Saat Rena berjalan ke barisan pita merah, ia mendapati Adit juga berada disana. Lelaki yang ia temui kemarin dan belum sempat berkenalan lebih jauh.
Tapi sayangnya, mana berani Rena memulai percakapan. Toh suasana juga kurang mendukung. Teman-teman yang lain hanya berdiri mematung melihat kakak panitia akan membuka kegiatan acara.
Terpaksa Rena hanya melempar senyum sekilas. Terlalu berani. Padahal sedari tadi Rena tidak berani menatap orang-orang.
'Apa dia tidak melihatku?' tanya Rena dalam hatinya saat Adit justru tak membalas senyumannya dari jauh.
Padahal niat Rena mencoba mengakrabkan diri dengan teman-teman barunya.
"Kita semua paham bahwa budaya MOS sekarang sudah jauh berbeda dengan yang dulu. Pihak sekolah berusaha untuk menjadikan ajang kegiatan ini sebagai budaya awal pembelajaran untuk mengetahui seluk beluk sekolah kita.
Adapun kegiatan ini kita padukan antara belajar dan bermain. Oleh itu diperlukan sebuah tim agar berjalan lancar. Adik-adik sekalian, sekali lagi kami ucapkan selamat datang di sekolah SMA 6 Unggulan." jelas ketua panitia ditengah lapangan dengan gayanya terlihat berwibawa.
Tepukan gemuruh dari peserta semua menandakan bahwa kegiatan ini resmi dibuka oleh ketua panitia.
"Halo adik-adik semuanya. Sudah tau pengelompokkan pitanya berdasarkan apa? Ada yang tau?" tanya kakak panitia sesaat setelah siswa baru dikelompokkan beberapa bagian.
"Sudah dong, Kak. Berdasarkan kelas 'kan?" tanya wanita berkacamata yang tepat berdiri di depan Rena.
"Betul sekali. Kamu bisa tau juga," decak kagumnya.
"Gampang itu, Kak. Beberapa dari kami sudah berkenalan, dan ternyata kami sekelas lagi disini," jawab seorang perempuan berkacamata di samping Rena.
Rena memperhatikan semua gerak-gerik teman-temannya. Ternyata inilah mereka yang akan menjadi teman seperjuangan semasa SMA.
Kata orang, masa SMA itu adalah masa indah di sekolah dibandingkan masa sekolah yang lain. Menarik sekali! Rena tak sabar ingin rasakan. Walaupun ia dag-dag-dig untuk memulai hal baru itu
Satu persatu berdasarkan urutan barisan saling memperkenalkan diri. Sampai tiba giliran Rena kemudian memperkenalkan dirinya.
"Perkenalkan teman-teman, namaku Renata Zafirah. Kalian panggil saja dengan Rena. Aku alumni SMP 1 dari desa Tirani. Senang berkenalan dengan kalian semua,"
Suara berat dan kecepatan bibir Rena berucap barusan, menyadarkan dirinya jika ia baru saja memperkenalkan diri dengan kilat. Rena bahkan melupakan beberapa point perkenalan. Lupa menyebutkan alamat, hobi dan motto. Saking gugupnya Rena!
"Jangan terburu-buru, Dek," kekeh kakak panitia mengingatkan Rena.
Rena pun hanya bisa mengatupkan bibir dan menuduk disana. Ia lalu kembali mengatur nafas sebelum mengulang perkenalkan dirinya.
"I-iya, maaf, Kak. Saya tinggal di Graha Indah bersama mama saya. Hobi saya adalah melukis. Motto hidup saya adalah siapa yang bersungguh pasti dia yang beruntung," jelas Rena kembali.
Kali ini ia terlihat bisa mengontrol dirinya jadi terlihat santai dalam perkenalan tadi.
Selepas Rena, kini orang di belakangnya lagi yang memperkenalkan diri.
"Perkenalkan teman-teman semua, namaku Adit," jelas Adit singkat.
"Tinggal dimana dan hobby-nya, Dek?" tanya kakak panitia penasaran.
"Masa kakak gak tau teman saya ini? Dia ini anak terkenal, Kak. Siswa yang selalu memenangi lomba olimpiade tingkat SMP kemarin," sahut salah satu temannya disana yang juga adalah teman kelas Rena nantinya.
"Oh, ya-ya-ya. Pantas wajahnya tidak asing. Tapi bolehlah, dikenalkan lagi. Barangkali temannya belum banyak yang tau," seru kakak panitia tersenyum ramah.
"Nantilah, Kak. Kenalan langsung dengan teman-teman saja," ucap Adit dengan santai.
Jujur, lelaki bernama Adit itu kini terlihat berbeda. Kemarin ia begitu ramah. Mengapa sekarang terlihat macam orang dingin dan sombong seperti itu? Terlebih teman-teman kelas melihatnya dengan wajah terheran. Bagaimana tidak terheran. Hanya dia saja yang cara berkenalannya terlalu singkat seperti itu.
