"Kau sudah mencuri hati ibunya Haris, sekarang kau malah mencuri hati Haris secara langsung," sinis Risa di ambang pintu kamarnya.
Alessa sudah yakin bahwa mamanya pasti akan berlaku seperti ini padanya. Ia tahu bahwa mamanya sangat ingin Alena menjadi istri Haris.
"Itu tidak seperti yang Mama pikiran." Alessa langsung bangkit dari posisinya dan menatap tepat Risa.
Risa maju mendekati Alessa dengan tatapan mata sinis. "Kamu itu maunya apa? Mau merebut Haris dari Alena?"
"Tidak Ma, tidak seperti itu." Alessa mencoba membela dirinya, karena itu memang tidak seperti yang mamanya pikirkan.
Sedikit pun niat untuk merebut Haris dari Alena tidak ada. Biar bagaimanapun kedua orang tuanya memanjakan saudara kembarnya, ia sama sekali tidak pernah merasa iri.
Sejak dulu, Alena selalu lebih penting. Alessa sama sekali tidak pernah merasa iri, apalagi sampai berniat untuk merebut kebahagiaan milik Alena.
"Lalu, apa yang kau lakukan hingga Haris bisa seperti itu padamu? Kau kelihatan seperti sudah dekat dengan Haris," tuduh mamanya dengan wajah penuh selidik.
Alessa benar-benar tidak mengerti maksud dan arah pembicaraan dari mamanya. Ia benar-benar bingung kenapa mamanya bisa berbicara seperti itu padanya.
"Tidak, Ma. Kami hanya bertemu di dapur dengan dia yang bertanya kamar mandi. Sudah itu saja, tidak lebih." Alessa menjelaskan semuanya pada Risa.
Terserah mamanya itu ingin percaya atau tidak, tapi Alessa benar-benar sudah menceritakan yang sebenarnya terjadi.
Ia sama sekali tidak tertarik pada Haris apalagi sampai berniat untuk merebutnya dari Alena. Itu lebih mustahil ia lakukan.
"Awas aja kamu ya!"
Alessa terdiam dengan ancaman yang diberikan oleh ibu sambungnya itu. Sepeninggal ibu sambungnya itu, Alessa kembali berbaring dan mencoba untuk memejamkan matanya dan berusaha untuk tidak memikirkan kejadian yang baru saja.
***
"Alessa bangun!!!"
Suara yang begitu mengganggunya sejak tadi benar-benar sudah merusak waktu istirahatnya di pagi minggu ini.
"Tolong jangan mengganggu waktu istirahatku!" seru Alessa yang merasa sudah sangat terganggu.
Ia tidak memili agenda apapun di hari minggu dan sudah cukup siap untuk istirahat dan bangun saat matahari sudah berada di atas kepala. Namun, kali ini wakt tidurnya yang sangat berharga malah harus diganggu oleh Alena.
"Aku sudah bangun, maka cepat katakan saja apa yang sangat ingin akau katakan padaku!" Alessa benar-benar kesal.
Ia hanya ingin saudara kembarnya itu segera memberitahu masud dan tujuannya lalu pergi dan tidak mengganggu waktu tidurnya.
"Kau belum bangun, matamu masih tertutup." Alena seperti tidak puas dengan apa yang sudah Alessa lakukan untuknya.
Bukan Alessa tak ingin meladeni saudara kembarnya itu. Namun, jika ia sudah membuka matanya, maka ia akan kesulitan untuk tidur kembali. Lebih parahnya lagi, malah ia mungkin tidak akan bisa untuk melanjutkan tidurnya.
Namun, jika sudah begini, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain membuka matanya dan mulai meladeni Alena. "Ada apa?"
Namun, ia begitu terkejut saat melihat wajah saudara kembarnya dalam jarak yang begitu dekat/ Lebih anehnya lagi, kini wajah saudara kembarnya terlihat terbalik.
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Alena padanya dengan wajah begitu polos dan penuh tanya.
"Seharusnya aku lah yang bertanya padamu. Kenapa kau melihatku dengan wajah seperti itu? Wajahmu sangat aneh jika dilihat dengan posisi yanng seperti itu." Alessa sudah terlanjur risih karena ia bahkan sama sekali tidak bisa untuk sekedar menggerakkan kepalanya karena posisi seperti ini.
Alena menunjukkan cengiran khasnya dan kemudian merubah posisi menjadi duduk disebelah Alessa yang bahkan belum memiliki niat untuk bangun.
"Kau ada kegiatan hari ini?" tanya Alena sebagi pembuka percakapan diantara keduanya.
