Chereads / TRAPPED IN PAST LOVE / Chapter 10 - TIPL - Bima

Chapter 10 - TIPL - Bima

"Hati-hati," ucap Peyvitta saat Leo sebentar lagi sudah mau pulang.

"Lo juga," ujar Leo dengan nada yang datar. Memang kalau mendengar cara Leo berbicara, terkesan kalau Leo itu cuek dan tidak peduli pada Peyvitta, tapi kenyataannya tidak seperti itu.

Leo begitu perhatian pada Peyvitta, bahkan waktu itu saja Leo pernah dengan sengaja mengikuti ke mana Peyvitta pergi bersama dengan Santosa, sebab Leo takut ada sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi pada Peyvitta.

Peyvitta suka dengan laki-laki yang seperti ini, terlebih saat awal dirinya bertemu dengan Leo, Peyvitta merasa kalau Leo mampu mengisi kekosongan hatinya yang cukup lama tidak diisi sebab masih menginginkan dia, dia orang yang sulit untuk Peyvitta lupakan begitu saja.

Sikap dan juga kepribadian Leo terbilang mirip dengan orang tersebut, sehingga dari banyak laki-laki yang hadir dan ingin bersama dengan Peyvitta dalam hubungan yang jelas, Peyvitta memilih Leo sebagai orang tersebut.

"Iya," jawab Peyvitta sambil menganggukkan kepalanya.

"Kalau ada sesuatu hubungi gue," ujar Leo.

"Iya, bye-bye. Aku masuk dulu."

Peyvitta melangkahkan kaki menuju ke arah Rumahnya. Peyvitta langsung melangkahkan kakinya masuk, tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Peyvitta terus melangkahkan kakinya menuju ke arah di mana kedua orang tuanya berada.

"Ada apa Mah, Pah?" tanya Peyvitta sambil menyalami tangan mereka.

"Sekarang kamu siap-siap, tadi Bima bilang mau ngajak kamu pergi." Herman memberi tahu Peyvitta akan apa yang nantinya terjadi.a

Alis Peyvitta mengernyit mendengar hal ini. "Kak Bima bilang sama Papah, lalu kenapa aku yang harus pergi?" tanya Peyvitta dengan nada yang seolah menunjukkan kalau dirinya bosan dan tidak ingin pergi bersama dengan Bima.

Bima itu salah satu laki-laki kenalan keluarganya Peyvitta yang memang sering datang ke sini dan meminta Peyvitta untuk menemaninya. Berbeda dengan Santosa, Bima itu masih terbilang muda dan cukup pantas jika disandingkan dengan Peyvitta.

Meskipun mereka cukup pantas bersama, tapi Peyvitta tidak akan mau bersama dengan Bima. Peyvitta sadar status kalau Peyvitta itu sudah menjadi milik Leo, Peyvitta juga jauh lebih jatuh hati pada Leo, dibandingkan dengan Bima.

Hal ini Leo ketahui, meski tidak tahu satu persatu orang yang bersama dengan Peyvitta. Leo cukup tahu bagaimana latar belakang Peyvitta, sehingga Leo tidak bisa begitu saja melarang Peyvitta bersama dengan laki-laki lain.

Leo juga cukup percaya pada apa yang Peyvitta katakan kalau Peyvitta sama sekali tidak suka dengan laki-laki yang dipertemukan oleh keluarganya, Peyvitta menuruti semua ini karena ada alasan tersendiri yang nantinya akan menggangu keluarganya kalau sampai Peyvitta tidak menuruti apa yang mereka katakan, terlebih jika hal itu ada kaitannya dengan Santosa.

"Karena tidak mungkin saya yang pergi bersama dengan dia," jawab Herman. Apa yang sudah Herman ucapkan memang masuk akal, tapi yang Peyvitta maksud bukan ke arah sana.

"Maksud aku, kenapa Kak Bima main buat janji sama Papah, sedangkan dia tidak memberi tahu aku akan acara ini?" tanya Peyvitta. Hal ini yang sedari tadi Peyvitta maksud.

Peyvitta cukup tahu dan bisa mengerti kalau tidak mungkin jika seorang Bima ingin pergi bersama dengan Papahnya, kecuali kalau ada urusan yang menyangkut kerjaan hal itu bisa saja berubah menjadi mungkin.

"Untuk itu bukan urusan Papah. Papah cuma menyampaikan apa yang dia inginkan," ujar Herman dengan nada yang terdengar begitu enteng.

"Hm." Peyvitta mendengkus kesal.

Ting ting ting

Peyvitta mengambil handphone-nya dan langsung membuka layarnya. Peyvitta melihat notif yang muncul, Peyvitta sedikit membelalakan matanya saat melihat notif itu.

Notifikasi itu berasal dari siapa? Apa isinya?

"Siapa yang menghubungi kamu barusan?" tanya Neli yang menjadi penasaran dengan hal ini..

"Kak Bima," jawab Peyvitta dengan penuh kejujuran. Memang notifikasi yang baru saja dia dapatkan adalah dari Bima.

"Tuh dia menghubungi kamu bukan?" Herman akhirnya menang saat Bima sekarang menghubungi Peyvitta secara langsung.

