"Kemana kamu selama lima tahun ini? Kenapa kamu baru kembali setelah sekian lama hilang," ucapku lantang.
Enak saja dia memfitnahku menanamkan hal yang tidak baik pada anaknya, apa dia pernah mengajarkan kebaikan pada Tegar selama ini.
Sejak Tegar hingga sekarang hanya aku yang selalu ada disampingnya menemani suka dukanya.
"Menguatkan di saat dia terpuruk diejek oleh temannya karena tak punya Ayah," ucapku dengan mata berkaca-kaca.
"Kemana hati nuranimu Mas," betakku dengan tatapan tajam kerahnya.
"Maaf, Aku emosi maafkan Aku Mil," ujarnya.
Aku hanya diam sambil menangis dan memeluk Tegar, hanya dia yang membuat Aku kuat hingga saat ini.
Sejak berpisah dengan Ayahnya Tegar tak sedikitpun terbesit untuk menikah lagi. Yang ku pikirkan hanyalah membesarkan anakku.
Tak peduli gunjingan tetangga padaku karena aku seorang janda, tak peduli dengan status sosial.
***
"Bunda, mari kita pulang, Tegar tidak main kesini lagi," ucapnya sambil menarik tanganku.