Aku melihat tatapan mata Adel mulai berubah menjadi tajam. Dia bahkan tidak tampak seserius ini saat berselisih dengan Arif barusan. Semakin aku mengenalnya, semakin aku merasa figurnya misterius.
"Hah... serius ini kesurupan massal?" tanyaku dengan heran.
Adellia mengangguk dan berkata
"Katanya sih kampus kita emang angker Ram, terutama di bagian aulanya. Tahun lalu juga kabarnya ada kejadian yang sama, cuma bedanya tahun lalu kesurupan massalnya menjelang malam." jelasnya
"Tau dari mana Del?" tanyaku penasaran
Adellia menatapku dengan senyuman misterius lalu menjawab singkat "Dari temen Ram." ucapnya
Hmmm, aku tak mengerti apa arti dari senyumannya itu. Tapi aku merasa aneh, aku tak melihat dia memiliki teman akrab selama ospek ini.
"Waduh, kalo gitu mending kita ngikutin yang lain aja yuk Del." ajakku
"Yaudah ayuk Ram, tapi kayaknya yang lagi pada keluar juga bakal kesurupan Ram." ucap Adellia
Aku terkejut mendengar ucapannya dan anehnya sesaat setelah Adel selesai berbicara, aku melihat beberapa dari peserta ospek mulai pingsan. Beberapa orang lainnya juga mulai berteriak histeris sembari ingin menyerang peserta lainnya, sampai-sampai banyak orang yang berusaha untuk menahan dan memegangi tubuhnya. Ada juga yang hanya menatap para peserta lainnya sambil tertawa cekikikan.
Aku bergidik melihat tingkah mereka yang kesurupan. Karena ini adalah pertama kalinya dalam hidupku melihat fenomena orang yang sedang kesurupan. Tapi yang tak kalah ngerinya adalah apa yang dikatakan Adel barusan ternyata benar-benar terjadi.
Hingga secara spontan aku bertanya
"Kok lo bisa tau Del?"
"Jangan-jangan lo bisa...."
"Iya Ram, gw bisa ngelihat mereka" jawab Adel dengan tenang.
"Berarti kemarin, waktu gw ngelihat lo bicara sendiri itu...."
Aku terkejut dan tak menyangka ternyata Adellia adalah seorang indigo.
"Waktu itu aku lagi ngobrol sama temen ghoib, emang kamu gak bisa liat Ram?" tanya Adel dengan wajah yang bingung dan penasaran.
"Ha? maksudnya? gw gak bisa liat yang gituan Del." jawabku dengan bingung
"Hmmm, tapi kok ada sinar ya di pertengahan alis kamu? bukannya itu tanda dari mata ketiga kamu yang udah kebuka?" tanya Adel dengan ekspresi yang juga tampak bingung
"Sinar gimana maksudnya Del? Serius, aku gak paham." jawabku
Adellia tak membalas ucapanku, dia hanya diam menatapku sambil mengernyitkan dahinya. Aku menjadi makin bingung dan tak mengerti apa yang dimaksud dari omongan Adel. Melihat situasi sekitar yang makin kacau juga membuatku bingung harus berbuat apa.
Tiba-tiba aku mendengar suara seseorang.
"Woi Ram, ngapain diam aja disana? sini ikut bareng gw" teriak Steven
Huffttt, aku mulai lega dan mengajak Adel keluar dari lokasi bersama Steven. Untungnya timing kemunculan Steven sangat tepat dengan situasi yang canggung itu.
Sesaat setelah kami sampai digazebo kampus, Stevenpun mulai bertanya.
"Dari mana aja lo Ram, kok gak keliatan dari pembukaan ospek tadi?"
"Tadi, gw sama Adel dihukum karena telat." jawabku
"Hahaha, dihukum ngapain aja tuh?" tawa Steven
"Disuruh bersihin ruangan panitia ospek." jawabku dengan kesal karena mengingat tingkah dari panitia yang bernama Arif itu.
"Lo juga aneh bener bisa kesiangan waktu ospek gini. Padahal biasanyakan lo yang paling cepet bangun paginya." ucap Steven
"Ya mau gimana, namanya juga lagi apes." ucapku sambil menghela nafas.
Dengan memasang wajah tengilnya Steven berkata
"Walau dihukum tapi lo tetep senengkan, bisa berduaan bareng Adel." ejeknya
"Emang kampret nih anak" jawabku sambil menendang bokongnya
Adel hanya duduk diam dan tersenyum melihat tingkah kami berdua. Hingga beberapa saat kemudian, panitia mengumumkan peserta ospek bisa pulang lebih cepat dan kegiatan ospek terpaksa dilanjutkan esok hari.