"Tidak ada dan tidak ada niatan untuk pergi ke acara apapun. Sebenarnya, untuk sekedar meladenimu saja aku malas." jawab Alessa dengan wajah kesal dan mata sinis ke arah Alena.
Lagi-lagi, Alena tertawa kecil dan terus cengengesan mendengar jawaban tersebut dari Alessa. Mau dikata apalagi? Memang itu adanya kan?
"Aku sebenarnya ingin mengajakmu jalan-jalan. Mau?" tanyanya lagi.
Alessa memutar kedua bola matanya malas. Ia pikir, dengan menjawab seperti yang sebelumnya akan membuat Alena berpikir. Nyatanya, tidak semudah itu untuk membuat saudara kembarnya mengerti.
"TIdak, aku sedang tidak tertarik untuk kemana pun kecuali berjalan-jalan ke alam mimpi." Alessa menatap serius Alena berusaha membuat gadis itu mengerti.
"Hanya sebentar saja dan tidak akan lama. Aku berjanji tentang hal itu." Alena mulai memaksa Alessa dengan janji palsu yang Alessa sudah sangat tahu bahwa saudara kembarnya pasti akan berbohong.
''Kau selalu berbohong tentang itu." Alessa memutar tubuhnya dan mulai menarik selimutnya kembali.
Namun, Alena tampak tak berhenti sampai disitu dan tak ingin berhenti untuk mengganggu Alessa. Ia menarik kembali selimut yang sudah Alessa gunakan.
"Hanya sebentar, aku berjanji. Kau kan sudah sangat lama tidak jalan bersamaku," tutur Alena dengan terus menarik-narik selimut Alessa.
Meski ia sangat malas, tapi apa yang dikatakan oleh saudara kembarnya itu ada benarnya juga. Ia bahkan sudah tidak ingat kapan mereka jalan bersama.
"Bukankah sebentar lagi aku akan menikah dengan Haris? Jika tidak sekarang, maka kau akan sangat kehilangan kesempatan untuk bisa keluar bersama denganku lagi." Alessa terdiam. Benar juga, jika tidak sekarang maka tidak akan pernah lagi.
"Kau ingin mengajakku kemana?" tanya Alessa yang masih memunggungi Alena.
"Kau tidak perlu tahu sekarang, nanti kau juga akan tahu sendiri ketika sudah tiba di tempat tujuan." Alena menjawab dengan jawaban yang malah membuat Alessa begitu penasaran.
"Jika kau tidak ingin memberitahu, maka aku tidak ingin ikut bersamamu. Aku takut jika kau malah mengajakku ke tempat terlarang atau malah menjadikan aku tumbal," ucap Alessa yang lagi-lagi masih mencoba menarik selimutnya.
Sebenarnya, ia melakukan itu agar Alena segera memberitahunya mereka akan kemana. Setidaknya biar Alessa tidak merasa penasaran yang terlalu berlebihan kan.
"Tidak, aku tidak sejahat itu. Kau ini sebenarnya niat untuk menemani aku atau tidak?" tanya Alena yang mulai kesal.
Dalam diam sebenarnya Alessa tertawa karena sudah membuat saudara kembarnya itu kesal. "Iya, aku akan menemani dirimu. Aku hanya akan memastikan kita akan kemana agar aku tidak salah memakai pakaian. Nanti, aku memakai baju yang sedikit seksi, tau-taunya kau malah membawaku ke acara pengajian."
"Kau terlalu banyak alasan. Padahal, acara pengajian mana yang ada di waktu sepagi ini, Les?" tanya Alena yang menambah kerutan wajahnya karena terlalu kesal dengan Alessa. "Daripada kau membuang waktumu untuk berbohong, lebih baik kau gunakan waktumu itu untuk segera bersiap."
Alena seperti sudah sangat tidak sabar. Karena, gadis itu terus berusaha menarik-narik tangan Alessa untuk segera bangun dan bersiap.
"Jangan tarik tanganku seperti itu. Jika patah, maka aku sama sekali tidak bisa menemanimu," ucap Alessa untuk menggoda Alena.
Setelah mendengar Alessa mengucapkan kalimat itu, Alena menatapnya dengan tatapan sinis dan berlalu pergi membiarkan ALessa untuk bersiap lebih dulu.
Alessa bangkit dari tempat tidurnya dan memilih pakaian yang nantinya akan dia pakai untuk pergi keluar bersama Alena.
Ia memilih menggunakan dress selutut yang masih bagus berwarna peach. Bukan ingin menyaingi Alena atau harus merasa lebih cantik daripada dia. Namun, berjalan berdampingan dengan seorang model yang memiliki nama besar, juga tidak boleh terlihat malu-maluin, kan?