wanita yang sejak dari tadi membuat Aryan merasa kesal, ia berkata : "Ah.. Sudalah perilaku saya agak sedikit membuat kau jengkel. Maafkan saya!"
"Itu akan membuat saya lebih kesal." keluh Aryan semakin enggan mendengarnya.
Utari mengatupkan bibir lalu dirinya menggeser mereka akhirnga tidak bertegur sapa sedikitpun, memang sedikit aneh. Tapi setelah 15 menit Aryan kembali melontarkan kaliamat yang membuat Utari mengembalikan kepercayaan dirinya.
"Saya rasa salah jujur kedatangan kamu disini, saya menikmatinya terimakasih.." terangnya pada utari.
"Aku siap kapan pun itu untuk terima mas Aryan. Meski akhirnya pihak yang paling tersakiti orang yang sedang kak Aryan hadapin." tutur Utari jelas lelaki itu mengerenyitkan dahi.
"Sekali lagi.. Ungkapan itu.. Akan membuat.. Saya semakin bosan."
"Kalimat yang Mas katakan pada saya tadi.. Supaya dihapan mas Aryan saya tetap dianggap layak sebagai patner bicara."
"Saya harap kamu pulang." terlihat hujan kian reda Aryan memberi tatapan hangat pada manik Utari.
"Apa yang akan dikatakan keluarga Mas pada saya nanti?" tanya Utari.
"Selagi bahagia Adek bisa buat membenahi kembali. Maksud saya bisa kembali pada orang yang benar - benar sungguh!"
"Saya akan menunggu keputusan mas Aryan."
"Saya tidak mau menyakiti pihak yang menunggu." ungkap Aryan.
"Katakan itu semua pada mereka, hari ini.." pinta utari.
"Akan saya ceritakan nanti."
"Saya emang tidak mengenal sifat asli mas Aryan. Tapi peryacalah menurutkau Mas orang baik - baik." balas Utari dengat intonasi pelan, dengan maksud agar Aryan bisa paham yang wanita itu tuturkan.
Anak dari tuan Atmaja itu tidak berani memandangi wajah lelaki itu lagi, sikap Aryan yang mematung membiarkan ia dalam balutan kemeja hitam bernegosiasi tentang perkara takdirnya.
"Undur semua rencana Antoni dan mas Ardan!"
"Mas Aryan harus turutin perkataan Papah! Kasian mereka" bantah Utari.
"Saya mohon, ini yang terakhir!" ancam Aryan meminta gadis itu untuk segera pergi.
"Setelah ini? mas Aryan akan kemana?" tanya nya lagi.
"Saya tetap disini oh iya? satu jam lagi saya akan pulang kok!" lalu Aryan melihat Arloji.
Dalam duduk Kinanti hanya tersenyum sembari mengelus pundak bidang Aryan, Utari memang tidak mengenalnya tapi ini sudah menjadi urusan mereka sekarang.
"Maaf atas akhir yang kurang mengesankan." kata Aryan.
Utari menggangguk "Tidak masalah." setelahnya pergi dari hadapannya.
Untuk terakhir kali ini Utari harap Aryan menganggap keluarganya sebagai cerita yang telah usai meski cerita mereka belum pernah dimulai.
Drrt.. Drrt.. Drrrt..
Gawai Kinanti berdering mungkin sejak tadi dan baru dirinya sadar itu pesan dari seseorang disana. Ia langsung berjalan cepat terlebih hujan akan memberi reaksi susulan.
"Lekas membaik, maaf atas perasaanmu yang tak berbalas."
gumam Aryan melihat seorang sesosok wanita berjalan pergi semakin berlalu dihadapan nya.
Disana..
Matanya bicara sampai jumpa lelaki naifku. "Aku akan kembali nanti mungkin besok?" kali ini Aryan memberi raut itu, dengan tawanya yang nampak dipaksakan. Utari melihat dari kejauhan sedikit samar, hanya sebuah lambaian.