Chereads / Hello, Capt! / Chapter 9 - Different Light

Chapter 9 - Different Light

"Jangan mendekat!" teriak Zea dengan sisa-sisa tenaga yang ada.

Mungkin inilah akhir dari hidupnya.

Kesialan itu tidak pernah meninggalkannya barang sehari saja. Maka mungkin, dengan berakhir di sini, Zea akan tenang di alam sana.

"Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi padaku? Mengapa semua ini terlihat sangat menakutkan dan menyedihkan?"

"Tidak hanya satu, aku terus mengalami hal-hal sial seperti ini. Apa memang benar ada mata jahat yang selalu mengikutiku? Itu sebabnya hidup yang aku jalani begitu berat?"

Semakin kau merasa tidak berdaya, maka kau akan semakin kehilangan kesadaran secara perlahan dan mulai berbicara hal-hal konyol untuk mengusir perasaan takut tersebut.

Inilah yang dilakukan oleh Zea.

Kemarin, ia hampir saja tenggelam, tetapi kemudian keajaiban datang padanya dan ia selamat. Lalu saat ini, ia harus bertemu dengan segerombolan preman karena kembali lebih larut dari biasanya.

Sungguh hidup yang benar-benar lucu.

Rupanya kesulitan yang ia alami tidak hanya hinaan yang diberikan oleh atasannya melainkan rentetan bahaya yang rasanya tidak mau pergi, meninggalkan dirinya begitu saja.

"Kubilang jangan mendekat atau kupukul kalian!" gadis itu mencoba mengancam padahal dirinya yang tengah diancam sekarang.

Sungguh, ia merasa begitu terlihat menyedihkan saat ini,"B-baiklah, haha. Aku ... aku hanya bercanda. Aku tidak akan melaporkan kalian tapi tolong lepaskan aku. Aku tidak mungkin menang melawan kalian jadi tolong biarkan aku pergi kali ini saja."

Tak mampu berteriak, sebab mengetahui nyatanya hal tersebut akan percuma. Melarikan diripun akan menjadi sia-sia.

"Tolong, kasihanilah aku."

"Kumohon biarkan aku pergi." batu yang sempat ia genggam nyatanya terjatuh begitu saja sebab ia tak memiliki tenaga untuk mengayunkan senjata satu-satunya itu.

"Aku tidak akan kuat melawan kalian semua. Dengar, aku tidak memiliki apapun dan sangat miskin. Tidak akan ada gunanya merampokku saat ini, kalian tidak akan menemukan barang berharga dariku."

"Aku kasihanilah aku dan biarkan aku pergi. Aku berjanji akan hidup lebih baik lagi. Aku akan melakukan sisa sisa hidupku dengan berbuat kebaikan tapi tolong biarkan aku meninggalkan tempat ini."

Tetapi faktanya, memulai negosiasi pada seseorang yang tentu saja tidak akan mengabulkan keinginanmu dengan mudah merupakan hal yang bisa dikatakan sebuah kesia-siaan belaka.

Zea bisa melihat bayang-bayang tangan yang memegang benda mematikan tersebut terarah padanya. Bukan memberinya belas kasihan, para penjahat ini malah mulai melancarkan niat buruk mereka.

"Terima ini, Nona cantik. Serahkan semua benda yang kau punya atau pergilah ke neraka!"

Gadis itu memejam ketakutan, berharap ada sebuah keajaiban sedikit saja yang disisakan dunia untuknya. Atau ... Mungkin keputusan yang benar-benar mengakhiri hidupnya di sana.

Baiklah, tidak ada pilihan lain.

Ia akan mati, kemudian menjelma menjadi sosok hantu gentayangan yang akan memberikan pelajaran mereka yang selama ini tidak adil padanya.

Lihat saja!

Terutama bos tempat perusahaan novel online itu berada. Karenanya Zea harus mendapati kematian yang menakutkan seperti ini! Karenanya ia harus lembur dan berakhir pulang malam seperti ini. Semua ini, berasal darinya. Sosok yang tidak pernah memberikan kemudahan atas hidupnya itu akan menjadi orang pertama yang akan ia tuntut pertanggungjawabannya.

Ayunan pisau semakin mendekati lehernya.

"Terima ini atau —"

"Kalian sedang apa?" kemudian, entah bagaimana bisa, suara serak khas seorang pria memecah keheningan. Menghentikan ayunan pisau yang tararah pada Zea.

Tidak, suara itu bukan berasal dari para penjahat di hadapannya. Melodi yang begitu Zea syukuri sebab menyelamatkan nyawanya itu berasal dari arah belakang.