Tapi ya sudahlah. Perkenalan telah usai. Kini pembagian kelompok untuk kegiatan sekolah lainnya. Yang membuat Rena sedikit senang adalah ia tidak perlu mencari teman untuk memulai berkenalan dengan teman kelompoknya. Sebab ia satu kelompok dengan Adit.
"Hei, Adit. Nama-nama teman kelompok kita siapa saja?" tanya seorang wanita dengan ramah yang terlihat mengekori Adit dari belakang.
Rena juga berada di belakang mereka berdua. Tadinya Rena ingin menyapa terlebih dahulu ke Adit. Maklum Rena hanya mengenal Adit saat ini.
Rena tadi lupa mencatat nama-nama teman kelompoknya. Tapi sepertinya, ternyata bukan hanya ia saja yang lupa.
"Eh, Ira," jawab Adit membalas sapaan perempuan tadi. Lalu terlihat Adit memanggilku juga dengan lambaian tangan.
Rena terlihat sumringah. Syukurlah, Adit ternyata menyapanya. Padahal sedari tadi ia harap-harap cemas. Takut jika dirinya ternyata tak ingin ditemani berkenalan oleh orang lain.
"Kita satu kelompok juga 'kan, Rena?" tanya Adit pada Rena.
"Iya, Adit," jawab Rena singkat sambil melempar senyum ke temannya yang lain bernama Ira.
Adit lalu melihat ke Rena.
"Kita semua satu kelompok. Jumlahnya ada enam orang, Ira. Aku, kamu, Sury, Suci, Revan dan juga Rena," jawab Adit.
Perempuan yang bernama Ira itu lalu melihat dan melempar senyum sekilas pada Rena.
"Eh hai, kita satu kelompok ternyata," kata Ira melambaikan tangan pada Rena.
"Iya, Ira," jawab Rena ikut tersenyum.
***
Jam menunjukkan pukul lima sore, rangkaian kegiatan selama tiga hari ini telah selesai. Tinggal satu lagi kegiatan lagi yakni ditutup dengan pertujukkan bakat dari masing-masing tim.
Setiap kelompok berkompetisi menjadi yang terbaik, termasuk kelompok Rena. Sedari tadi kelompoknya belum memutuskan apa dan bagaimana cara mengikuti lomba tersebut.
"Sepertinya kita lanjut saja di grup whatsapp, gaes. Capek banget sumpah!" keluh Suci karena mereka terlihat sibuk masing-masing.
Ada yang sibuk main gawai. Ada yang sibuk bercerita. Sementara Rena hanya mematung disana.
"Jangan dulu, Suci! Sekarang saja masih tidak jelas, apalagi lewat grup! Kalau aku silent reader, gimana? Selesaikan dulu yaa, please!" kilah Sury terburu-buru.
"Ya sudah, fokus kalau gitu," emosi Suci.
Adit sebagai ketua tim kembali menaruh gawaimya. Tadi ia baru saja mengangkat telfon disana.
Suci, salah satu yang paling bersemangat menghadapi perlombaan tiba-tiba merenggut kesal. Ia pun menghela nafas panjang dan kembali mengatur posisi duduk. Sedari tadi mereka berenam hanya terlihat bingung dengan bakat yang akan ditunjukkan untuk kegiatan MOS.
"Betul. Kita diskusi dulu, gak lama kok. Oke yang jadi pertanyaan utama. Kita mau nunjukkin bakat tentang apa nih?" tanya Adit membuka diskusi.
"Adit, bagaimana kalau paduan suara aja, terus ada yang mainin musik?" tawar Sury mencoba memberikan saran ditengah keheningan beberapa menit.
Adit bergumam. Sementara lainnya ikut memandangi Sury. Rena pun sibuk dengan jalan pikiran. Masalahnya ia tak ada bakat bernyanyi apalagi bermain musik.
"Bisa juga, Sury. Tapi bagusnya kita gabungkan bakat-bakat kita dalam satu panggung nantinya. Contohnya saya bisa menyanyi. Setelah menyanyi mungkin bagusnya diselipin puisi gitu pas tengah-tengah lagu.
Atau mungkin puisi dulu sebagai prolog, baru deh nyanyi diiringi tarian. Bagaimana?" tanya Adit menatap semuanya satu persatu.
"Boleh. Gue jago main gitar," sahut Revan.
"Gue jago main piano," sahut juga Sury.
"Gue puisi," sahut Suci.
Adit mengangguk dan mengulum senyum tipis.
"Oke, Revan main gitar. Sury mainin piano. Suci baca puisi. Terus Rena dan Ira mau bagaimana?" tanya Adit menatap Rena dan Ira karena belum menyahut sedari tadi.
Mata Rena berputar seakan mencari kelebihan apa yang bisa disumbangkan.
TO BE CONTINUED