***
Dua hari kemudian.
KNOCK
Terdengar suara ketukan pintu di ruang kamar Evan. Seorang pelayan tiba seraya membawa informasi tentang kesiapan pasukan pengawal untuk mengantarkan Evan ke tempat eksekusi Leon.
"Mohon maaf, Tuan Presiden. Kereta kudamu sudah siap," ujar pelayan.
"Aku akan segera ke sana."
Pelayan itu mengangguk dan segera melangkah menjauhi kamar tersebut. Dalam hatinya, ia ingin menunggu kedatangan pemimpin negeri ini keluar dari dalam kamar dengan wajah tampannya. Namun, pekerjaan yang menumpuk membuat ia harus mengubur keinginannya dalam-dalam.
Evan masih berdiri seraya mengancingkan satu persatu kancing kemeja putih khas militer yang selalu menjadi favoritnya. Sorot matanya memandang kosong ke arah cermin yang memantulkan citra dirinya yang tampak sempurna.