Dani merasa sudah tidak tahan lagi dengan keberadaan dan gangguan Yoga di dalam kamarnya.
Sambil menghela nafas, Dani memberanikan diri untuk memanggil arwah Yoga.
"Yoga, dimana lo? Gue mau ngomong sama lo!" teriak Dani dengan lantangnya. Dani sudah mendapatkan cara untuk bisa memutuskan janjinya dengan Yoga.
Tiba-tiba kamar Dani berubah jadi mencekam, lampunya mati nyala berulang kali, angin mulai berhembus kencang membuat pintu dan jendela kamar Dani jadi tertutup dan terbuka dengan sendirinya.
Semua barang milik Dani mulai berterbangan ke atas, lalu berjatuhan ke lantai.
Dani mulai merasakan hawa dingin di tengkuknya. Bulu kuduknya berdiri dan ia merasa ada yang sesuatu yang sedang memantaunya dari atas lemari.
Tidak lama kemudian, muncul arwah Yoga dengan wajah yang semakin hancur. Semakin lama wajahnya semakin menyeramkan. Bau busuk dan anyir mulai menyeruak di hidung Dani sampai tercium ke seluruh ruangan kamar ini.
"Ada apa sahabatku?" tanya Yoga sambil tertawa di atas lemari.
Dani memejamkan matanya, ia mencoba untuk melawan rasa takutnya agar ia bisa mengatakan apa maksud dan tujuannya tadi.
"Gue mau memutus janji kita," katanya dengan lantang sambil memejamkan mata karena takut melihat wajah Yoga yang menyeramkan.
Arwah Yoga merasa tak terima dengan ucapan Dani. Tawanya berubah jadi geraman. Matanya menyorot warna merah.
Yoga benar-benar marah dan tidak terima. Lalu ia turun dari atas lemari dan terbang menghampiri Dani yang duduk di atas ranjang.
Yoga menyerang Dani, dia mulai mencekik leher Dani dengan kuat.
Dani tak dapat berbuat banyak, karena cekikan Yoga terasa sangat kuat.
"Lepasin gue Ga!" kata Dani dengan nafas terbata-bata karena mulai kehabisan nafasnya.
Namun sayang Yoga tak menghiraukan ucapan Dani. Dia tetap mencekik sahabatnya tanpa ampun.
"Lo harus mati dengan gue!" katanya semakin kuat mencekik Dani.
Dani semakin tak dapat berkutik, ia hanya diam aja pasrah jika sekarang ia harus mati di tangan sahabatnya sendiri.
Dani sadar, kematian Yoga memang salahnya. Ia pantas jika mendapatkan balasan ini. Dani juga terlihat sangat menyesali semua perbuatannya.
Ia menangis sambil memejamkan matanya.
Seketika pintu kamar Dani terbuka. Yoga langsung melepaskan tangannya dari leher Dani dan menoleh ke arah pintu.
"Lepasin dia!" kata Rizal dengan lantang.
Rizal dan Bimo sengaja datang ke rumah Dani karena mereka begitu khawatir dengan kondisi Dani.
Dan benar saja ketika mereka sampai rumah Dani, mereka melihat Dani sudah lemas akibat dicekik oleh Yoga.
"Bukan urusan kalian!" kata Yoga dengan mata yang melotot. Yoga nampak tidak senang dengan kedatangan mereka yang ikut mencampuri urusannya dengan Dani.
"Dani itu sahabat lo! Masa lo tega mau bunuh sahabat lo sendiri," ucap Bimo memberanikan diri untuk bicara. Meskipun ia tetap berlindung di balik punggung Rizal karena takut dengan wajah Yoga yang hancur dan bau anyir itu.
"Dia sudah janji sama gue! Janji tetaplah janji!" kata Yoga dengan lantang sambil tertawa yang membuat ruangan ini terasa bergema.
Bimo dan Rizal saling beradu pandang ketika tiba-tiba Yoga menghentikan tawanya dan mengubah wajahnya jadi sedih.
"Gue sudah mati. Gue nggak bisa meneruskan hidup gue, gue nggak bisa meneruskan mimpi dan cita-cita gue. Karena DIA!" kata Yoga sambil menunjukkan jarinya ke arah Dani yang masih terlihat pucat.
Bimo dan Rizal semakin bingung. Mereka mengerutkan keningnya dan menatap ke arah Dani yang masih menunduk lemas.