Setelah mendengar pengumuman, kami bertiga langsung memutuskan untuk berangkat pulang bersama. Selama di perjalanan, kami hanya mengobrol santai mengenai hal-hal umum dan kehidupan kami dulu sewaktu SMA.
"Waktu SMA kamu jurusan apa dulunya Del?" tanya Steven penasaran
"Jurusan IPA, kalo kalian gimana?" tanya Adel balik
"Kita berdua sih jurusan IPS. Gw males belajar soalnya, temen-temennya juga jauh lebih asik disana haha." jawab Steven
"Tapi, kok kamu jadi ngambil jurusan manajemen Del? Kenapa gak ambil jurusan lain?" tambah Steven
"Hmmm, bisa dibilang karena penasaran aja sih sebenarnya. Lebih kepengen nyobain tantangan yang baru tepatnya." balas Adel
"Kalo kalian kenapa ngambil jurusan manajemen?" tanya Adel
"Gw sih sebenarnya cuma ngikut Rama aja Del, soalnya gw gatau juga mau ambil jurusan apaan habis lulus SMA." jawab Steven
"Kalo lo Ram?" tanya Adel lagi
"Hmmm, kalo gw sih karena mikirnya ilmu manajemen bisa dipake diseluruh bidang kehidupan Del. Entah itu buat di kehidupan sehari-hari atau sampe perencanaan kedepannya yang lebih kompleks." jawabku
"Wihh, udah makin berat aja nih omongan lo Ram." ejek Steven
"Berat pala lu peang." balasku
Sembari melanjutkan percakapan dijalan, Perkataan dari Adel saat terjadi kesurupan massal di kampus masih terngiang-ngiang dikepalaku. Aku masih tidak mengerti apa maksudnya dengan sinar dan mata ketiga yang disebutnya.
Aku juga menjadi was-was karena setauku orang yang memiliki kemampuan seperti indigo biasanya merahasiakan kemampuan mereka. Aku berpikir, apakah Adellia keceplosan karena dia berpikir kalau aku memiliki kemampuan yang sama dengannya. Tapi yang pasti untuk saat ini aku berpikir untuk merahasiakannya dari orang lain termasuk Steven.
Sebelum masuk kekost kami masing-masing, tiba-tiba Adellia berkata, "Besok kita berangkat bareng lagi ya Ram."
"Boleh Del, sorry banget ya buat tadi pagi." balasku
"Santai aja Ram, tapi besok jangan sampe ngebo lagi ya. Kalo telat lagi ntar aku dobrak pintu kamar kamu haha." ujarnya sambil tersenyum manis lalu pergi masuk ke dalam kostnya
Tanpa sadar, aku tak kuasa menahan senyumku saat mendengar ucapan darinya.
"Ehemm…ehemm… kayaknya ada yang makin deket aja nih." ejek Steven
Akupun tersadar bahwa Steven sedang memandangiku sejak tadi.
"Berisik lo ah." balasku lalu mendeham pelan
"Kayaknya dia beneran naksir sama lo deh Ram." ucap Steven tiba-tiba
"Jangan sotoy deh, mana mungkin dia suka sama gw." balasku tak percaya
"Yaelahh, bisa-bisanya lo ga percaya sama gw." ucapnya sambil merangkul leherku
Lalu dia menengadah ke langit dan dengan percaya dirinya berkata
"Gw udah diakui para wanita sebagai ahli dalam hal percintaan, sampe-sampe gw dapat julukan dewa cinta."
"Yang ngasih julukan paling mantan-mantan lo yang ga keitung jumlahnya." sindirku
Tapi sayangnya, seorang Steven takkan merasa tersindir apabila membahas mantan-mantannya. Yang ada dia makin bersemangat untuk pamer dan unjuk gigi.
"Hmmm, 30% voting dari mantan dan 70% dari para penggemar rahasia gw." ucapnya tanpa rasa malu
"Serah lo dah, lama-lama makin gila gw kalo ngeladenin lo." balasku sambil menggeleng-gelengkan kepala lalu pergi masuk ke dalam kost.
