Raja Carlin mengepalkan lengannya mendengar ucapan putri tunggalnya. Ini adalah kali pertama Putri Cerllynda berkata dengan sangat keras, bukan dari suaranya, melainkan kata-katanya yang keras.
"Diam!"
Satu kata yang mampu membungkam mulut Putri Cerllynda. Gadis itu menyeka habis air matanya dan terdiam menatap ayahnya dengan tatapan sayu. Raja Carlin menghela napas beratnya dan duduk di samping putri kesayangannya.
"Pemuda itu telah membuatmu menentang ayahnya sendiri untuk pertama kalinya, jika saja kau bukanlah putri kesayanganku, yakni aku akan menghukummu dengan berat. Dengarkan aku Putriku, aku akan memberikan kesempatan untuk cinta kalian. Tapi, kau harus ingat baik-baik jika setelah ini aku tidak merestuimu, jangan pernah paksa aku dan menikahlah dengan pemuda pilihanku. Bawalah pemuda yang membuatmu jatuh cinta dan menetang ayahmu ini ke kerajaanku!" tegas Raja Carlin dengan menahan emosinya untuk tidak terlalu marah pada putrinya.
"Tentu Ayahanda, tentu. Terimakasih banyak Ayahanda atas kesempatannya!" seru Putri Cerllynda dengan girang, bahkan saking senangnya dia memeluk erat ayahnya yang masih tengah menahan ego dan amarahnya demi putri kesayangannya itu.
"Simpan terimakasihmu nanti Putriku, bawalah pemuda itu besok pagi," ucap Raja Carlin dengan nada suara yang dipaksakan tenang. Dia melepaskan pelukan Putri Cerllynda dan meninggalkan anaknya itu sendirian di dalam kamar.
Putri Cerllynda tersenyum senang, menyaksikan punggung kekar sang ayah itu keluar dari kamarnya. Dia seakan mendapatkan lampu hijau untuk dapat bersatu dengan Gressylia. Bahkan, dengan rasa bahagianya ini Putri Cerllynda melupakan tatapan penuh amarah pada mata ayahnya. Yang intinya dia bahagia dan tidak memedulikan ayahnya yang kini tengah meredam emosinya yang terus bergejolak tanpa henti.
Putri Cerllynda yang mendapatkan kesempatan itu langsung meraih kertas dan pena. Dia mulai mengukir huruf demi huruf pada kertas itu, kemudian menggulungnya dan mengikatnya dengan pita merah. Seekor burung merpati yang dia panggil menghampiri jendela kamar Putri Cerllynda yang sengaja dibuka untuk menyambut sang burung merpati.
"Tolong kirimkan surat ini ya," ucap Putri Cerllynda sambil mengelus bulu kepala burung merpati putih tersebut setelah mengikatkan suratnya pada kaki sang burung.
Melepaskan sang burung ke udara, burung merpati berwarna putih itu terbang bersama angin yang terus berhembus tanpa henti.
Puyri Cerllynda terus memerhatikan setiap kepakan sayap sang burung, terbang menjauh hingga tak terlihat lagi. Burung itu terus terbang bersama kawanannya di udara, melewati sungai, pedesaan, pepohonan dan terik matahari. Tanpa henti dia terus terbang menemui tujuannya berada.
Hingga sampai akhirnya seekor burung merpati putih itu hinggap pada tangan seseorang yang tengah duduk di bawah pohon rindang dengan peluh di sekujur tubuhnya memperlihatkan dirinya yang tengah kelelahan.
Dia mengernyit melihat burung itu dngan tenang hinggap di lengannya. Dia melihat gulungan kertas yang diyakini adalah surat. Dengan perlahan dia melepaskan gulungan kertas itu dari kaki sang merpati dengan perlahan.
Dia tak kunjung membuka gulungan kertas itu, sedangkan sang merpati sudah kembali terbang setelah gulungan kertasnya sampai kepada orang yang ditujunya. Setelah sekian detik menatapi gulungan itu, akhirnya dia memutuskan untuk membukanya. Dan, membacanya dengan perlahan.
"Salam untukmu Gressylia.
Aku sengaja mengirimkan surat ini kepadamu, aku harap kau dapat memahami apa yang ingin aku katakan kepadamu.
Pertama, aku ingin menceritakan bahwa tadi pagi, aku sudah menolak mereka berempat dan mengatakanmu sebagai pilihanku kepada ayahanda. Aku tahu, ayahku sangat marah padaku. Tapi, tentu kau tahu Gress, jika cinta itu tidak dapat dipaksakan bukan. Ayahku akhirnya memberikan kesemoatan kepadaku untuk menjadikanmu suamiku, Gress.
