Malam ini, Deon memulai dirinya untuk berjaga. Karena banyak warga yang menuduh dirinya adalah pembunuh berantai itu. Maka, Deon pun mengusulkam dirinya untuk berjaga malam ini kepada Lurah setempat.
Malam ini, Deon, Zio, Hendra, Tio, dan juga Bima memulai ronda malam. Mereka yakin bisa menangkap pembunuh itu malam ini, bahkan pintu masuk dan keluar komplek ini sudah dijaga oleh para polisi setempat.
"Deon, kau tahu? Semua orang di komplek ini menuduhmu sebagai pelakunya," ujar Tio saat mereka tengah bermain catur.
"Hm, tak apa. Mungkin wajahku nampak seperti kriminal sekarang karena sering membolos sekolah," jawab Deon pasrah.
"Apa kau tak takut ayah dan ibumu menyiksamu lagi jika kau terus membolos?" tanya Zio.
"Aku tak bisa meninggalkan Lia sendirian, sekalipun aku sekolah. Aku hanya akan bisa sekolah sampai tengah hari, sisanya aku membolos demi bisa menjemputnya. Terlebih, keadaan seperti ini. Lia trauma sekali," jelas Deon.
"Aku sendiri tak yakin kau adalah orangnya. Kau siswa yang pintar, keluargamu juga terkenal baik di sini, mana mungkin anak muda sepertimu membunuh kami," sahut Hendra.
"Terima kasih karena kalian percaya jika aku bukan pelakunya," jawab Deon senang.
"Ya. Bahkan kami tak melihat perilakumu yang aneh," sambung Zio.
Deon hanya tersenyum getir. Ah.. Beginikah rasanya diasingkan? Pasti ini berat sekali bagi Beni menjalani hari-harinya seperti ini. Deon merasakannya sekarang.
"Oh ya, kau tahu kemana perginya Beni saudaramu yang aneh itu?" tanya Tio karena ia sedikit aneh dengan perlakuan Beni yang aneh sebelum pergi.
"Aku bahkan tak pernah bertemu dengannya kembali selepas perpisahan itu. Dia tampak lebih temperamen karena pertengkaran hari itu, jelas aku merasa bersalah karena tak menolongnya hari itu dan dia juga membenciku," jawab Deon.
"Pasti berat baginya merasakan itu semua. Dia dijauhi banyak orang bahkan diperlakukan semena-mena oleh orang tuanya," jelas Zio.
"Ya, aku kadang memberinya makanan tanpa sepengetahuan warga. Kalian tahu, aku manusia biasa yang punya hati nurani. Jelas aku iba melihat dia cacat seperti itu," ucap Tio.
"Mungkin dia pergi jauh dan takkan kembali. Aku bingung kenapa Lim bisa menuduh dia sebagai pelakunya," ujar Hendra terheran-heran.
Deon hanya bisa diam mendengarkan. Toh, kini dirinya tahu bahwa tidak semua warga di komplek ini membenci Beni. Mereka hanya tak mau dijauhi karena mendekat dengan orang cacat seperti dirinya. Setidaknya, itu lebih baik daripada perlakuan kedua orang tua Beni yang memperlakukannya melebihi anjing.
- The Silent In Midnight -
TRAK! TRAK! TRAK!
Terdengar suara seseorang tengah memotong daging dan sayuran di dapurnya dengan senang. Ia bernyanyi-nyanyi sesekali dan tampak sangat senang.
"Bukankah mereka bodoh melakukan ronda malam seperti itu? Apa polisi di kota ini juga lebih bodoh?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Ia tertawa bahagia karena melihat warga komplek itu melakukan penjagaan ketat yang sama sekali tak berguna menurutnya. Sebab, ia sudah menyiapkan rencana untuk target selanjutnya hanya dengan satu tekan tombol saja.
Selepas memotong daging dan memasaknya. Sembari menunggu supnya jadi, ia duduk di kursi sofa dan membuka laptopnya. Ia sudah menyiapkan senjata jarak jauh untuk menghancurkan targetnya malam ini.
"Haha, ya ya.. Pulang makin malam lebih baik, kesunyian malam itu adalah temanku," ujarnya.