Peyvitta memutar bola matanya malas. "Ya udah lah, aku mau siap-siap dulu." Peyvitta kemudian melangkahkan kakinya ke arah di mana kamarnya berada.

Sebenarnya Peyvitta sekarang pergi bukan semata-mata akan siap-siap, tapi dirinya sudah malas memperpanjang pembahasan mengenai hal ini bersama dengan mereka. Ada alasan yang membantu Peyvitta untuk pergi, sehingga Peyvitta menggunakan hal tersebut.

*****

Seorang laki-laki bertubuh tinggi sekitar 181cm tengah melangkahkan kakinya dengan langkah yang begitu teratur, bahkan dia sempat merapikan lengan kemeja kirinya yang dia rasa sedikit tidak nyaman, Peyvitta memperhatikan setiap langkah orang itu.

"Malam," ujar laki-laki yang berpenampilan dengan begitu rapi, mulai dari kepala, pakaian, sampai bawahan yang dia gunakan. Style yang laki-laki itu gunakan benar-benar pantas di tubuhnya yang membuat dirinya semakin terlihat keren dan juga berwibawa.

Peyvitta menaikkan pandangannya dan berhasil melihat sebuah senyuman maskulin dari orang tersebut. "Juga," jawab Peyvitta dengan santai sambil memperhatikan laki-laki itu sejenak.

"Udah siap?" tanya orang tersebut sambil memperhatikan Peyvitta dengan tatapan yang begitu intens.

Siap gak siap juga pasti ujung-ujungnya tetep maksa buat pergi.

Bukan tanpa alasan Peyvitta mampu mempunyai pemikiran yang seperti ini, karena memang Peyvitta sudah cukup mengerti bagaimana karakter orang yang ada di hadapannyal. Orang itu tidak suka dengan sebuah hal yang ditunda-tunda, apalagi dengan sebuah alasan yang tidak masuk akal.

"Udah," jawab Peyvitta sambil menganggukkan kepalanya dengan begitu santai, mencoba untuk bersikap biasa saja. Memang Peyvitta jauh lebih biasa saja saat bersama dengan orang ini, dibandingkan dirinya yang harus bersama dengan Santosa.

"Ya udah Pak, saya permisi." Orang itu berpamitan kepada Herman.

"Iya silakan," jawab Herman dengan begitu santai mempersilakan Putrinya bersama dengan laki-laki tersebut.

"Bu, saya permisi."

"Iya, hati-hati ya." Neli terlihat begitu bahagia melihat Peyvitta yang bersama dengan orang tersebut. Kalau dipikirkan mereka berdua begitu pandai bersandiwara, mereka mengizinkan Peyvitta untuk bersama dengan siapa pun yang datang menemuinya.

"Iya."

"Ya udah Mah, Pah. Aku pamit." Meski Peyvitta tidak mempunyai kenangan terakhir yang baik bersama dengan mereka yang berstatus sebagai orang tuanya, tapi sikap Peyvitta pada mereka masih tercermin seperti sikap seorang anak pada umumnya.

"Iya."

"Jangan buat dia kembali marah atau kamu akan nanggung semua akibatnya," bisi Herman tepat di samping telinga Peyvitta. Hanya Peyvitta seorang yang mendengar apa yang baru saja Herman ucapkan.

Peyvitta menarik napasnya dalam-dalam, mencoba untuk bersikap biasa saja. Peyvitta hanya menganggukkan kepalanya dengan santai, padahal sebelumnya juga dia tidak akan membuat Santosa marah kalau sebelumnya Santosa tidak memancing dirinya.

Selesai berpamitan, Peyvitta sekarang tengah melangkahkan kaki bersama dengan laki-laki bertubuh tinggi, ekspresi wajah yang terlihat cool, penampilan yang rapi, apalagi dengan menggunakan jas warna navi seolah menambah aura maskulin dalam dirinya.

Siapa laki-laki tersebut?

Laki-laki tersebut adalah Bima Putra Bagaskara. Seorang pengusaha yang baru saja berumur 27 tahun yang sudah meraih banyak keberhasilan dalam dunianya, sehingga dalam usianya yang masih terbilang baru berkembang, tapi dia sudah mampu menjadi pimpinan perusahaan besar.

Bima melirik ke arah di mana Peyvitta sekarang tengah melangkahkan kaki lenjangnya yang sekarang tengah menggunakan heels sekitar 7cm dengan langkah yang cukup anggun. Merasa kalau Bima sedang memperhatikannya, membuat Peyvitta melirik ke arah kirinya.

Benar saja apa yang baru saja dia rasakan, di mana Bima memang sedang menatapnya dengan tatapan yang intens, membuat Peyvitta mendadak mengukirkan senyumannya. Dalam senyumannya, Peyvitta merasa sedikit canggung, tapi hal itu masih bisa Peyvitta kontrol.

"Cantik," ujar Bima sambil terus melangkahkan kakinya di samping Peyvitta.

Mendengar sebuah pujian yang begitu singkat keluar dari mulut Bima, membuat pipi Peyvitta mendadak berubah memerah. "Makasih," ucap Peyvitta kaku. Rasanya perasaannya mendadak terbang tak tentu arah saat dirinya dipuji oleh laki-laki seperti Bima.