Besok, aku akan mendatangimu saat pagi. Tinggalkanlah sejenak pekerjaanmu, aku mohon. Ayah ingin bertemu denganmu, Gress. Aku harap ayahku akan menyetujui kau untuk menjadi suamiku.
Gress, maafkan aku jika kau mengiraku egois dan mementingkan diriku sendiri, sungguh, aku meminta maaf kepadamu Gress. Meski begitu karena aku tahu kau mencintaiku Gress, sama halnya denganku. Aku telah memperjuangkan ini, aku memohon padamu juga untuk memperjuangkan cinta kita.
Aku mencintaimu Gressylia.
Salam dariku Putri Cerllynda."
Gressylia meremas pelan kertas yang ada di tangannya. Jujur saja dia bungung harus berbuat apa untuk esok hari bertemu Putri Cerllynda. Dari kedatangan surat pertama, Gressylia berharap Putri Cerllynda tidak melakukan hal itu. Dia merasa semuanya akan percuma. Dia merasa seperti pengecut yany tidak dapat memperjuangkan cintanya dengan menyerah begitu saja. Lebih pengecut lagi karena dia membiarkan Putri Cerllynda berjuang sendirian.
"Tuan Putri yang egois. Kau membuatku bingung, kau membuatku seperti pengecut. Bahka aku seperti bukan seorang lelaki hebat, aku sangat pengecut. Apakah aku harus memenuhi permintaanmu dan memperjuangkan cinta ini," lirih Gressylia sambil memejamkan matanya.
"Ada apa Kak, kenapa kau terlihat gusar," ucap Rina mengejutkan Gressylia sekaligu membuatnya membuka matanya saat mendengar suara adik kecilnya itu.
"Aku tidak ada apa-apa," ucap Gressylia dengan lesu.
"Kakak, aku tahu apa yang tengah terjadi padamu. Kau tahu jika Tuan Putri Cerllynda memperjuangkan cinta Kakak dengannya, kenapa Kakak malah merasa menjadi pria pengecut? Berjuanglah untuk Tuan Putri yang telah berjuang Kak. Meski memang tetap akam mendapatkan penolakan tapi tidak ada salahnya untuk berjuang," ucap Rana yang seperti orang dewasa tengah menasehati.
Gressylia mengusak gemas rambut panjang Rana. Dia tidak menyangka adiknya itu dapat bersikap lebih dewasa. Bahkan mereka membahas cinta, umurnya saja baru 4 tahun, dia heran dari mana adik kecilnya itu belajar.
"Dari mana kau tahu tentang cinta-cinta hah? Rana, Rana, adik kecilku yang menggemaskan. Sejak kapan kau menjadi dewasa. Jangan ganggu aku ya, aku akan tidur," ucap Gressylia sambil berlalu dari sana meninggalkan kedua adiknya. Semakin hari, kedua adik kembarnya itu selalu bertingkah semakin dewasa setiap harinya.
Rana dan Rina saling tatap melihat punggung kakak lelaki mereka pergi meninggalkan keduanya masuk ke dalam gubuk. Mereka masih berdiri tegak di bawah pohon rindang di dekat danau yang airnya terus mengalir dengan sangat tenang.
"Rana, sebaiknya kau diam saja. Jangan ikut campur dengan urusan Tuan Putri atau Kak Gress. Mereka lebih dewasa dari kita, aku yakin Kak Gress akan melakukan yang terbaik untuk Tuan Putri Cerllynda, karena kita tahu Kak Gress mencintai Tuan Putri!"
Kali ini Rana terdiam mendengar perkataan adik kembarnya itu, menyadari jika dirinya terlalu sering ikut campir dengan urusan orang dewasa sehingga terkadang Gressylia harus dicela karena ulah Rana ataupun Rina yang berusaha membantu Gressylia.
"Kai benar Rina. Terkadang Kak Gresa harus menangung malu dan dicela hanya karena kita yang ikut campur dengan urusan orang dewasa," final Rana yang kini mendudukan tubuhnya di bawah pohon rindang, menikmati semilir angin yang terus berhembus tanpa henti.
"Aku hanya ingin yang terbaik untuk Kak Gress," lirih Rana dengan tatapannya yang menerawang jauh ke depan sana.
"Aku pun demikian, tapi kita tidak perlu terlalu ikut campur pada seluruh masalah Kak Gress," ucap Rina yang ikut duduk di samping kakak kembarnya.