Ia melihat sebuah tayangan cctv dari sebuah rumah yang merupakan targetnya malam ini. Memperhatikan dari jauh seseorang yang tengah berjalan menuju ke ruang dapur.
Ia membawa sebuah minuman dan meneguknya dengan tenang. Setelah itu, targetnya melakukan makan malam sendirian kala semua keluarganya sudah terlelap.
Selesai makan, tiba saatnya ia melancarkan aksinya. Dengan menekan satu tombol, semuanya beres dan selesai!
KLIK!
• • •
Deon sama sekali tak menutup matanya. Ia memperhatikan jalanan yang lenggang dan sepi.
"Bagaimana jika kita berpencar untuk berkeliling? Toh, diam disini hanya membuat kita bosan," ujar Tio.
"Ide bagus! Kau dan Hendra pergi ke sana, aku dan Deon akan kesini," putus Zio.
"Oke! Ketemu nanti disini dan saling mengabari lewat grup jika ada sesuatu terjadi," ujar Hendra.
Mereka mengangguk, lantas pada saat itu juga mereka berpencar. Deon dan Zio berjalan ke arah kanan, ke bagian utara dari komplek ini.
"Zio, bukankah malam ini terasa dingin?" tanya Deon memeluk dirinya sendiri.
"Iya. Aku bahkan butuh jaket malam ini. Ah, biasanya jam segini aku sudah masuk alam mimpiku. Oh ya, besok kau tak sekolah?" tanya Zio.
"Aku izin sakit pada guruku. Lagipula, keselamatan adikku lebih penting dari segalanya," sahut Deon.
"Wah, kau kakak yang sangat baik. Tapi, jangan sering meninggalkan kelas. Kau membutuhkannya untuk bekerja nanti," ujar Zio mengingatkan.
"Ya, aku tahu. Mungkin lusa aku akan memikirkannya untuk masuk atau tidak," sahut Deon.
"Hm, tak ada yang mencurigakan yah? Apa mungkin pembunuh itu tak kembali?" tanya Zio penasaran.
"Kuharap begitu, supaya kita terbebas dari teror mengerikan ini. Aku benar-benar sudah muak," jawab Deon.
"Ya, kuharap juga sama sepertimu," sahut Zio.
Mereka berjalan begitu saja. Mengelilingi komplek yang luas ini. Namun, sama sekali tak ada hal yang mencurigakan. Bahkan semua tampak damai sekali. Suasana perumahan pun lebih cerah dari biasanya.
Para warga berinisiatif memasang lampu jalan agar suasana perumahan mereka tidak kelam dan gelap. Deon maupun Zio berjalan santai saja tanpa menggunakan senter sama sekali sebab jalan begitu terang.
Mungkin, pembunuh itu takut dengan suasana baru ini. Mereka hanya bisa berharap sama, kondisi komplek kembali damai seperti semula dan teror itu berakhir begitu saja.
Tanpa terasa, mereka sudah kembali ke tempat dimana mereka berpisah tadi. Kini, Deon, Zio, Tio dan Hendra sudah berkumpul kembali.
"Apakah ada hal yang mencurigakan?" tanya Hendra.
"Tak ada. Mungkin pembunuh itu sudah pergi dan takkan kembali," jawab Zio penuh harap.
"Ah, ya mungkin karena suasana perumahan yang baru. Dan penjagaan polisi juga begitu ketat, mana mungkin dia bisa masuk sendirian kemari," ujar Tio.
"Semoga saja dia benar-benar pergi dari sini," ucap Deon mendoakan.
"Aamiin!" seru mereka bersamaan.
Malam ini, mereka terus berjaga sampai pagi. Mereka berpikir malam ini semuanya berjalan dengan baik. Tak ada kecurigaan, tak ada tanda-tanda hal yang membuat mereka was-was dan takut. Mereka pikir, komplek ini sudah benar-benar aman.
Padahal, tidak sepenuhnya. Sebuah keluarga terlelap dengan begitu hangat. Tanpa mereka sadari, esok hari akan menjadi hal yang mengejutkan bagi mereka. Mereka akan dibuahi hadiah surprise yang begitu indah sebab malam ini semuanya nampak terjaga.
Semuanya terlelap dalam mimpi. Tanpa tahu, hari esok sudah menanti mereka. Hari yang tak akan mereka lupakan sampai kapanpun.