"Apa maksud lo bilang begitu? Kenapa lo bilang Dani sebagai penyebab kematian lo?" tanya Rizal dengan sangat berhati-hati.
Yoga kembali tertawa sambil mendekat ke arah Dani. Lalu dia membisikkan sesuatu di telinga Dani.
"Janji tetaplah janji. Lo harus tetap mati bersama gue!"
Setelah berkata itu, Yoga menghilang begitu saja.
Dani akhirnya bisa bernafas lega sekarang karena Yoga sudah tidak ada lagi di kamarnya.
Bimo dan Rizal segera mendekat ke arah Dani. Mereka merangkul Dani yang masih terlihat sangat shock dan membantu Dani untuk berbaring di tempat tidur.
"Apa maksud perkataan Yoga tadi Dan? Kenapa dia bilang lo yang sudah menyebabkan kematian dia?" tanya Bimo dengan pelan ketika Dani sudah terlihat lebih tenang.
Dani bingung harus menjawab apa. Ia tidak mungkin menceritakan kronologi kecelakaan itu yang sebenarnya.
"Kenapa lo nggak jawab?" tanya Rizal juga merasa penasaran.
Rizal dan Bimo saling melirik satu sama lain. Mereka berpikir bahwa masih ada yang Dani yang sembunyikan di balik tragedi kecelakaan itu.
Rizal menepuk bahu Bimo lalu menggelengkan kepalanya.
Rizal rasa ini bukan waktu yang tepat untuk mereka menyelidiki masalah ini. Karena kejadian yang baru saja menimpa Dani masih membuat Dani shock dan lemas.
Bimo hanya mengangguk, ia mengerti apa yang dimaksud oleh Rizal.
"Oke Dan. Kalau memang lo belum mau cerita ini sama kita sekarang juga nggak papa kok. Tapi lo jangan pendam masalah ini sendirian. Kita siap bantu lo, lo harus ceritakan ini sama kita supaya kita bisa cari jalan keluarnya," ucap Bimo menepuk bahu Dani pelan.
Dani hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
"Ya udah, kalau gitu gue dan Rizal balik dulu ya. Jangan lupa untuk cerita sama kita kalau memang lo sudah siap."
Bimo dan Rizal pun berpamitan lalu meninggalkan kamar Dani.
Dani kembali meringkuk di tempat tidurnya.
Ia sangat ketakutan dan bingung harus berbuat apa.
Kejadian yang menimpa Yoga akibat kelalaiannya dalam berkendaraan. Dani dalam keadaan mabuk saat itu tanpa sepengetahuan Yoga, ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Kondisi jalanan pada saat kejadian nahas itu sangat licin karena habis turun hujan lebat.
Yoga sudah memperingati Dani untuk lebih berhati-hati, tapi Dani tak menghiraukan ucapan Yoga dan semakin menambah kecepatan motornya.
Sampai akhirnya kecelakaan itu tak dapat dihindari.
Dani bisa selamat tapi Yoga justru meninggal dunia di tempat.
Dani selalu terbayang bayang kejadian itu. Jika ia bisa memutar waktu, ia ingin kembali kepada hari kejadian itu. Ia ingin berkata pada Yoga kalau dirinya sedang mabuk. Dani mabuk juga bukan karena tanpa alasan. Dani punya alasan kenapa ia bisa sampai mabuk dan menyebabkan kecelakaan itu terjadi.
Rasa penyesalan terus menghantui Dani. Hingga saat ini masih belum ada orang yang mengetahui kejadian sebenarnya.
Satu-satunya orang yang tahu adalah Sandi. Itupun hanya sepintas. Tidak semuanya Dani ceritakan kepada Sandi. Karena ia takut, keluarga Yoga akan marah dan mengusut masalah ini ke pihak kepolisian.
Tidak lama kemudian tiba-tiba hawa kamar Dani kembali dingin. Dani merasa merinding dan dingin di bagian tengkuknya.
Dani merasa ada yang ganjil. Lalu ia mengedarkan matanya ke seluruh ruangan kamarnya.
Dan ia melihat arwah Yoga kembali datang. Matanya merah dan ia tertawa lebar.
Dani hanya bisa berteriak, berharap ada orang yang masuk ke kamarnya dan menolongnya dari gangguan Yoga.