Hari ini Azka di buat kesal oleh tingkah Sabrina. Ia yang sudah berpakaian rapi hendak pergi untuk hangout bersama teman-temannya.
Azka sudah merencanakan jika sore ini ada pertemuan dengan beberapa sahabatnya. Salah satu di antara sahabat Azka akan melangsungkan pertunangan bulan depan. Terlihat beberapa lelaki seumuran Azka tengah duduk berbincang-bincang hangat di sofa berwarna coklat di sebuah Coffe Shop di jakarta pusat.
Azka yang baru saja tiba di Coffe Shop di sambut hangat oleh teman-temannya yang sudah datang terlebih sahulu.
"Hai, Bro!" Salah satu teman Azka menyapa dengan melambaikan tangan.
"Hai juga, Bro," sahut Azka seraya membalas lambayan tangan.
"Apa kabar, Bro Bro semua?" Azka mengadukan punggung tangan pada semua teman-temannya sebagai salam keakraban.
Azka segera duduk dan bergabung di sofa berwarna coklat tua seraya memesan coffe kesukaannya.
"Dari mana aja lo, Bro? Jam segini baru nyampe," sindir teman Azka.
"Biasa lah, Bro. Macet malam minggu gini kaya yang enggak tahu aja." Azka beralasan.
"Masa sih? Gue tadi lancar tuh," timpal teman Azka yang lain.
"Ya elu lancar, gue yang kena macet," ketus Azka seraya menyeruput kopi yang baru saja datang.
"Oh iya guys! Jadi rencana kita kan mau kasih surprice di tunangannya Steven. Kira-kira surprice apaan ni yang cocok. Silahkan di tunggu sarannya." Salah satu lelaki keturunan eropa membuka percakapan sore ini.
Kemudian semua berdiskusi tentang surprice untuk pertunangan Steven yang sore itu sengaja tak di undang.
Setelah mendapatkan ide yang cemerlang, semua sahabat Azka saling senda gurau mengisi malam minggu dengan sahabat-sahabatnya. Terlihat sekali jika semua laki-laki yang berkumpul di Coffe Shop sore ini semuanya jomblo. Itu terbukti karena mereka berkumpul sampe jam 11 malam. Sebagaimana biasanya yang memiliki kekasih malam minggu pasti akan pergi ke rumah pujaan hatinya, akan tetapi semua laki-laki d sini malah asik berbincang bersama teman-temannya.
Sampai ketika salah satu teman Azka mengajukan sebuah tantangan.
"Oh iya. Siapa yang berani menerima tantangan untuk membawa kekasih masing-masing datang ke pesta pertunangan Steven?" Salah satu teman Azka membuat tantangan.
"Setuju dong!" Sahut lelaki berbaju abu-abu.
"Eh emang lo punya pacar apa?" Ejek lelaki berbaju hitam.
"Yeh enggak sopan lo! Pacar gue ada 3 tinggal pilih aja salah satunya," jawab lelaki berbaju abu-abu dengan percaya dirinya.
"Oke setuju!" Semua teman-teman Azka menerima tantangan dengan percaya diri. Padahal, semua yang berkumpul di sore itu rata-rata tidak punya kekasih. Hanya ada 3 orang yang sudah punya pegangan. Akan tetapi, jika mereka tidak mengiyakan tantangan itu maka habislah di olok-olok oleh teman yang lain.
"Oh jadi semuanya setuju mau pada bawa cewe?" tanya Azka dengan nyeleneh.
"Ya siapa takut!" jawab teman Azka spontan.
"Tapi ingat! Bukan cewe panggilan atau cewe bayaran! Harus kekasih yang sudah berlogo resmi dari pemerintah!" ujar lelaki berbaju abu-abu.
"Haha! Lo pikir makanan sekalian aja harus ada Bpomnya!" jawab Azka dengan terbahak-bahak. Semua teman-teman Azka tertawa lepas.
"Santai-santai, Bro. Kaum jomblo enggak usah kuatir. Kan masih ada waktu 2 minggu tuh buat nyari pasangan. Iya enggak?" ujar salah satu teman Azka yang duduk paling pojok.
"Ah gue mh santai aja. Yang suka sama gue banyak," timpal teman yang lainnya.
"Alah sombong lo! Mending kalo beneran," ejek teman yang lain.
"Udah-udah pada rusuh amat sih ngurusin cewe, noh liat jam udah pukul 11 malam, Bro. Pulang yuk tar di marahin mamah suruh bobo," ejek Azka sampe semua teman-temannya tertawa terbahak-bahak.
