"Ngomong-ngomong, Papa tadi mau ngomong apa?" tanya Marcel sembari menghisap batang rokok ke duanya.
Arevan menyandarkan tubuhnya agar lebih rileks saat bicara. "Pindah dulu, paha Papa pegel. Kepalamu berat banget!"
Marcel berdecak kesal. Namun, tetap menuruti permintaan Papanya. "Coba aja kalo Momy yang gitu, sampe kaki Papa patah juga nggak bakalan ngeluh."
Arevan hanya tertawa kecil sambil menaik turunkan alisnya. "Jadi gini, kamu serius sama Vero? Atau, cuman mau main-main?"
Marcel berdehem pelan, "Sebenernya aku serius, Pa. Misal dia minta dinikahin sekarang juga sudah siap akunya. Tapi, Vero itu aneh, aku bahkan nggak pernah tahu siapa saja keluarga dia, kecuali ibunya. Aku pernah ketemu ibunya."
"Ketemu di mana?" tanya Arevan.
Marcel meringis, terpaksa ia harus mengaku jika dirinya pernah menguntit Vero. "Nguntit Pa, habisnya dia nggak akan ngizinin aku buat dateng. Waktu itu ibunya keluar rumah, jadi aku tahu."