"Mas, Mama– maksudku mamanya Reyner minta aku dateng ke ruang rawat Reyner. Boleh, Mas?" tanya Celine meminta izin pada Arevan. Ia merasa perlu melakukannya karena Arevan berhak tahu ia akan pergi ke mana.
"Mantan suami kamu masih sering ngamuk?" Arevan menyamankan duduknya dengan bersandar di head board ranjangnya.
Celine mengangguk pelan. "Dia kacau, biar bagaimanapun dia dady-nya Marcel. Aku berani sumpah udah nggak ada perasaan apa pun ke dia."
Arevan mencoba untuk mengerti. "Aku temenin, ayo."
Celine menyetujuinya dengan senang hati. Ia tidak akan menyembunyikan apa pun lagi pada kakaknya itu.
Celine harap ini menjadi hari terakhir ia bertemu dengan Reyner. Karena siang nanti Arevan sudah diperbolehkan pulang. Hanya tinggal menunggu cairan infusnya habis.
Kini keduanya berjalan sembari bergandengan tangan menuju ke arah ruang rawat Reyner. "Mas, nggak mau nengok Shela dulu?" tawar Celine sembari sedikit mendingan agar ia dapat melihat dengan jelas wajah tampan Arevan.