Akhirnya, obrolan sore itu selesai sampai pukul 11 malam. Azka yang malam itu mengemudikan motor gede kesayangannya terlihat sangat keren dengan jaket kulit berwarna hitam.
Sesampainya di kediamannya. Terlihat semua pintu sudah terkunci rapat.
"Kok udah sepi ya tumben-tumbenan?" tanya Azka pada satpam yang membuka pagar Rumahnya.
"Iya, Tuan. Mungkin sudah pada tidur," jawab Satpam Rumah Azka yang saat itu giliran berjaga.
"Pintu di kunci enggak ya?" Azka lanjut bertanya seraya turun dari motornya.
"Sepertinya sudah di kunci, Tuan. Sebentar saya ketuk-ketuk jendela kamar si mba ya, untuk membuka pintu." Satpam rumah Azka segera melangkahkan kakinya menuju jendela kamar Nazwa dan Sabrina.
Satpam mengetuk-ngetuk jendela kamar Nazwa dan Sabrina. Akan tetapi tak juga ada jawaban. Ia terus mengetuk jendela sampe Sabrina terperanjat dan terbangun.
Gegas Sabrina membuka jendelanya terlihat Satpam tengah berdiri di depan jendela kamar tidurnya.
"Ada apa, Pak?" tanya Sabrina dengan suara serak dan mata yang terlihat ngantuk.
"Buka pintu depan, Mba. Tuan Azka mau masuk," desis Satpam.
"Oh iya, Pak." Seketika Sabrina bergegas berjalan menuju pintu utama di rumah mewah Assegaf.
Terlihat di depan pintu, Azka menyenderkan tubuhnya tepat di pintu utama yang akan di buka Sabrina dengan wajah yang sudah kesal.
Bergegas Sabrina membuka pintunya dengan cepat, seketika pula tubuh Azka terperosok ke dalam rumah dan jatuh di pelukan Sabrina yang tengah berdiri tepat di hadapan Azka.
Sabrina dengan spontan merangkul tubuh Azka agar tidak jatuh, kemudian mereka berdua saling bertatapan mata dalam beberapa detik.
"Maaf, Tuan," ucap Sabrina tertunduk malu saat menyadari jika Ia tak sengaja memeluk Tuan Azka.
"Enggak apa-apa." Dengan gugup Azka segera berjalan cepat menuju kamar tidurnya di lantai dua.
Sesampainya di kamar, kegelisahan terlihat di wajah Azka. Ia mondar-mandir berjalan di ruang kamarnya sekaan tengah memikirnya sesuatu. Ia mulai kesulitan mengatur nafasnya, kemudian mengusap wajahnya dengan telapak tangan.
"Ya, Tuhan. Kok dada ini jadi berdebar ya, denyut jantungku seakan berdetak begitu cepat," ucap Azka yang seketika menaruh tangan di dadanya. "Harus minum air putih dulu ni," lanjutnya.
Azka kemudian berjalan turun ke lantai bawah, hendak mencari air minum untuk melegakan perasaannya. Akan tetapi, belum juga ia mengambil airnya, terlihat Sabrina yang tengah bediri di depan pintu lemari es tengah mengambil air minum.
"Maaf, Tuan. Ada yang bisa Saya bantu?" Melihat Azka datang menghampiri Seketika Sabrina menundukan kepalanya kemudian menyodorkan tawaran.
Namun, belum juga Azka menjawab pertanyaan Sabrina, terdengar suara gemuruh kencang dari arah perut Azka. Sepertinya perut ia mulai menagih jatah makan malam yang sudah terlewatkan.
"Tuan mau Saya siapkan makanan?" Mendengar gemuruh isi perut Azka, Sabrina spontan menebak jika Tuan Mudanya tengah kepalaparan.
"So tahu, Kamu!" Azka mulai tersipu malu.
"Oh maaf, Tuan. Kalo saya salah," Sabrina kembali tertunduk malu.
"Ya udah, siapkan makanan. Saya mau makan," ketus Azka seraya membuka pintu lemari es hendak mengambil minumannya.
"Baik, Tuan. Sebentar ya." Sabrina bergegas menghangatkan serta menyiapkan makanan yang di inginkan Tuan Mudanya.
Azka yang sudah duduk rapi di kursi makan seperti sudah tidak sabar ingin menyantap makan malamnya.
"Kamu mau kemana?" tanya Azka yang seketika melihat Sabrina hendak kembali ke kamarnya.
"Mau kembali ke kamar, Tuan. Tadi saya hanya kehausan," sahut Sabrina dengan lembut.
"Duduk di sini, temani Saya makan!" Ketus Azka tanpa berani menatap wajah Sabrina.