Sesampainya di kamar, aku langsung berbaring di kasur dan termenung sejenak. Aku berpikir, sepertinya didalam hidupku baru kali ini aku merasakan interaksi yang sangat dekat dengan seorang wanita selain ibuku sendiri. Tetapi sebelum berpikir yang aneh-aneh dan berharap banyak, lebih baik aku membatasi pikiranku dengan alasan kami berdua hanya sekedar teman biasa. Aku tak mau berekspektasi lebih, karena jika tidak sesuai sudah pasti rasa kecewanya akan terasa lebih juga.
Berhubung kami pulang cepat dan tidak diberikan tugas di ospek hari ini, aku bisa bebas beraktivitas hari ini. Dan sebenarnya, aku masih penasaran dengan mata ketiga yang diucapkan oleh Adellia tadi pagi. Jadi aku memutuskan untuk mencari tahu tentang mata ketiga melalui internet.
Dari informasi yang terdapat di artikel, dijelaskan bahwa mata ketiga disebut juga sebagai mata batin. Salah satu fungsinya bisa digunakan untuk melihat makhluk-makhluk tak kasat mata alias hantu. Dan katanya, mereka yang memiliki mata ketiga ini biasanya memilikinya sejak lahir atau dari hasil latihan spiritual. Dan aku merasa bukan salah satu orang yang termasuk didalam kedua kategori itu.
Aku berpikir kenapa Adellia mengatakan mata ketigaku sudah terbuka? Padahal aku tak bisa melihat yang namanya hantu. Sebelumnya aku juga tidak mempunyai pengalaman mengenai hal-hal ghaib. Bisa dibilang Adellia adalah orang pertama yang mengatakan hal semacam itu kepadaku.
Aku jadi mulai berandai-andai dan berpikir bahwa pastinya akan sangat mengerikan jika aku memang bisa melihat wujud hantu. Membayangkannya saja sudah membuatku bulu kudukku jadi merinding. Tak mau terlarut dalam imajinasiku, akupun mencari Steven ke kamarnya untuk mengajaknya bermain game.
"Woi, lagi ngapain lo?" panggilku dari balik pintu kamarnya.
"Lagi chattingan doang. Bentar gw bukain pintunya." balasnya dari dalam kamar
"Mau ngapain lo?" tanya Steven setelah membuka pintu kamarnya
"Main PES yok, lagi bosen banget gw." ajakku
*PES = Pro Evolution Soccer, Game sepakbola.*
"Bentar gw hidupin laptop dulu kalo gitu." jawabnya
Selagi menunggu laptopnya hidup tiba-tiba Steven bertanya
"Omong-omong, lo naksir beneran ya sama si Adel?"
Aku berusaha mengontrol ekspresiku agar tampak datar lalu membalas
"Kenapa lo nanya kayak gitu?"
Steven memandangku dan tersenyum mengejek.
"Lo ga bisa bohong depan gw Ram, buka-bukaan aja deh sama gw sekarang."
Aku berusaha tetap kekeh membantah ucapan dari Steven.
"Sotoy banget lo, emang tau dari mana kalo gw suka sama Adel?" tanyaku
"Yaelah, kita udah temenan berapa lama coba. Jelas-jelas baru kali ini gw ngeliat lo mandangin cewe sampe segitunya." jawab Steven
Aku jadi berpikir, apa sikapku terlalu kentara saat bersama Adellia?
"Bahas yang lain napa, bosen gw denger lo bahas itu mulu." ucapku berusaha mengalihkan pembicaraan
"Gw cuma mau ingetin, jangan sampe dia diembat orang lain duluan." wejang Steven
"Terserah lo dah." ucapku malas
Selanjutnya, kamipun bermain game dan berbincang-bincang sampai bosan hingga malam tiba. Karena merasa lelah, aku mengecek jam di layar handphoneku dan melihat angka sebelas disana. Tanpa berpikir panjang, akupun bergegas tidur supaya tidak telat dan terkena hukuman lagi besoknya.
Aku mulai memejamkan kedua mataku, hingga kesadaranku perlahan-lahan mulai menghilang. Tak tahu sudah berapa lama aku tertidur, hingga saat aku tersadar, apa yang ada di pandanganku sama seperti di mimpiku kemarin. Dimana aku sedang berdiri diatas udara dan melihat pantai dan laut yang luas dari atas.
Sejenak aku baru menyadari, ternyata tubuhku berbeda dari yang kemarin, aku tidak bisa mengendalikannya dan hanya bisa bergerak mengikuti insting saja. Aku merasa seperti seorang penonton yang hanya bisa memperhatikan saja tanpa bisa memegang kendali.
