Chereads / The Kingdom Of Zen William / Chapter 13 - 13.Jadi, Dia Adik Thruv?

Chapter 13 - 13.Jadi, Dia Adik Thruv?

"Tuan Thruv, bisakah Anda jelaskan kepada saya. Mengapa Sofia mengatakan jika adik Anda adalah suaminya? Saya benar-benar tidak mengerti dengan semua hal konyol yang terjadi di sini!" tuntut Syehrazat meminta penjelasan.

Thruv tampak bingung, jelas sekali jika pria rupawan itu tidak tahu harus menjawab pertanyaan Syehrazat dengan kalimat yang bagaimana.

"Maaf Syehrazat, saya tidak tahu harus menjelaskannya dari mana? Saya juga tidak mengerti harus berbuat apa dengan keadaan rumit yang terjadi saat ini."

Thruv terdiam sebentar, mengambil napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya. "Tolong saya, jangan biarkan Sofia ikut. Saya akan carikan kalian jalan yang berbeda, saya mohon."

Syehrazat menatap Thruv dengan pandangan mata penuh kebingungan. Ia tidak tahu harus apa, ingin tetap menolong sahabatnya atau pria yang ia cinta?

Wanita itu kini berada dalam pilihan yang sangat sulit. "Beri saya satu alasan yang kuat, mengapa saya harus menuruti permintaan Anda?"

Thruv menunduk sebentar, dalam pikirannya sedang sibuk menyusun kalimat untuk menjelaskan semua yang terjadi. Namun, belum sempat pria itu membuka mulut kembali, Sofia sudah keluar dari tenda dan berjalan ke arahnya.

Kini yang bisa lelaki itu lakukan hanya menatap penuh harap ke arah Syehrazat, semoga saja wanita itu mau menuruti permintaannya. "Saya harus kembali ke istana, sepertinya saya tidak bisa membantu kalian berdua untuk mencari jalan. Permisi."

Setelah kepergian Thruv, Sofia segera mendekati sang sahabat. "Jika kamu keberatan dan merasa terbebani dengan kehadiran saya, saya tidak masalah jika harus pergi sendirian. Jangan pernah berpikir saya akan pulang setelah kejadian ini, saya butuh sedekah itu untuk pengobatan ayah."

Ucapan Sofia menyadarkan Syehrazat yang sedari tadi sibuk berpikir keras harus melakukan apa, "Tidak, saya akan tetap menemanimu. Kita akan pergi bersama-sama.

Sepasang sahabat itu berpelukan, mereka sudah berteman dari kecil dan saling mengerti perasaan satu sama lain. "Maaf Sofia," batin Syehrazat setelah melepaskan pelukannya dan menatap sang sahabat sendu.

"Bisa kita mulai perjalanan mulai dari sekarang?" tanya Sofia sembari tersenyum teduh. Ada sorot mata pedih di sana, namun wanita itu jelas menutupinya.

"Baiklah, ayo!" Kini keduanya mulai berjalan dengan santai, karena memang acaranya baru akan di gelar sedikit siang nanti.

"Sofia, maaf jika saya harus menanyakan ini padamu. Tapi, saya tidak bisa terlihat bodoh sendirian di sini. Kau kenal tuan Turun, bukan?"

Tubuh Sofia menegang, ia tidak bisa terus menyembunyikan hal ini pada sahabatnya. Akan sangat menyakitkan jika sang sahabat mengetahuinya dari orang lain.

"Syehrazat jangan salah paham, sesungguhnya saya memang mengenalnya. Tapi, kau tidak perlu khawatir, dia itu kakak suamiku. Jangan salah paham ya?"

Setelah mendengar penjelasan Sofia, Syehrazat sangat terkejut. Apa yang sedang sahabatnya itu maksud? Adik tuan Thruv bukannya Pangeran Mahkota?

"Sofia, kamu tidak salah berbicara kan?" tanya Syehrazat sembari menghentikan langkah tanpa sadar.

Sofia sendiri sedikit tidak mengerti, kenapa Syehrazat bisa sangat terkejut mendengar fakta yang ada?

"Iya Syehrazat, nama suami saya Zeno Bridgestone. Kau mengenalnya juga?" jelas Sofia penuh harap.

Wanita hamil itu berharap lebih pada sangat sahabat, berharap Syehrazat mengatakan iya. Sofia sudah sangat putus asa menunggu kedatangan sang suami yang tak kunjung terdengar kabarnya.

"Sofia, maaf. Tapi saya harus mengatakan ini." Syehrazat menarik napas dalam sebelum menghembuskannya perlahan.

