Chereads / Cinta Tiga Hati / Chapter 1 - Rencana Perjodohan Alena

Cinta Tiga Hati

🇮🇩ArattHanafii
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 6.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Rencana Perjodohan Alena

"Ayah ingin menjodohkan Alena pada salah satu anak dari rekan bisnis ayah." Perkataan Harsit benar-benar membuat keluarganya terdiam dan mematung.

Terlebih lagi pada Alena, gadis cantik berbadan seksi dengan kulit putih dan mulus. Wajahnya cantik dengan bibir tebal dan hidung yang mancung. Pipinya tirus, dan terdapat lesung pipi di pipi kanannya.

Alena Salsabilla, gadis yang berhasil lulus dari salah satu universitas terbaik di Indonesia. Ia gadis yang pintar, dengan wajah yang cantik. Memang pantas jika dikategorikan sebagai gadis sempurna yang digadang-gadang incaran setiap pria lajang.

"Siapa laki-laki yang berhasil mendapatkan Alena, pasti lah sangat beruntung." Kini Risa turut ikut berbicara. "Tidak seperti replikanya Alena, gadis itu memang tidak berguna."

Risa berkata seperti itu guna menyinggung Alessa, kembaran Alena yang tidak secantik juga tak berpendidikan tinggi seperti Alena. Alessa gadis sederhana yang hanya lulus Sekolah Menengah Atas saja dan kini mengabdikan dirinya untuk menjadi guru dari sekolah anak berkebutuhan khusus. Tidak hanya itu, bahkan Alena juga mengabdikan dirinya sebagai guru honorer di Sekolah Dasar.

"Alena sama Alessa sama aja, Ma. Kami kan kembar." Alena selalu berkata seperti itu jika Risa, ibunya, menyindir-nyindir Alessa.

Risa memutar bola matanya malas. Sejak menikah dengan Harsit, Risa memang lebih memprioritaskan Alena karena ia memiliki wajah dan tubuh ideal. Berbeda dengan Alessa meski mereka adalah kembar.

Ya, Risa adalah ibu sambung mereka. Menikah dengan Harsit saat umur saudara kembar itu masih tujuh tahun. Ibu kandung mereka meninggal sesaat setelah melahirkan Alessa dan Alena karena pendarahan.

"Karena Alena yang lebih dulu lahir, jadi perjodohan ini untuk Alena, ya. Alessa, nanti saat Ayah sudah memilih pria baik untukmu," ucap Harsit yang melanjutkan percakapan tentang perjodohan Alena.

"Tidak masalah buatku. Terserah Ayah sama Mama saja baiknya bagaimana. Hanya saja, bagaiman dengan karir Alena yang baru ia mulai? Bukankah agensinya tidak mengijinkan para model untuk menikah lebih dulu sebelum debut?" tanya Alessa dengan raut wajah bingung.

Mendengar pertanyaan itu, ketiga anggota keluarganya terdiam. Memang benar, Alena seorang model dibawah naungan agensi teman Risa, ibu tiri mereka.

Alessa memang tak bergabung karena ia merasa tidak secantik Alena. Ia juga begitu malu jika harus meliuk-liukkan tubuhnya hanya demi dilihat banyak orang.

"Masalah itu, kita bicarakan nanti. Sekarang, Alena harus berjodoh lebih dulu." Harsit memasang wajah seolah ia tak terima penolakan dari siapapun lagi. "Besok, laki-laki itu akan datang kemari. Kamu bisa ngobrol dengannya."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Harsit bangkit dan pergi menuju ruang kerjanya. Harsit memang kepala keluarga yang gila kerja. Baginya, tidak ada kegiatan lain selain kerja yang bermanfaat.

"Mama mau ke kamar dulu. Jangan ribut!" Risa juga sudah selesai makan meninggalkan kedua anak kembarnya.

"Ayah kayaknya flashback ke masa-masa Siti Nurbayah deh, Less." Alena menunjukkan wajah kesal sembari menyendokan sayuran ke dalam mulutnya.

"Kamu bisa saja! Mungkin memang ayah mau kamu lebih mandiri, Na. Ya gak apa dong, nanti kamu bangun tidur eh ada suami yang ngasih morning kiss," ujar Alessa degan tawa kecil diujung kalimatnya.

"Masalahnya, aku sudah memiliki pacar. Ia bahkan sudah berjanji akan menikahiku dan sekarang sedang bekerja keras untukku. Meski ia anak orang kaya, tapi dia tidak mengharapkan harta orang tuanya. Wajahnya tampan, aku tidak tahu anak teman ayah yang akan dijodohkan padaku wajahnya tampan atau tidak. Sungguh, aku membayangkan bahwa laki-laki itu bertubuh gemuk dan berwajah jelek," jelasnya dengan memberi wajah yang seakan jijik dengan pria yang ia sebutkan tadi.