Sama seperti kemarin, ombak seperti tsunami kemarin muncul kembali lagi. Tapi aku merasakan hal yang berbeda, aku yakin ada sesuatu yang hidup di balik ombak itu. Dan benar saja, perlahan-lahan aku melihat sesuatu muncul dari kedalaman ombak itu.
Aku melihat makhluk seperti ular yang bersisik dan berwarna merah menggunakan seperti mahkota yang bersinar dikepalanya. Aku tidak bisa melihat keseluruhan tubuhnya karena sebagian tubuhnya ditutupi oleh ombak. Yang jelas aku melihat kepalanya yang sangat besar, sangking besarnya dia mungkin bisa memakan satu ekor kerbau dengan sekali lahap. Melihatnya dari kejauhan saja membuatku bergidik ngeri.
Beberapa saat kemudian, makhluk itu mulai bergerak mendekat kearahku dengan sangat cepat. Spontan, aku bereaksi sesuai instingku untuk menjauh dari sesuatu yang berbahaya. Tubuhku yang tidak bisa kukendalikan, bergerak melarikan diri secepat mungkin agar bisa menjauh dari makhluk tersebut. Tapi apadaya ternyata kecepatan makhluk itu jauh lebih cepat dibandingkan dengan kecepatanku yang sedang melayang diudara.
Saat makhluk itu sudah berjarak sangat dekat denganku, secara tak sadar aku memperhatikan bola matanya yang berwarna emas. Selanjutnya, aku tidak bisa mengingat apa-apa. Aku hanya melihat kegelapan, efek dari kedua mataku yang tertutup. Aku terbangun dan merasakan keringat dingin yang telah membasahi sekujur tubuhku. Mimpi itu masih sangat terasa nyata dan terekam jelas diingatanku. Jika mengingatnya kembali, wujud ular merah itu benar-benar mengerikan.
Kubuka layar handphoneku dan melihat jam telah menunjukkan angka tiga pagi. Tak mau melakukan kesalahan yang sama seperti hari sebelumnya, akupun memasang alarm dan menenangkan diriku. Dibenakku, aku hanya mencoba mengalihkan pikiranku dari mimpi mengerikan tadi. Aku hanya berharap agar tidak melihat mimpi yang sama lagi. Hingga perlahan-lahan akhirnya kesadaranku pun menghilang.
***
"Ring...Ring....Ringg..."
Suara alarm yang berbunyi keras berhasil membuatku terbangun dari tidur lelapku. Seketika aku langsung bangun dari kasurku dan bergegas untuk bersiap-siap menghadiri ospek hari ini. Aku tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti hari sebelumnya. Apalagi harus berurusan dengan panitia ospek seperti Arif si penjahat kelamin yang cempreng.
Setelah aku selesai bersiap-siap, aku hampir saja lupa untuk mengajak Steven untuk berangkat bersama saking fokusnya agar tidak telat. Aku mengetuk-ngetuk pintunya berkali-kali sambil memanggil namanya, tetapi dia tak juga menjawab juga. Dengan terpaksa aku harus membangunkannya dengan cara khusus.
Aku menarik nafas dalam-dalam lalu berteriak keras.
"WOI DEWA CINTA, BANGUN LO!!!"
Sesaat kemudian, muncul suara dari balik kamar.
"Ahhhh, gw kesiangan nih. Lo berangkat duluan aja Ram." jeritnya
Aku cuma bisa menggelengkan kepalaku sembari tertawa kecil, karena kali ini aku merasa situasi yang kami alami terbalik.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung bergegas menuju persimpangan gang, tempat dimana Adel biasa menunggu.
Dari kejauhan aku langsung bisa mengenalinya karena figurnya yang tampak unik dan elegan. Aku melihat Adel sedang berdiri sendirian didekat persimpangan. Menunggu di tempat yang sama seperti di hari sebelumnya. Tak mau membuatnya menunggu lama, aku pun langsung bergegas jalan mendekatinya.
"Udah lama nunggunya Del?" tanyaku
"Nggak Ram, aku juga baru sampai kok." jawabnya dengan senyum manis khasnya.
"Yaudah kalo gitu, berangkat yuk Del." ajakku
Alih-alih menjawab ucapanku, tiba-tiba Adel mengatakan sesuatu yang membuat bulu kudukku merinding.
"Ram, itu disamping kiri kamu ada warna merah yang lagi ngikutin." ucapnya pelan
Bersambung...