"Tuan Thruv anak dari selir kerajaan. Dia tidak memiliki adik lain kecuali Pangeran Mahkota, kamu mengerti maksudku kan?" lanjut Syehrazat.

Mata Sofia berkaca-kaca, wanita itu menunduk dalam. Dengan suaranya yang serak karena menahan tangis ia bergumam lirih, "Berarti selama ini saya dibohongi? Lalu, Zeno itu siapa sebenarnya?"

Syehrazat mengusap bahu Sofia pelan, berharap hal itu mampu memberikan sedikit kekuatan untuk sahabatnya yang tengah gamang.

"Nanti, saya usahakan untuk bertanya pada tuan Thruv. Kau tidak perlu khawatir, saya akan membantumu menemukan identitas suamimu."

Keduanya berpelukan, sahabat memang seharusnya seperti itu bukan? Tidak perlu ada rahasia lagi di antara keduanya.

Setelah hampir satu jam berjalan, Syehrazat dan Sofia memilih untuk duduk dan mencari tempat untuk berteduh sekalian menunggu rombongan prajurit kerajaan datang pertanda pesta akan segera dimulai.

"Bisa kita makan sesuatu sedikit saja? Saya sudah mulai merasa lapar." Sofia terkekeh ia tidak mengerti nafsu makannya benar-benar naik drastis.

"Makan saja, ini masih utuh bekal yang kita bawa." Syehrazat menyerahkan kain berisi makanan yang sengaja ia bawa untuk bekal di perjalanan.

Sejujurnya pikiran Syehrazat masih melayang ke mana-mana, ia tidak tahu apakah membawa Sofia kemari adalah langkah terbaik yang sudah ia ambil? Lalu bagaimana jika Thruv tahu jika dirinya tidak mendengarkan permintaan pria itu?

"Kamu melamun? Lebih baik ikut saya makan daripada terlalu banyak pikiran." Sofia menyodorkan satu suap makanan yang terbuat dari tepung beras kepada sahabatnya.

"Sofia, suamimu tampan?" tanya Syehrazat sembari memiringkan kepala menantikan jawaban.

Sofia tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan Syehrazat, tiba-tiba ia mengingat pertemuan pertama mereka. "Sangat tampan, saya tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikannya. Yang jelas dia sangat tampan dengan rambut pirangnya."

Syehrazat, mengernyit bingung, rambutnya pirang dan dia mengaku sebagai adiknya Thruv? Ah, tidak mungkin.

"Nanti, jika ingin melihat wajah Pangeran Mahkota jangan menatapnya secara terang-terangan. Nanti beliau marah," ucap Syehrazat.

Sofia mengangguk pelan, ia juga tidak berniat untuk melihat bagaimana rupa sang Pangeran. Kedatangannya kemari hanya untuk mendapatkan sedekah. "Tenang saja, saya tidak berniat untuk memandangnya sedikit pun."

"Lagi pula, apakah dia akan marah hanya karena dipandang wajahnya? Arogan sekali," lanjut Sofia seraya menutup bungkus makanannya.

Syehrazat menggeleng pelan, "Kata orang-orang sikapnya berubah setelah sempat menghilang beberapa bulan."

"Menghilang? Disandera?" tanya Sofia penasaran. Entah mengapa ia sedikit tertarik dengan pembahasan tentang sang Pangeran yang sebelumnya tidak ingin ia tahu sedikit pun.

"Iya, beliau sempat mengilang beberapa bulan. Bahkan saat dijemput dan pulang ke istana, Pangeran hanya mengenakan pakaian rakyat biasa. Mungkin ia kabur karena bosan dikelilingi kemewahan," kekeh Syehrazat.

Sofia memukul bahu sang sahabatnya, ia tidak suka jika kehidupan seseorang dijadikan lelucon semacam ini. "Jangan bercanda seperti itu, bisa saja ia melakukan hal itu karena tertekan. Sudahlah, jangan membahasnya lagi."

Syehrazat terkekeh pelan, wanita itu mencubit hidup Sofia dengan keras. "Oke, maaf ya. Saya tidak bermaksud untuk mengoloknya."

Keduanya terdiam, lebih baik bersandar untuk menghilangkan lelah. Mereka sudah berjalan jauh, keringat juga belum sepenuhnya hilang. Tanpa sadar Sofia kini tertidur, ia sudah tidak sadar namun masih mendengar sayup-sayup ucapan Syehrazat.

"Masuk akal tidak, jika suamimu itu mirip seperti Pangeran Mahkota. Caramu mendeskripsikan, sama seperti cara orang-orang mengatakannya."