Alessa tertawa. Baginya, tidak apa-apa Alena memilih pria yang seperti itu. Bukankah Alena gadis yang cantik? Wajar saja ia memilih pria tampan agar keturunannya juga cantik maupun tampan.

Berbeda dengan Alessa yang tidak memilih kandidat pria yang akan menikahinya. Setidaknya, ia memiliki hati yang baik dan tanggung jawab. Perihal wajah dan harta, nanti akan diusahakan sebisanya.

"Kamu saja yang dijodohkan, Les," lontar Alena tanpa wajah berdosa.

Jelas saja Alessa tersedak makanannya sendiri. Meskipun ia tidak memilih pria tampan atau jelek, tapi kalau untuk dijodoh-jodohkan ya Alessa jelas saja tidak mau.

"Nah kan, kamu aja gak mau." Kali ini, Alena tertawa karena saudara kembarnya tersedak.

"Aku tidak mau. Bukan karena jelek atau tampan, tapi karena aku ingin pasangan yang mencintaiku seutuhnya. Menerima aku," jawab Alessa dengan begitu ngotot.

"Bilang saja kau mencari pria kaya," ujar Alena yang sepertinya sengaja membuat Alessa kesal.

"Ayahku lebih kaya dari pria manapun. Jika aku beruntung, aku hanya ingin dijodohkan sama pria kaya yang lebih kaya dari ayahku. Bye!" Alessa kemudian pergi untuk masuk ke dalam kamarnya.

Alessa tidak berkata dengan serius mengenai itu. Iya hanya bercanda, lagi pula, baginya kaya atau tidak, itu sama saja. Harta bisa dicari, tapi kenyamanan untuk hati yang sulit.

Saat berada di dalam kamarnya, Alessa menatap ke luar jendela. Matanya sibuk melihat ribuan bintang di langit, serta bulan yang sedang benar-benar membulat dan memancarkan cahaya terang.

"Bu, seandainya ibu masih ada," lirih Alessa ketika mengingat bahwa ia tak pernah bertemu ibunya dan merasakan cinta ibu.

"Alessa seneng kalau Lena di sayang sama mama Risa. Hanya saja, Alessa juga mau disayang kaya Lena, bu." Bulir bening itupun akhirnya jatuh.

Bukan berarti Risa, ibu sambungnya tidak pernah menyayangi Alessa, bukan. Dulu, Risa menyayangi keduanya. Namun, kasih sayangnya lama kelamaan berat sebelah dan hanya menyayangi Alena saja.

Pertama, karena Alena lebih cantik dan pasti akan menjadi penerus ibu sambungnya sebagai seorang model.

Kedua, karena Alena anak yang pintar dan fashionable, berbeda dengan Alessa yang begitu sederhana.

"Less ... Kamu kok nangis?"

Alessa melihat ke sumber suara. Ternyata, itu ayahnya yang masuk. Sejak dulu, hanya ayahnya lah yang menyayangi Alessa, dan tidak pernah berubah.

"Alessa cuma sedang kangen sama ibu, Yah." Alessa menjawab jujur karena ia tak mungkin berbohong pada ayahnya sendiri mengenai perasaannya.

"Kan ada mama Risa. Mama Risa sayang sama kamu. Cuma, dia gak nampakin saja karena dia kan sibuk seharian ngurusin Alena sebagai model." Ayahnya mendekat. Sebenarnya, apa yang dikatakan Harsit benar.

"Tidak, Yah. Tidak apa-apa. Mungkin memang Alessa saja yang tidak paham kalau mama Risa sayang sama Alessa," ucap Alessa yang menatap lurus ke depan memandangi halaman rumahnya.

"Tidak boleh gitu. Sekarang umur kamu sudah dewasa. Besok Alena yang akan dijodohkan, sebentar lagi kamu. Tidak terasa, kayanya baru kemarin Ayah gendong kalian." Perkataan ayahnya sukses membuat Alessa kesal.

"Ayah ... Kalau mau jodohin aku, harus sama laki-laki yang lebih kaya dari Ayah. Kalau enggak, aku gak mau. Dah, aku mau tidur. Kalau Ayah keluar, matiin lampunya!" Tanpa basa basi, Alessa segera naik ke tempat tidurnya dan memakai selimut hingga ke wajah.

Melihat tingkah laku putrinya, Harsit tertawa. Ia keluar, dan tidak lupa mematikan lampu kamar Alessa.