Keajaibannya tlah datang!

Sebentar, apakah ini adalah benar sebuah keajaiban?

Zea masih tak sanggup melihat ke arah suara itu datang. Ia hanya bisa menatap mata para penjahat yang mencegatnya itu. Mereka terlihat cukup terkejut dengan kedatangan sosok yang sebelumnya dengan percaya diri bertanya.

"Siapa kau?" dengan tangan yang dikantung celana sebelah kanan —lebih terlihat bak sedang petantang-petengteng— penjahat yang berbadan kurus melontarkan pertanyaan balik kepada sosok tersebut.

"Kenapa kau ikut campur? Kau kenal kami, hah?!" nadanya yang tadinya biasa mulai meninggi pada kalimat berikutnya. Menandakan kekesalan ditiap titik kata yang ia lontarkan.

"Ah, menyebalkan sekali." cicit si pahlawan dengan santai.

"Kalian tau? Kalian mengganggu jam olahraga saya dan mengatakan omong kosong yang memuakkan."

Zea hendak berbalik melihat si pahlawan itu dengan sisa tenaga yang ia miliki, susah payah ia bisa tetap berdiri tegar dengan tubuh yang gemetar. Gadis itu bisa melihat siapa yang berani mengatakan hal tak masuk akal di tengah penjahat-penjahat tersebut.

Dari gambaran mengenai orang itu, bisa dikatakan ia adalah pria dengan postur tubuh tinggi berisi yang terlihat cukup ... Gagah. Wajahnya tidak dapat terlihat dengan jelas sebab gelapnya malam. Hanya saja Zea bisa melihat wajah bersih nan berseri secara samar —bantuan cahaya rembulan.

Tetapi tunggu ... Ia seperti mengenali pria ini.

Dimana?

"Tentu saja tidak." pria itu kembali menjawab pertanyaan yang diajukan padanya. Tentu saja bukan pertanyaan yang sebelumnya tergambar di kepala Zea. Gadis itu tidak memiliki tenaga untuk melontarkan pertanyaan.

"Haruskah kita saling berkenalan?" ejeknya, menambahkan sedikit bumbu yang tentu saja membuat para penjahat yang sudah terlihat murka itu semakin memanas.

"Hei, Idiot! Kau mencoba untuk menghinaku?"

"Kau pikir bisa melakukan apapun? Apa kau kira kami akan takut padamu, hah?!" teriak penjahat yang paling besar.

Rupanya sesuai dengan postur tubuhnya pria itu yang lebih cepat tersulut emosi. Ya, sesuai apa yang tlah diprediksi.

Zea pernah menyaksikan hal-hal yang seperti ini! Di sebuah film, ia melihat si 'pembela yang lemah' atau bagaimana ia bisa menjulukinya? Pahlawan. Memiliki aura yang mematikan seperti ini. Jadi sebentar, haruskah ia takut pada 'pembegal' atau pria itu?

"Jika kau berjanji tak mengganggu wanita itu lagi dan membiarkannya pergi, saya akan mencoba untuk tak peduli dan melanjutkan perjalanan. Menganggap kalian tidak ada di sini."

Kalimat itu membuat Zea terbelalak.

Tawaran macam apa itu? Sungguh ... Sungguh sesuatu yang tak terpikir olehnya.

Bagaimana pria itu bisa meminta hal besar tersebut dengan begitu santainya? Tentu saja mereka tidak akan mengabulkannya!

Penjahat bertubuh kecil kerempeng mulai maju, "Pria ini teler atau apa?"

"Dengar, kau! Jangan banyak berlagak." ia mulai mendekat hanya dengan tangan kosong. Berharap tinjuannya bisa membuat sang pahlawan mundur.

Akan tetapi perhitungannya salah, bukan memberikan bogem kepada si pahlawan, penjahat kecil itu justru mendapat tamparah bertubi-tubi hingga tersungkur ke tanah.

"Argh, sial! Bedebah, kau!"

Merasa kawannya dihadapkan akan sebuah masalah, penjahat lainnya —bukan yang bertubuh besar— ikut maju.

Sayangnya, belum sempat memberikan balasan karena sakit rekannya, pria justru mendapatkan hadiah kepalan tinju dengan mulus meluncur ke perutnya. Menumpahkan isi yang sempat ia makan beberapa waktu yang lalu. Tak hanya di perut, kepala, bagian tubuh lainnya. Sampai terjangan dengan kekuatan tak biasa ikut meremukkan tubuhnya.

"Argh, kurang ajar! K-kau, mati kau!"

Pahlawan ini, di bawah lentera penerangan gang, ia terlihat luar biasa!